10. Cermin Nyata

Depuis le début
                                    

Babi. Hal hasil aku dirubah jadi mozarella. "BABII!" Sia-sia teriakanku dalam ruang keju. Sialnya.

"BOCAH! Kenapa woi?!" Aku sewot, jelas, kan.

"Makanya kamu diem." Kok malah ngegas?

Tuinggg!

Akhirnya aku berubah kembali jadi manusia. "Dengerin. Kalo kamu menampakkan wujud aslimu kepada mereka, maka alur hidupmu akan tambah sulit. Bayangin. Udah gak bisa mati, menumpang di dunia lain pun, gak bisa."

Entah sejak kapan aku gak nyadar, kalo tuh mahkluk bisa bahasa non baku juga. Haha, imut tau dengernya.

"Aku serius." Wajahnya serius banget, cui, "iya-iya," balasku.

"Di Dunia ini, Nenek kamu masih hidup. Ah, bukan hanya disini, tapi juga disemua Dunia lainnya. Bahkan Ibumu sendiri masih hidup." Aku membulat.

"SUNGGUH?!" Dia langsung melotot, "syut!!"

"Oh!" Dan karena alasan itu, aku langsung punya gairah hidup. Aku benar-benar senang!

"Sunguhkah?" Suaraku sangat pelan.

Dia tersenyum tipis, lalu mengangguk, "Ini tanggal dimana keluargamu mengunjungi Nenek dimana dia adalah sosok yang berjasa dalam perjuangan orang tuamu."

Aku berkaca-kaca sedih. Itukah ibuku? Aku melihat sosok yang mirip dengan diriku saat kecil tapi versi sudah dewasa. Oh, versi diriku saat ini sangat beda. Imut, tapi tidak imut banget. Tapi wajah Ibu..., sangat imut dan cantik.

Aku menyeka air mata dengan tergesa-gesa. Aku kan memang menyedihkan. Apa tidak boleh aku memeluk Ibu mereka? Ibu mereka juga ibuku. Ibu itu sama. Ibu aku juga.

"Jangan lancang, ingat." Napasku terengah-engah. Bolehkah aku melanjutkan acara menangisku?

Aku bukan anak kuat. Aku hanya dipaksa oleh keadaan. "Ibu..," lirih ku memanggil berharap suara kecilku sampe ditelinga Ibu.

Jadi..., Ibu disini masih hidup? Ini pertama kalinya aku melihat sosok Ibu yang melahirkanku. Aku belum pernah melihatnya sejak kecil. Dia sangat sukses ternyata.

"Mengunjungi?" Mahkluk itu menggaruk kepalanya, "udahan dulu nangisnya," ujarnya memerintah.

Aku memaksa. Karena aku penasaran, aku akan tunda acara sedihku ini. Aku ingin tau bagaimana aku bisa memiliki kehidupan aneh ini. Dan mahkluk ini, entah ceritanya benar atau tidak, atau sebenarnya aku mimpi atau lebih parahnya lagi telah mati, aku sampingkan pikiran burukku.

Aku menerima alur lika-liku ini untuk sementara waktu. Ingat, sementara. Hehe.

"Benar, dia adalah Ibumu. Rumah kalian bukan di seberang sana. Itu adalah rumahku." Hah? "dengar sampai habis. Di dunia ini, seperti yang aku jelaskan sebelumnya, ada 108 Dunia yang sama, dan disini, aku mendapat kehidupan berbeda. Aku hanya hadir di 107 Dunia."

Wah, ceritanya sangat mendebarkan, "Aku tidak ada di Duniamu. Rumahmu di luar kota, kota yang sebelumnya kamu tempati waktu kecil."

Oh? Dia tau itu? Aku saja baru tau sejak tamat SD. "Intinya, kamu tidak bisa mati karena aku dan kakakku."

"Kakak?" beoku kebingungan.

"Iya, kakakku yang harus menghilang di waktu yang tidak tepat."

"Siapa disana?" Bocah!

Tuingg! Aku dirubah jadi keju mozarella! Wah, mahkluk ini sangat profesional rupanya.

"Angle? Masuk, ayo masuk ini. Akhirnya kamu datang juga." Hah?

Ibu menghampiri mahkluk ini dengan sebutan Angle? Angle? Wajahnya beda, woi! Angle di Duniaku kan jelek.

Gak, dia emang cantik sih nih mahkluk. "Tante, maaf aku telat," sahut mahkluk yang katanya bernama Angle ini.

"Kamu bawa apa itu? Beli keju lagi? Padahal tante bawain kue banyak buat kamu." Suara ibu sangat lembut dan ramah.

Aku pengen peluk! Ah, sayang sekali sedang jadi keju melar. "Ini mau aku simpan buat bazar nanti."

Kemudian kita berjalan, maksudnya aku cuma diajak gak dianggep ke dalam rumah Nenek. Aku tutup mata. Belum juga ceritanya kelar, udah dipotong.

Tapi aku gak kesel sih. Ingat, yang nyapa itu Ibu. Ibu tersayangku. Sejujurnya aku takut masuk ke rumah ini, tapi karena Ibu.., aku berani!

Juga karena jadi keju.

"Eh, sini kejunya Argas buang."

HAHH!?! SIAPA DIA?! ARGAS GEMBROT!

----

GIMANAA? 😋

Next lagiii? 💘

Salam, 9 April 2023

TABELARDOù les histoires vivent. Découvrez maintenant