"Okay, fine. Cuma satu jam." Daddy membalas sembari menautkan jari kelingkingnya dengan jari mungil milikku.

"Yeay! Makasih, Daddy." Aku semakin mengeratkan pelukan pada lengan kekar Daddy, sebelum akhirnya berdiri lalu membawa ragaku keluar dari dalam rumah.

Di bawah bentangan langit malam motorku melesat kencang di atas hamparan aspal membuat rambut panjang milikku yang tidak tertutupi oleh helm terbang tak tentu arah.

Menemukan perempatan aku belok ke kanan hingga akhirnya sampai di lokasi yang telah Dion tentukan. Motor yang aku bawa telah berhenti di tengah jalan yang sepi, setelahnya Dion berdiri di hadapanku.

"Dateng juga lo," seru Dion.

Aku membuka helm, merapikan rambutku dengan tangan, lalu menatap Dion. "Gue bukan pengecut." Aku turun dari motor dan berhenti dengan jarak satu langkah di hadapan Dion. "Mau balapan atau berantem?" Waktuku tak banyak jadi aku tidak perlu basa-basi dengan Dion.

"Lo bukan Leta yang gue kenal."

Aku mengerutkan kening. "Maksud lo?"

"Leta yang gue kenal itu cewek manja yang nggak akan mungkin berani datang ke sini sendirian."

"Karena Leta yang lo kenal udah mati," pungkasku sehingga menciptakan dua kerutan diantara alis Dion. Aku tahu pasti Dion bingung mengartikan perkataanku barusan. "Lupain. Gue nggak punya waktu buat bahas hal yang nggak penting. Gue mau masalah kita selesai malam ini, jadi lo mau apa?"

"Gue mau ngajak lo makan. Gue masih punya hati kali, masa gue ngajak lo balapan atau berantem."

"Lo ngeremehin gue?" tanyaku datar.

"Nggak gitu, gue ngajak lo makan sebagai permintaan maaf gue karena udah ngejek lo tadi siang," jelas Dion.

Aku menimang sejenak sebelum akhirnya menyetujui ajakan Dion. Dion menjauh dariku untuk mengambil motornya, laki-laki itu berjalan menuju sisi jalan yang gelap. Tak lama terdengar beberapa deru motor mendekatiku.

"Lo nggak masalah kan, kalau gue ngajak mereka?" lontar Dion.

Aku menatap tanpa minat pada dua laki-laki yang wajahnya tertutup helm. Bisa ku tebak, dia adalah Gara dan Rey. "Okay, nggak masalah."

***

Aku segera masuk ke dalam restoran, Dion menuntunku menuju meja bundar dengan empat kursi serta tertera angka nomor tujuh di atas meja tersebut.

Saat kami telah duduk, seorang pelayan pria menghampiri sambil membawa buku menu. Ia memberikan buku menu tersebut masing-masing kepadaku dan ketiga laki-laki yang duduk satu meja denganku.

Setelah memilih menu, atensiku beralih menatap lurus ke depan dan tak sengaja mataku dan Gara bertemu. "Karin bilang lo udah nggak suka sama gue," ucap Gara membuka percakapan.

Tak ku sangka ternyata Karin benar-benar menyampaikan pesanku kepada Gara. "Iya."

"Oh ya? Gue nggak percaya," tutur Gara disertai senyum tipisnya.

Aku rasa wajar kalau Gara tidak percaya dengan apa yang disampaikan Karin. Aku membaca buku diary milik Leta sebelum Dion mengirimku pesan. Dibuku itu 80% isinya menceritakan tentang Gara, bahkan Leta menulis dirinya dibanting oleh Gara karena memaksa memeluk tubuh laki-laki itu. Jadi bisa ditebak sebulol apa Leta dengan laki-laki bernama Sagaras.

A or A [New Version]Where stories live. Discover now