013

29 6 0
                                    

Malam ini, Ilan menghampiri mamanya yang sedang bersantai di sofa menonton tv, sambil memakan cemilan. ada sesuatu yang ingin dia kasitau. tapi selalu saja rasa ragu datag menghampirinya.

Cewek itu mendudukan tubuhnya ke atas sofa, dan dia duduk agak jauh dari Mira. Mira sepertinya belum menyadari keberadaan Ilan. tampaknya wanita paruh baya itu sedang serius menonton film yang di tonton. Ilan melihat layar kaca televisi itu, dia penasaran mamanya sedang menonton apa. aduh ternyata di sedang menonton suara hati istri di indosiar. Ilan sangat bingung, kenapa ibu-ibu suka sekali menonton suara hati istri itu. padahal menurut Ilan alurnya hampir sama saja.

"Ma," panggil Ilan pelan. cewek itu tampak ragu memangil Mira. karna ia takut, nanti Mira memarahinya karna menganggunya menonton tv.

"Apa?" tanya Mira yang masih menatap layar tv dan tak lupa, memakan cemilannya.

Ilan tampak bimbang, ragu untuk berbicara. tapi Ilan berusaha meyakinkan dirinya. karna ini kebutuhan penting. Ilan harus yakin.

"Aku...mau beli buku, boleh nggak?" tanya Ilan takut-takut.

"Untuk apa? Beli buku."

"Untuk belajar Ma, karna di buku itu banyak banget materi yang udah di jelasin, tapi belum di jelasin sama guru."

"Nggak usah lah, buang-buang duit aja. kamu tungguin aja, penjelasan dari guru kamu di sekolah," ucap Mira yang masih menatap layar tv.

"Itukan emang tugas guru, agar menjelaskan materi pada siswanya."

"Tapi ma a---,"

Belum sempat cewek itu menyelesaikan omonganya. tiba-tiba langsung di sela oleh Mira.
"Nggak ada, tapi-tapian," tegas Mira.

"I-ya, Ma." Ilan berdiri sambil meninggalkan Mira di ruang tamu. sepertinya Mira tak peduli dengan kepergian Ilan itu.

Ilan terus melangkah, sambil sampai ke tempat ternyaman baginya. yaitu kamar. ia membuka pintu kamar itu, melangkahkan kakinya beberapa langkah. setelah itu merebahkan tubuhnya ke atas kasur yang sangat empuk.

Cewek itu menghela nafasnya berat. menatap langit-langit kamarnya.

Padahal Ilan sangat butuh buku itu, tapi Mira tak memberikannya uang agar bisa membeli barang itu.

"Apa, gue nabung dulu aja yah? atau...colek celengan babi gue aja?"

"Eh, jangan deh. lagi pula, udah banyak banget gue ambil uang di situ buat jajan."

"Nabung aja dulu deh, palingan nggak sampe seminggu uangnya udah cukup buat beli bukunya," ucap cewek itu lagi.

Begitulah pertimbangan Ilan soal buku yang akan di belinya. dan dia memutuskan untuk menabung dulu buat beli buku itu, dari pada ia barus mengambil uang lagi di celengan babinya. nanti lama-lama tabunganya bukan menambah, malah makin menipis karna Ilan terus-terusan mencolek tabungan babi itu.

Ilan mengubah posisinya yang tadunya berbaring menjadi duduk. ia baru ingat soal kalung itu, oh astaga. saking sering ia bertemu dengan Zidan, ia sampe melupakan kalung itu. lagi pula, sampe sekarang belum ada tanda-tanda siapa yang memberikan sebuah kalung pada Ilan. cewek itu segera membuka laci meja belajarnya, dan mengambil kalung itu. Ilan terus mengamati kalung emas itu dengan seksama.

"Siapa si, yang kasih kalung ini ke gue?" ucap Ilan bertanya-tanya, yang masih mengamati kalung emas itu.

"Hey kalung? siapa yang bawa lo kesini?" tanya Ilan pada kalung itu. aneh bukan? Ilan tau dirinya saat ini memang aneh. tapi siapa tau, Ilan bisa mendapat jawaban dari kalung itu. aduh kenapa ia bisa berpikir sebodoh ini? padahal anak kecil pun tau kalau sebuah kalung tak akan bisa berbicara sampai kapanpun itu.

Ilan meletakan kembali kalung itu, ke tempat semula.

"Aduh, haus banget lagi," ujar Ilan sambil memegang lehernya. cewek itu segera keluar, untuk ke bawah. supaya menyegarkan tenggorokannya, yang sempat kering. Ilan membuka pintu kamarnya dan turun pada anak tangga satu persatu.

Belum sempat cewek itu sampai ke dapur, tiba-tiba ia memberhentikan langkahnya.

"Ma, Yudi mau beli motor baru dong. ada motor keluaran baru, kereeeenn bangett."

"Loh, mama kan baru beliin kamu motor baru dua bulan yang lalu. masa beli motor lagi si Yud."

"Tapi itu beda Ma, motor itu lebih keren. dari pada motor Yudi."

"Pliss, Ma," ujar Yudi memohon pada mamanya itu. cowok itu menyatukan kedua tanganya sambil mengedip-ngedipkan matanya.

"Ma, ayolah. motornya nggak mahal-mahal amat kok."

"Berapa harga motornya?"

Yudi terdiam sejenak, lalu menjawab. "50 juta Ma."

Mira terlonjak kaget, ia melebarkan bola matanya.
"Itu mahal Yudi, Ya Allah."

Raut wajah Yudi langsung berubah seketika menjadi datar.

Mira menghela nafasnya kasar.
"Yaudah, besok mama beliin."

"Makasi, Ma," cowok itu langsung memeluk tubuh Mira.

"Mama memang ibu yang paling terbaik sedunia," puji Yudi.

Echa yang sedari tadi main hp, memberhentikan aktivitasnya, lalu gabung berbiacara pada kedua orang itu.

"Oh iya Ma, Echa baru ingat. laptop Echa kan rusak nih. terus tugas kuilah pada numpuk, jadi Echa butuh laptop baru. mama beliin Echa laptop baru dong," ucap cewek itu tanpa ragu ataupun beban sedikitpun.

"Yaudah, besok mama beliin."

"Makasi ma, Echa sayangg banget sama mama," ujar cewek itu sambil memeluk Mira.

Ilan tersenyum getir. dia tak percaya apa yang dia dengar saat ini. Mira dengan gampangnya mengiyakan permintaan kakak dan abangnya. padahal buku yang
Ilan minta, tak sebanding dengan harga motor dan laptop. jauh sekali. tapi Mira mau membelikan untuk mereka, sedangkan Ilan? akh sudah lah, rasanya Ilan tak sanggup lagi. cewek itu mencoba menahan air matanya agar tak jatuh. akh, Ilan ayolah. jangan jadi cengeng kaya gini. padahal kalau cewek itu liat-liat, motor Yudi masih bagus, malah seperti masih keliatan baru. dan dia malah mauu meminta motor baru lagi? dasar aneh. Ilan tak habis pikir.

Maklum anak yang di sayang, pasti minta apapun di beliin.

Tiba-tiba ada yang memegang pundak belakang Ilan. cewek itu langsung refleks membalikan tubuhnya.

"Papa," beo Ilan. dia sedikit terkejut, tiba-tiba Sandy-papanya ada di belakangnya.

"Kamu, ngapain di sini," tanyanya lembut.

"Aku...cuma kebetulan lewat aja, pa," bohongnya.

"Tapi, kok berhenti di sini," tanyanya penuh selidik.

Ilan bingung harus jawab apa. tuhan tolongin Ilan. cewek itu menggigit bibir bawahnya. astaga harus jawab apa ini.

"Emm...nggak apa-apa, pa. cuma mau berhenti aja.

"Oh, gitu. tadi papa sempat dengar, kamu mau beli buku baru yah?"

"Hah? papa tau dari mana?" tanya Ilan gelagapan.

"Ada deh, itu rahasia. besok papa pulangnya cepet, jadi kita beli bukunya besok bareng," ucap pak
Sandy sambil mengelus-elus rambut Ilan dengan lembut.

Ilan menganguk antusias. "Iya pa, makasi yah pa. Ilan sayang banget sama papa," ucap Ilan memeluk tubuh kekar Sandy, dan Sandy pun membalas pelukan itu dengan sangat lembut dan tulus.

Sandy selalu saja mengerti keadaan Ilan dan selalu peduli padanya.







Batin Yang TersakitiWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu