"Apa? Katakan saja," ucap Yeseul sambil menatap wajah suaminya.

Jimin melirik Yoojin yang ternyata menatapnya juga. Dengan roti ditangan yang sudah termakan setengah, juga dengan mulut yang dihiasi selai cokelat yang meleber dari isian roti, Yoojin sedari tadi menatap orang tuanya yang tengah berbicara.

"Kita bicarakan ini nanti," jawab Jimin pada akhirnya.

"Oke." Yeseul mengangguk dan melepaskan tangannya dari genggaman tangan Jimin. "Yoojin, nanti selesai makan, boleh masuk ke kamar dulu tidak? Mama dan Papa ada yang harus dibicarakan sebentar. Boleh, ya?"

Yoojin menatap Jimin dan Yeseul secara bergantian. Wajahnya memelas saat menatap Yeseul, "Tapi Yoojin mau susu."

"Habiskan rotinya, nanti langsung Mama buatkan susu untuk Yoojin, ya?"

"Iya, Ma."

Setelah bernegosiasi dengan anak sendiri, akhirnya Yoojin mendapatkan susunya dan membawanya ke kamar, sedangkan Jimin dan Yeseul juga bergegas ke dalam kamar mereka.

##

Haruskah Jimin katakan ini? Berulang kali Jimin pikirkan sembari menghabiskan rotinya di ruang makan tadi. Kini dirinya sudah berada di dalam kamar, berhadapan dengan Yeseul. Sebetulnya berlebihan jika hanya ingin memberitahukan istrimu bahwa ibumu ingin datang ke rumah. Namun kasusnya terasa berbeda jika untuk Jimin.

"Ada apa?" tanya Yeseul.

"Umm..." jawab Jimin ragu. "Aku sudah memberitahumu belum? Jika ibu akan datang hari ini?"

"Hari ini? Kau sungguhan? Aku tidak ingat kau sudah memberitahuku atau belum."

Mereka saling tatap. Mencoba memikirkan pandangan mereka satu sama lain. Jimin khawatir kedatangan ibunya akan membuat Yeseul bertambah sakit.

"Tapi kau tidak perlu khawatir, aku akan telepon Jungkook dan bilang untuk datang lain hari," ucap Jimin memberi solusi.

Gila memang. Namun nyatanya Yeseul yang gantian merasa tidak enak. Ini mertuanya. Seharusnya bisa datang kapan saja jika memang ingin. Toh, Yeseul juga tidak membenci mertuanya. Kendati tahu suasananya akan sangat suram nanti, Yeseul akhirnya menyentuh pundak Jimin dan berkata, "Jangan begitu. Tak apa ibumu datang. Aku senang jika bisa menyambutnya. Kau jangan khawatirkan aku."

"Tapi—"

"Sudah, tak apa-apa. Oke?"

Akhirnya Jimin hanya bisa menghela napas. Menarik lengan Yeseul yang bertengger di pundaknya, kemudian memeluknya. "Terima kasih. Kau baik sekali."

"Sudah sewajarnya aku menyambut mertuaku sendiri, Jim." Yeseul balas memeluk Jimin.

"Kau memang membencinya saat mendengar kabar ibumu akan datang, namun nyatanya, jauh di dalam lubuk hatimu, kau merindukannya, Jim. Rindu seorang anak terhadap kasih sayang ibunya," ucap Yeseul dalam hati. Ia mengelus lembut pundak Jimin dengan penuh kasih sayang.

##

Ini adalah suasana makan paling suram yang pernah Yeseul alami. Rasa canggung yang menyelimuti acara makan siangnya bersama sang mertua. Ya, mertuanya sudah datang.

Tak lama setelah ia bercakap-cakap dengan Jimin di dalam kamar, Jungkook menelepon. Berkata bahwa dirinya akan sampai saat jam makan siang. Ternyata benar saja. Tepat saat jam makan siang, saat matahari tepat berada di atas dan sedang panas-panasnya, pintu rumahnya diketuk.

RED THREADWhere stories live. Discover now