23. SECRET PALACE

17 8 0
                                    

Siang itu cerah, mentari bersinar terang menciptakan siluet bayangan tanaman dan pepohonan yang tumbuh di halaman sebuah rumah megah milik keluarga kaya. Aku sedang duduk di salah satu kursi taman menatap beberapa serangga terbang melintas saling mengejar dari satu tanaman ke tanaman lain. sesekali kicau burung terdengar dan semilir angin menerbangkan rambutku yang tergerai sebahu.

Aku menarik napas dalam menikmati setiap detik suasana yang menenangkan. Seandainya aku adalah bagian dari keluarga ini tentulah sangat menyenangkan. Makanan dihidangkan di meja, pakaian bagus setiap hari, kamar mewah dengan banyak pelayan dan aku bebas berkeliaran kemana saja.

Bukan sebagai gadis putri pelayan yang kamarnya hanya semegah ruangan gudang dibawah tangga, tidur menggunakan kasur lipat dikelilingi tumpukan baju itu-itu saja. Jika makan, hanya bisa menikmati sisa yang ada didapur, tapi sungguh rasanya lezat, walaupun tetap saja aku hanya kelas rendahan yang sampai kapapnpun tidak akan menjadi kaya tanpa sebuah keajaiban.

“Jangan melamun, buat tanganmu bekerja tuan puteri,” seseorang menepuk kepalaku pelan membuatku sontak tersadar dengan kesal.

“Ah Ibu tidak asyik sekali,” keluhku.

“ Buat tanganmu bekerja ayo, daun-daun kering itu tidak akan bersih dengan sendirinya,” mendengar ibu bicara lantas aku segera bangkit meraih sapu dan serok dan segera bekerja.

Sekali lagi, seandainya aku adalah bagian dari keluarga kaya, tinggal disebuah tempat megah dengan banyak pelayan, makanan serba enak juga pakaian yang bagus aku pasti sangat bahagia. Sayang sekali hal itu hanya terjadi dimimpiku saja.

Masih asyik bekerja membersihakan daun-daun yang kering dan berserakan di tanah tanpa sadar aku semakin mendekat ke sebuah dinding tua dengan tanaman merambat. Awalnya aku tidak peduli sampai aku sadar ada sebuah gesture seperti pintu yang tertutup tumbuhan merambat.

Aku mencoba meraba dinding-dinding itu dan benar saja saat aku mengetukkan tanganku gesture itu sungguhan sebuah pintu kayu.  Aku menatap sekitar memastikan tidak ada yang melihat lantas aku mencoba mendorong pintu itu agar terbuka. Ternyata tidak mudah, engselnya seperti macet. Aku mencoba lagi dan lagi sampai akhirnya aku mendengar suara derit nyaring yang artinya pintu itu terbuka.

Setelah pintu terbuka membentuk celah yang bisa aku lalui aku segera melangkah masuk, penasaran ada apa dibalik pintu tua ini. Saat aku melangkah masuk alangkah terkejutnya aku melihat pemandangan luar biasa yang ada didepan mataku ini.

Sebuah tempat seperti sususnan rumah kayu diantara pepohonan raksasa. Tempat itu tampak bersinar cerah dengan burung-burung beraneka warna yang saling melintas sambil berkicau. Aku terheran, siapakah orang yang tinggal ditempat secantik ini.

Masih terheran-heran aku tersentak saat seseorang menepuk pundaku pelan. Aku menoleh mendapati seorang anak perempuan dengan pakaian yang aku belum pernah melihatnya berselimutkan jubah kecokelatan dan busur panah beserta anak panahnya di salah satu pundaknya.

“Hey, siapa kau? Apakah kau tersesat? Kau baik-baik saja?” tanyanya. Anak ini sungguh sangat cantik dengan mata hijau cemerlang dan rambut hitam panjang yang lurus menutupi seluruh punggungnya.

“Ah, aku.. aku datang dari pintu itu,” jawabku tergagap.

“Hey kau bisa membuka pintu itu?” jawabnya antusias. Aku mengangguk sebagai jawaban.

Ia lantas menarik tanganku semakin mendekat ke tempat itu. Ia berseru girang memberitahu kepada setiap orang yang kami temui bahwa aku berasal dari pintu tua di ujung sana. Mereka tampak antusias menyambutku dengan gembira dan menyalamiku seolah aku adalah seorang pemenang lomba berburu atau apa. Aku hanya membuka sebuah pintu tua di rumah keluarga tempatku bekerja apa yang istimewa?

Aku dibawa bertemu dengan seorang laki-laki paruh baya yang kurasa sebagai seorang kepala suku disini. Ia terlihat gagah dengan perawakan tegap berotot dan rambut cokelatnya diikat kuda. Jubahnya berkibar saat ia melangkah tampak berwibawa sekali.

Ia menjabat tanganku erat lantas memintaku untuk bergabung dalam acara makan malam bersama. Gadis yang sedari tadi menggamit lenganku tampak antusias. Kami berjalan ke bagian tengah bangunan itu dan aku makin tercengang saat melihat betapa ramainya tempat itu lengkap dengan berbagai hidangan enak yang tersaji diatas meja.

Tak lama acara pesta dimulai dan kami menari, bernyanyi, berdansa dan makan bersama, gadis itu memperkenalkan aku pada semua orang yang selalu memberikan respon yang sama setiap kali mengetahui aku berasal dari pintu tua di ujung sana.

“Apa hebatnya pintu itu?” aku bertanya saat sepertinya aku berhasil berkenalan dengan semua orang yang ada disana.

“Hey, pintu itu adalah pintu ajaib ke dunia manusia. Bukan sembarang orang yang bisa membuka pintu itu. Dan yah kami memanggilnya pintu datang dan pergi sesaat pintu itu ada disana lalu sekejap ia menghilang dan akan muncul lagi entah dimana dan kapan,”

“Lantas kalian apakah bukan manusia?”

“Kami menyebut diri kami sebagai Hunter. Secara fisik kami memang seperti manusia biasa tapi kami dianugerahi kekuatan fisik dan kemampuan berkomunikasi dengan alam,”

“Wow, itu hebat sekali,” seruku terkagum.

“Yahh aku setuju dengan pendapatmu, tapi mari kita berpesta,” gadis itu sekali lagi menggamit tanganku menuju tengah pesta.

Aku benar-benar diatas angin rasanya, orang-orang disini memperlakukanku bak seorang puteri. Menyajikan makanan enak di atas mejaku, memberiku pakaian bagus, menanyakan apa yang aku inginkan dan tak lama mereka memberikannya dengan mudah.

Aku sangat senang, bahagia sekali rasanya mendapat kawan dan berbagai hal yang selama ini aku impikan. Rasanya aku tak mau kembali. Tapi aku tersadar sesuatu.

“ Dan yah kami memanggilnya pintu datang dan pergi sesaat pintu itu ada disana lalu sekejap ia menghilang dan akan muncul lagi entah dimana dan kapan,”

Artinya, bisa saja pintu itu menghilang hari ini. Pesta masih berlangsung dengan meriah tapi aku harus segera pergi. Aku lantas segera menyeruak keluar dari kerumunan berusaha mencari jalan keluar.

“Hey, kau mau kemana?” gadis tadi akhirnya menemukanku diluar kerumunan orang yang masih asyik menyanyi dan menari.

“Aku ingat kau bilang pintu itu bisa menghilang kapan saja bukan? Aku harus segera kembali sebelum pintu itu tidak ada disan lagi,” ucapku cepat.

“Kau tidak suka tinggal disini?”

“Oh tentu saja aku suka, tapi aku harus segera kembali atau aku akan dapat masalah,”

“Baiklah,” segera saja ia menarikku keluar dengan cepat melewati beberapa lorong dan berakhir di sebuah pintu besar yang membawa kami keluar.

Hari sudah malam dan aku semakin panic. Cahaya bulan purnama terpantul di beberapa daun yang mengembun. Kami berdua lari dengan kencang kea rah pintu tua tadi. Aku menghela napas lega saat pintu itu masih di posisinya semula.

“Jadi, kita berpisah disini?”

Aku mengangguk dan mendapati gadis itu tampak kecewa.

“Aku harap kita akan bertemu lagi,” jawabku sungguh-sungguh.

“Oh tentu saja. Harus malah. Aku akan mengajakmu berburu jika kau berkunjung,”
“Dengan senang hati,” jawabku sambil terkekeh pelan.

“Tapi jika kau menemukan pintunya lagi,” jawabnya yang lagi-lagi menunjukan wajah murung.

“Aku akan mencarinya, pasti. Aku akan berkunjung kapan-kapan,” jawabku berusaha meyakinkan.

Kami berpelukan sesaat lantas melangkah menarik pintu kayu tua itu. Terdengar suara derit pintu kayu tua. Pintu itu terbuka sedikit tapi cukup untuk aku lewat. Aku melangkah hendak melewati pintu itu saat aku kembali menoleh dan bertanya.

“Ngomong-ngomong siapa namamu?” tanyaku lagi

“Aurora, kau bisa memanggilku begitu,”
Aku tersenyum nama yang sangat indah aku akan memngingatnya. Lantas aku mengangguk singkat dan melangkah melewati pintu tua itu. Kulihat sesaat Aurora melambaikan tangan dan aku segera menutup pintu rapat.

Aku terkejut, saat aku keluar aku kembali ke taman dan kembali ke waktu yang sama saat aku masuk. Padahal aku sudah pergi selama berjam-jam. Kulihat posisi sapu dan serok yang kutinggalkan masih sama. Lantas aku menoleh kearah pintu tua dibelakangku dan betapa terkejutnya aku saat pintu itu sudah menghilang.

THE END

Selenophile [END]Where stories live. Discover now