18. THUNDERSTORMS

14 7 0
                                    

Hari pertama masuk sekolah pasca libur tahun baru kami menikmati suasana kelas pagi itu dengan duduk di bangku dekat jendela yang menghadap keluar. Aku, Ray dan Cyrano dua sahabatku sedang asyik membicarakan bagaimana masing-masing dari kami menghabiskan liburan bersama keluarga. Cuaca cerah diluar tampak langit biru dengan beberapa awan tipis yang melintas serta danau besar diluar bangunan sekolah tampak berkilau dengan beberapa burung melintas diatasnya.

Suasana kelas kian ramai, beberapa anak membentuk kumpulan untuk membicarakan masalah mereka masing-masing. Suasa sekolah kembali hidup saat surat-surat jadwal dan daftar perlengkapan semester ini berterbangan menuju pemilik masing-masing.

"Pengelompokkan kekuatan?" Cyrano membuka suara tak lama setelah ia membuka amplop dan membaca lembaran didalamnya.

"Ini sudah tahun kedua disekolah. Kurasa mereka ingin kita menguasai pengendalian penuh kekuatan masing-masing," Ray membalas dengan tenang.

Kedua sahabat laki-lakiku ini merupakan dua orang dengan karakter yang cukup bertolak belakang. Cyrano dengan tipe ramah dan hangat, mudah berbaur dan senang menjadi pusat perhatian berkebalikan dengan Ray yang lebih kalem, tenang dan tidak terlalu suka keramaian. Hal yang membuat mereka sama adalah sama-sama tampan, pintar dan digemari banyak murid perempuan.

"Ah! Bagaimana ini? Kekuatanku termasuk reflex aku pasti kesulitan mengontrolnya," ucapku agak khawatir.

"Yah, dengan perubahan mood mu yang sangat cepat bukan hal yang mudah mengontrol kekuatanmu yang terang-terangan itu," balas Cyrano membuatku mendelik. Dia sama sekali tidak membantu.

"Tidak usah dipikirkan, lihatlah kau membuat cuaca hari ini mendung. Kau pasti bisa mengendalikannya percayalah," Ray menepuk pundakku menghantarkan rasa hangat yang membuatku tenang.

Dia benar, untuk sesaat aku sempat membuat cuaca di luar mendung, tapi syukurlah suasana hatiku lekas membaik karena Ray. Kekuatannya sangat membantu.

Ray dengan kekuatan telekinetiknya ia memiliki control yang bagus, bahkan level kekuatannya cukup untuk membantu mengontrol suasana hati. Cyrano dengan kekuatanya merubah bentuk itu juga sebuah kemampuan yang terkontrol dengan baik ditambah kadang-kadang idenya suka kelewat batas yang membuat orang lain tidak habis pikir.

Sementara aku, kunci utama kekuatanku adalah suasana hati yang terkontrol. Ayolah seandaunya aku punya kekuatan yang lebih baik yang tidak bergantung pada suasan hati atau mood. Aku bersyukur memiliki dua sahabat yang selalu membantu kekuatanku tetap terkontrol tapi itu tidak mudah. Yahh menjadi murid perempuan yang kepalang beruntung memiliki dua sahabat primadona sekolah sekaligus tak sedikit orang yang iri denganku.

Entah karena aku memang tidak cocok dengan orang lain atau mereka berdua yang kurasa sudah cukup menjadi temanku disekolah, aku tidak bisa lepas dari mereka berdua selain ke toilet dan asrama.

"Lihatlah, si tuan putri sedang lepas dari pangerannya," seseorang terdengar sinis menatpku dari balik cermin saat aku sedang di toilet. aku menghela napas kasar fans berat mereka lagi.

"Berhentilah bersikap dingin dasar wanita rakus!" ucapnya diiringi tawa dari dua temannya.

"Aku yakin dia menggunakan sihir atau ramuan tertentu sampai-sampai Ray dan Cyrano terus-terusan disebelahnya,"

"Kau benar. Kudengar bahkan saat mereka berada didunia manusia Ray bahkan sampai mengunjungi rumahnya. Sudah pasti itu sihir yang amat kuat,"

"Apa menurutmu itu termasuk sihir hitam?"

Terus saja mereka mengoceh ini dan itu. Mengatakan segala kebohongan tanpa tahu faktanya. Aku berusaha menahan emosi, jangan sampai cuaca hari ini berubah mendadak itu akan terang-terangan sekali kalau aku sedang marah.

Aku berjalan hendak keluar dari kamar mandi perempuan setelah urusanku selesai , tapi sayangnya tiga perempuan pencari masalah ini tampaknya belum ingin mengakhiri aksi menyebalkan mereka.

"Kau ingin menghindar huh?!" seseorang mencegahku lewat.

"Kenapa buru-buru sekali? Kau takut ketahuan? Atau semua ucapan kami itu benar?"

"Aku merasa tidak perlu mengurusi orang yang tidak penting seperti kalian. Pergilah dan urus saja hidup kalian sendiri," ucapku berusaha dengan nada setenang mungkin.

"Lihatlah, si putri tamak kita ini kelihatannya ingin cepat pergi dari sini. Aku tahu kau ingin segera bertemu dengan mereka berdua kan? Kau ketakutan tidak ada yang bisa melindungimu bukan? Kedua pangeranmu itu tidak bisa datang ke kamar mandi perempuan. Huh! Kau lemah sekali,"

Mendengar itu emosi yang sedaritadi kutahan akhirnya tak terbendung juga. Mereka memancing badai, maka aku akan memberikan badai pada mereka. Aku menatap mereka tajam, mengumpulkan semua emosiku dan berkonsentrasi membuat awan hitam pekat dilangit.

Samar-samar terdengar suara gemuruh diikuti sambaran kilat yang makin lama terdengar makin keras. Angina berdesir kencang membawa hawa dingin menusuk kulit yang membuat mereka bertiga bergidik sesaat. Lantas tanpa berkata-kata mereka keluar meninggalkan toilet perempuan.

Beberapa saat setelah itu, aku mengikuti mereka keluar. Lorong tampak sepi, langit cerah seketika menjadi kelabu gelap dengan sambaran kilat. Beberapa detik setelah konsentrasi tetesan air hujan turun dengan ganas bersama tiupan angina kencang membuat beberapa benda berterbangan tak tentu arah.

Sontak saja, suasana menjadi semakin panic. Bukan hanya tiga anak itu yang ketakutan tapi hampir seluruh sekolah. Tanaman-tanaman berterbangan bersama pot mereka menimpa tembok, memecah kaca juga buku-buku dalam ruangan terbawa angina badai. Kilat terus menyambar bersama dentuman dan suara gemuruh yang kian menggelegar.

Aku berjalan mengikuti langkah mereka bertiga yang kini tampak berlari ketakutan. Kekuatanku tidak mudah dikontrol terutama juka sedang dalam suasana hati yang buruk begini. Beberapa guru dan teman mencoba menghentikanku tapi sayangnya gagal.

Suasana semakin kacau karena saat ini aku tak sengaja membuat angina topan yang pusarannya cukup kuat membuat seisi sekolah kacau balau. Orang-orang berhamburan melindungi mereka dari benda-benda yang berterbangan. Beberapa menggunakan kekuatan mereka untuk menghalau pohon yang berhasil lolos dari tanah dan hendak menimpa sekolah. Hujan badai kian deras dan suara petir bertambah kencang.

Aku mengacungkan kedua tanganku kearah mereka bertiga yang kini saling berpelukan ketakutan tak tau lagi cara untuk melawan. Saat aku hendak mengarahkan petir kearah mereka kurasakan tepukan pelan dikedua bahuku membuat rasa hangat dan tenang mengalir, suasan hatiku lekas membaik.

Aku menurunkan kedua lenganku, menoleh menatap kedua sahabatku yang tampak terengah-engah. Mereka menarik napas lega karena sedikit saja mereka terlambat, bisa jadi ketiga perempuan itu sudah gosong tersambar petir.

"Kau harus berhati-hati dengan kekuatanmu, kau tahu?" Cyrano membuka suara sambil terengah-engah.

"Kau bisa saja membunuh satu sekolah dasar bocah!" masih dengan napas tersengal ia berusaha menumpahkan kekesalannya padaku.

"Maaf, aku hanya kesal mereka terus memancingku," ucapku membalas.

"Sudahlah. Kau harus banyak berlatih setelah ini. Bersyukur dan Cyrano datang tepat waktu," Ray menengahi.

"Kuharap kau belajar dari kejadian ini. Jika ada yang menggagumu lagi kau bisa bilang pada kami. Kau mengerti kan?"

Aku mengangguk. Seperti biasa Ray selalu bisa menenangkanku. Yah, badai mengerikan itu berlalu dengan cepat, hanya saja masalah yang kutimbulkan membuatku harus dihukum dan diisolasi serta mengalami masa percobaan selama tiga bulan. Bukan hanya itu, kedua orangtuaku sudah pasti akan menemukan surat yang mendarang lewat cerobong asap rumah mengetahui putri mereka membuat masalah di sekolah.

Aku menghela napas lelah, menyesali suasan hatiku yang sulit ku control tanpa bantuan kedua sahabatku hingga aku membuat masalah ini. Kurasa aku memang tidak akan mudah menjadi murid dengan kehidupan yang tenang sampai kami bertiga lulus nanti.

THE END

Selenophile [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang