2. ALBATROSS

50 16 1
                                    

Namaku Ache, agak sulit diucapkan memang. Beberapa orang ditempat tinggalku memanggilku dengan cara sederhana seperti As atau Eis. Aku tinggal disebuah desa bernama Osaen. Sebuah pemukiman yang seluruhnya berada diatas permukaan laut. Suku kami dikenal dengan istilah Albatross. Bukan tanpa alasan kami tinggal diatas permukaan laut bukan di sebuah pulau indah dengan banyak pohon rindang dan berbagai hewan didalamnya.

Well, mulanya tempat tinggal kami adalah pulau biasa seperti suku lainnya. Terdiri dari hamparan hijau rerumputan, hutan rindang dan berbagai macam tumbuhan lainnya. Sayangnya tidak ada satupun hewan daratan yang kami temui seperti kumpulan mamalia atau segerombolan burung migrasi. Satu-satunya hewan yang dapat kami jumpai hanyalah Elang laut.

Kami bukanlah suku yang menetap, setiap tahunnya kami akan berpindah setidaknya satu mil dari tempat tinggal kami sebelumnya. Setiap siklus tiga tahun sekali pulau kami akan muncul ke permukaan selama setidaknya enam bulan dan akan kembali tenggelam menunggu tiga tahun berikutnya. Bagaimana itu bisa terjadi? Sebenarnya Osaen adalah sebutan bagi kura-kura purba raksasa yang memiliki ukuran setara sebuah pulau. Itulah mengapa seolah-olah kami hidup ditengah lautan, karena si kura-kura sedang menenggelamkan diri dan akan muncul ke permukaan saat siklusnya tiba.

Penduduk Osaen memiliki kemampuan berenang yang hebat, terbiasa berburu dalam air sejak kecil, kami bahkan mampu mempertajam penglihatan kami dalam gelap. Jika bosan dengan tangkapan hasil laut, mata kami akan awas menatap langit menunggu burung migrasi lewat dan dengan sigap membidik mereka menggunakan panah-panah tajam. Kami tidak pernah kekurangan makanan, juga air.

Jika hujan tidak turun, maka menguapkan air laut menjadi alternative terbaik, jika Osaen sedang muncul keatas permukaan maka kami akan mengambilnya dari sungai-sungai kecil. Tak jarang Osaen akan muncul didekat pulau-pulau berpenghuni, dari sanalah kami menukarkan hasil buruan kami dengan bahan makanan lain untuk kebutuhan selama berbulan-bulan kedepan.

Albatross, begitulah suku kami dikenal oleh banyak orang. Artinya Elang laut, penjaga samudera, pengintai. Bukan tanpa alasan mereka memanggil kami demikian. Selain memiliki kemampuan fisik yang kuat, mata yang tajam kami tak jarang ikut memerangi kawanan bajak laut yang sering merebut wilayah tanpa izin. Dengan Osaen yang berpindah-pindah maka kami membantu bukan hanya satu dua wilayah tapi mungkin ratusan pulau-pulau berpenghuni lainnya.

Sejak zaman nenek moyang, suku kami memang sudah tinggal diatas Osaen. Menjelajah samudera luas mengelilingi dunia, dan bertempur melawan bajak laut yang kerap merompak. Hanya ada satu kelompok bajak laut yang membuat kami ngeri, kawanan perompak haus darah dan tak kenal ampun. Senang membunuh, dan selalu meninggalkan jejak pertempuran berupa kobaran api seluas kampung penduduk yang mereka rampok. Kami menyebut mereka Buccaneer.

"Ada apa Ache? Kau baik-baik saja?" Marina, sahabat karibku itu tengah berdiri disampingku. Wajahnya cantik dengan rambut lurus hitam dan mata hazel dengan kulitnya yang kecokelatan ditambah tubuh ramping dan perawakan yang cukup tinggi. Aku berani bertaruh ia adalah gadis paling cantik di seluruh lauran.

" Tidak ada, aku hanya sedang berpikir," jawabku jujur.

" Kau tidak sedang memikirkan Buccaneer bukan? Kau selalu berdiri dipinggiran kampung menatap kosong kea rah lautan seolah takut sebuah kapal akan datang dan menyerang kita,"

Telak sekali perkataannya. Aku hanya diam, dalam hati mengiyakan perkatakaan sahabatku ini. Entah apa yang menggangguku tapi bukan hanya Buccaneer saja yang aku takutkan.

" Ayolah Ache, cheer up! Kau sudah jarang bermain bersama kami, lebih sering berdiri melamun dipinggiran desa seperti saat ini. Lagipula Buccaneer sudah lebih dari sepuluh tahun tidak pernah terlihat,"

Selenophile [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt