14. CORNISH PIXIES

13 9 0
                                    

Suatu malam ditengah musim semi yang hangat desa kami dirundung ketakutan oleh gerombolan monster imut dan lucu namun mematikan yang kami sebut dengan Cornish Pixies. Salah satu makhluk ajaib yang hidup di hutan terlarang dekat desa, mendadak keluar dan menyerang orang-orang yang berada didekat mereka.

Awal mula serangan para Pixies terjadi saat tak sengaja kami mendengar suara dentuman keras dari tengah hutan. Lalu, seketika gerombolan makhluk kecil berwarna biru dengan sayap berterbangan dan merusak kebun milik penduduk, menyerang orang-orang, kadang sampai masuk kedalam rumah dan membuat seisinya berantakan.

Belum ada yang mengetahui pasti penyebab para pixie ini keluar dari hutan dan sumber suara dentuman keras yang sempat kami dengar. Tapi satu hal yang kami tahu pasti, itu bukanlah hal yang baik. Aku duduk bersila dikarpet ruang keluarga menatap ke jendela yang kini menampakkan bulan yang berbentuk setengah lingkaran dan awan kelabu yang sesekali menutupi.

"Kapan kita akan keluar dari situasi ini? Jika para pixie terus menyerang rumah dan kebun kita musim semi ini akan ada kelaparan," ucap ibu dengan gelisah.

" Entahlah, situasi ini tidak dapat kita prediksi," sahut ayah yang membuat ibu terdengar menghela napas gusar.

"Ayah, kenapa tidak kita bunuh saja mereka? Atau kita tangkap, Kita jual akan membantu mengganti kerugian kebun kita," ucapku ikut masuk dalam percakapan.

" Pixie adalah makhluk langka yang ajaib Nak. Mereka memiliki kekuatan yang luar biasa. Bahkan dua pixie saja bisa mengangkat orang sebesar ayah,"

" Ayahmu benar, mereka tidak mudah ditaklukan. Jika mereka mengamuk bukan tidak mungkin desa kita akan hancur dalam semalam," ibuku menjawab.

Aku diam kembali menatap kaca jendela yang menampilkan bulan yang sedikit ditutupi awan kelabu. Bagaimana cara menghalau para pixie itu?

Tak lama berselang terdengar suara kepakan sayap yang sepertinya bukan hanya satu atau dua mereka ada puluhan atau bahkan mungkin ratusan. Aku dan kedua orangtuaku langsung memasang posisi siaga bersiap untuk kemungkinan yang akan terjadi berikutnya.

Benar saja, tanpa aba-aba para pixie itu melesat masuk kerumah, memecahkan kaca-kaca jendela dan menghancurkan semua yang ada didalam rumah. Tak pelak kami juga terkena serangan mereka. Meskipun mereka berukuran kecil hanya sebesar kepalan tangan tapi tangan-tangan mungil mereka bisa menimbulkan cakaran yang cukup dalam dan perih terlebih jumlahnya mencapai ratusan.

Jika mendengar keributan yang amat keras disekitar kami bukan tidak mungkin para pixie ini menyerang semua rumah yang ada di desa. Kami berhamburan keluar rumah tak mampu menghalau serangan para pixie yang menggila ini.

" Benar, keluarlah kalian semua para menduduk lemah," Suara seorang wanita membuatku menoleh penasaran.

Ia adalah wanita misterius dengan jubah panjang dan tudung yang menutupi wajahnya. Ditangannya tampak sebuah tongkat besi dengan ujung runcing seperti tombak dengan batu seperti Kristal berwarna biru menyala terang. Dibelakang kami para pixie itu masih "asyik" mengacak-acak seisi rumah. Tampak semua orang keluar dari rumah mereka dan menatap sama penasarannya pada wanita aneh tadi.

"Siapa Kau?"

Wanita itu tersenyum miring.

"Aku Sashi, dan aku adalah tuan kalian," lantas beberapa diantara kami tertawa.

"Wahai nona, apa gerangan kau mengatakan demikian?' Tetua desa kami buka suara.

"Aku bisa mengendalikan pixies dan melindungi kalian. Menjaga kebun kalian tetap subur tanpa hama dan memastikan rumah kalian tetap aman," ucapnya yakin.

"Jika benar begitu kenapa tidak kau buktikan pada kami?"

"Mudah saja," lantas wanita itu mengangkat tongkatnya dan memutarnya diudara membuat para pixie yang sedar tadi sibuk menghancurkan rumah penduduk berkumpul kearahnya dengan tenang.

Aneh! Seperti mereka sedang dikendalikan atau semacamnya.

"Lihatlah! Kekuatanku akan sangat berguna untuk kalian. Tunduklah padaku dan aku akan memberikan apa yang kalian inginkan,"

"Bagaimana jika kami tidak mau?" seseorang berkata membuat wanita itu menatapnya tajam. Dengan sekali gerakan tongkat wanita itu teracung kearahnya dan segera para pixie terbang kearahnya. Aku tidak akan menceritakan pada kalian bagaimana mengerikannya kondisi orang itu.

Melihat hal itu, kami semua terdiam ketakutan. Tapi aku terpikirkan sesuatu, perlahan aku menarik lengan ayahku dan membisikkan sesuatu.

"Tidak ada salahnya dicoba nak," bisik ayahku dan perlahan ia mengendap-endap meninggalkan barisan.

"Wahai nona, kau sungguh hebat," ucapku maju ke barisan."Tapi bagaimana caramu memulihkan kembali tanaman kami yang rusak di kebun?"

Sesaat wanita itu menatpkau sambil tersenyum mengejek.

"Kau meremehkanku gadis muda. Sebaiknya kau menyesal setelah ini," ucapnya mendesis.

Aku menelan ludah sedikit was-was aku melirik kearah barisan. Ayahku sudah kembali dan ia mengangguk sekilas sebagai kode persiapan telah selesai.

Wanita itu mengacungkan tongkatnya kearah tanaman di salah rumah dan muncul cahaya vbiru treang dan seketika tanaman yang semula hancur dan layu kembali tumbuh segar. Aku menatap kejadian itu takjub, tapi tetap saja menakutkan.

"Bagaimana gadis kecil?" ucapnya menantang.

"Baiklah. Kuakui kau memang hebat nona. Tapi, apakah kau bisa memperbaiki rumah kami juga?"

"Kau sedang mengujiku gadis kecil? Huh?!" ucapnya terpancing emosi.

"Tentu tidak nona yang luar biasa. Tapi untuk mengangkatmu sebagai pemimpin kami, haruslah kau mendapatkan kepercayaan dari kami. Bukankah seorang pemimpin itu tidak dilandasi rasa takut oleh rakyatnya?" jawabku dengan nada setenang mungkin.

Wanita itu sedikit menggeram, lantas mengankat tongkatnya keudara, merapal mantera yang tidak bisa kupahami lantas cahaya biru seperti kilat melesat kearah rumah-rumah warga yang rusak. Beberapa saat kemuadian rumah kami sudah kembali sedia kala.

"Sekarang bagaimana? Kau puas gadis kecil?" ucap wanita itu terengah. Sepertinya mengeluarkan kekuatan sebesar itu membuat tenaganya terkuras habis.

"Baiklah, kau benar kau memang bisa melindungi kami dengan kekuatan ajaibmu itu. Tapi apakah kau bisa melakukan sihir dengan tangan kosong?"

Mendengar pertanyaanku, wanita itu mendelik ganas.

"Sudah Cukup! Berhenti mempermainkanku gadis lemah!" Ucapnya geram sambil mengacungkan tongkatnya keatas dan menimbulkan suara dentuman keras seperti kembang api raksasa dilangit.

Aku menelan ludah, seperti yang aku perkirakan. Wanita itu mengacungkan tongkatnya ke arahku sambil merapal mantera membuatku menutup mata ketakutan. Sebelum mantra wanita itu selesai diucapkan terdengar suara nyaring.

TANG!

Lantas suara benda menggelinding ditanah membuatku membuka mata.

"Tidaak!!" wanita itu berteriak histeris melihat tongkatnya terbagi menjadi dua. Didepanku tampak ayah dengan kapaknya berhasil memotong tongkat besi itu dengan mudah.

Tak lama berselang para pixie tampak mengganas kembali dan menyerang wanita itu dengan brutal. Mereka membawanya kedalam hutan terlarang sementara suara teriakan minta tolong terdengar semakin jauh dan lama-lama menghilang.

Aku memluk ayah dengan perasaan lega. Suara sorakan terdengar dari penduduk desa disertai tepuk tangan penuh rasa senang.

"Perkiraanmu benar nak. Tongkat itu adalah sumber kekuatan yang harus dikalahkan, kau memang pandai," ucap ayahku bangga.

THE END

A/N :

Enjoy to read guys!!

Selenophile [END]Where stories live. Discover now