30|| Don't Blame Yourself

Start from the beginning
                                    

"Nanti, Pa. Ada sesuatu yang harus Tara sampaikan ke Papa." Tara terlihat ragu untuk meminta pada keadaan seperti ini.

"Apa, Sayang? Bicaralah." Hendra menyudahi fokusnya merawat sang istri. Pria itu menoleh seraya mengusap lembut pipi anaknya. Tersenyum sendu mendapati perubahan pada diri Tara. Ia cukup peka menemukan perubahan pada anaknya. Tidak secerah dulu lagi pancaran kebahagiaan di mata Tara. Tubuhnya memang tidak banyak kehilangan berat badannya, tapi senyum dan tawa gadis itu banyak menghilang. Matanya yang bengkak sebagai bukti banyaknya tangis yang keluar. Ia merasa buruk untuk semua ini.

Tara menyerahkan surat undangan dari sekolahnya kepada Hendra. "Besok pagi adalah hari pengambilan raport. Papa bisa hadirkan?" Tara mengigit bibir bagian dalamnya bersiap menerima apapun jawaban sang Papa.

Hendra tidak bisa langsung mengiyakan permintaan putrinya kali ini. Selama ini, ada Estu yang selalu terjun langsung dalam dunia pendidikan anaknya sementara dia berkutat mengais pendapatan untuk menafkahi keluarganya.

Hendra memang cuti dari terjun langsung ke lokasi proyek pembangunan yang tengah tim-nya garap, tapi posisinya sebagai mandor tidak membebaskan dirinya penuh dari pekerjaan. Ia tetap harus mengerjakan laporan, memutar otaknya untuk masalah yang ditanganinya dan terkadang terpaksa datang langsung untuk membantu. Dan besok adalah hari dimana ia harus tiba untuk meninjau pekerjaan bawahannya.

"Papa tidak bisa janji sama Tara, tapi akan Papa usahakan." Sungguh, menjalani tanggung jawab sebagai orangtua tanpa dibantu Estu cukup sulit baginya. Ia membutuhkan istrinya untuk segera melengkapinya kembali.

"Biar aku saja lah yang datang ke sekolahan. Cuma ambil raport doang, 'kan? Tidak ada teguran untuk pelanggaran yang kau lakukan di sekolah, 'kan?" Bibinya buka suara menawarkan dirinya.

Tara dan Hendra menatap ragu ke arahnya. "Bagaimana, Sayang?" Jujur saja, Hendra juga membutuhkan keberadaan orang lain untuk menolong kondisinya saat ini. Begitulah manusia, sekuat apapun ia mencoba bertarung sendirian, ia tetap butuh orang untuk menolongnya kala terluka.

"Asal Bibi tidak keberatan," jawab Tara tidak juga ingin membebani Papanya lebih banyak lagi.

"Besok jam berapa?" Tanya Tiwi yang sepertinya memang tidak keberatan meski hanya setengah-setengah niat wanita itu untuk menolongnya.

"Jam setengah sembilan, Bi."

" Ya, sudah. Besok aku datang."

Sebelumnya Tara tidak pernah sekhawatir ini jika harus meminta walinya datang ke sekolah. Mamanya selalu siap mendukung segala program pembelajarannya. Tidak terlalu terbiasa saja dirinya dengan kondisi ini.

"Terimakasih, Bi," ucapan terimakasihnya hanya berbalas anggukan singkat dari bibinya.

Tara menghela nafasnya mengeluarkan sedikit beban mengganjal berat rongga dadanya. "Kalau begitu, Tara pergi membersihkan diri dulu, Pa."

Manusia yang terbuat dari tanah membutuhkan air untuk sekedar menolongnya agar tetap pada komposisi yang tepat. Ia butuh mandi untuk membersihkan tubuhnya dari kelelahan dan penyakit yang selalu datang tanpa ia minta. Mungkin mandi juga bisa memenangkan pikirannya sedikit. Apalagi saat ia merenung di bawah guyuran air dan menangis tersedu-sedu tanpa khawatir ada orang yang mengetahuinya.

•  •  •

Hari ini suasana SMA Wijaya Kusuma lebih ramai dari biasanya. Hadirnya wali murid untuk pengambilan raport sudah banyak memenuhi isi kelas. Sebagaimana diketahui  bahwa guru ialah orangtua ke-dua bagi para murid, sangatlah penting untuk menjalin kerjasama dan pertemuan sesekali dengan wali murid yang sebenarnya demi terciptanya keselarasan membentuk anak menjadi pribadi yang lebih baik.

Tubby, I Love You! (Selesai)Where stories live. Discover now