3|| Limitation

403 138 69
                                    

Happy reading!


'Jika sedetik saja adalah waktu yang bisa membuatku menjatuhkan hati padamu, maka 10.000 jam patah hatiku adalah waktu yang masa izinnya masih berlaku membangun penjara ragu. '
~ Tara Aponi Beatrice.

Ruangan kamar berlatar belakang dinding warna merah jambu dengan stiker dinding menyala berbentuk bintang masih diterangi lampu LED dan juga lampu belajar yang memberi bantuan pencahayaan terhadap mata sipit itu memperjelas rentetan huruf yang terpampang di kertas bukunya.

Gerakan tangannya memegang pulpen yang ia tarikan pelan sesuai irama salah satu lagu kerohanian yang populer. Tara menutup matanya di balik lensa kacamata menghayati setiap bait lirik yang penuh makna mengalun lewat headphone. Hatiku Percaya. Hati Tara menghangat seperti ribuan kekuatan disalurkan ke hatinya.

Sudah lama lagu ini menemani waktunya menjalani kehidupan. Dan yang namanya suka menjadi alasan utama mengapa gadis itu tidak pernah bosan.

"Tara, Mama panggil dari tadi tidak ada turun kamu!" Estu masuk ke dalam kamar anak gadisnya yang tidak dikunci. Di tangganya menyangga nampan berisi segelas susu dan juga toples yang ditempati kacang atom.

Tara buru-buru berbalik seraya melepaskan headphones dari telinganya. Gadis itu tersenyum membuat matanya menyipit.

"Maaf, Ma. Tadi Tara sedang keasikan dengerin lagu." Estu menaruh nampan tersebut di ruang meja belajar yang kosong. Kemudian wanita dengan tubuh penuh itu berkacak pinggang.

" Gadis nakal. Kerjaanmu di kamar terus tidak membantu Mama buat kue."

Ini hanya dramatis orang tua saja. Tidak ada dalam kehidupan Tara dimana ia akan dimarahi orang tuanya kecuali saat ia berbohong atau berbuat melenceng dari norma. Bagi Estu sendiri Tara adalah permata yang Tuhan anugerahkan dalam keluarganya yang harus sekuat tenaga ia bahagiakan dan lindungi.

Selama ini juga didikannya berjalan baik tanpa adanya rintangan berarti. Kadang kala memang sifat manja Tara membuatnya sedikit heran, namun gadis itu tidak pernah menyakiti hatinya dengan cara menjadi durhaka.

"Aku tidak bisa menahan untuk tidak memakan kue-kue buatan Mama kalau melihat mereka semua nanti," keluh Tara yang memelas minta diberikan kemakluman.

Ibu dari anak tunggal itu mengisi hari-harinya selain menjadi ibu rumah tangga, ia juga menerima pesanan berbagai kue kering dalam jumlah terbatas yang ia buat sendiri di rumahnya. Sebenarnya, usaha kecil-kecilan Estu belum lama ini dimulai. Tara sendiri tidak mengerti kenapa ibundanya harus menjual kue-kue itu, padahal Ayah Tara yang bekerja sebagai mandor bangunan sudah lebih dari cukup menafkahi keluarga mereka. Terlebih lagi, Tara sendiri mampu menghabiskan banyak kue yang ibunya buat. Tentu saja rasanya enak karena Estu adalah wanita yang telaten melakukan eksperimen dapur.

"Banyak sekali alasan gadis ini. Oh, ya. Bagaimana dengan hari pertama sekolahmu tadi, nak? Apa itu menyenangkan? Apa kau mendapatkan kesusahan? Ada yang menganggumu, tidak? Apa kau nyaman di sana?"

Ribuan pertanyaan tanpa jeda dari Estu bukannya membuat Tara langsung menjawab, namun gadis itu bungkam dan berdecak kesal karena ibunya tidak memberikan kesempatan untuk menjawab.

"Slowly, mams. Everything is going well. "

"Ku lihat sejak tadi pulang sekolah kau tampak ceria, dear. Apa ada something special?" Estu sengaja menggoda Tara dengan menaik-turunkan alisnya. Feeling keibuannya bisa membaca sinaran kebahagiaan di wajah putrinya.

Tubby, I Love You! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang