"Bagaimana keadaannya?" tanya Ainsley dengan nafas yang tersengal-sengal.

"Dokter belum keluar, sahabat kamu baru saja masuk ke dalam. Hubungi orang tuanya juga, karena mereka harus mengetahui ini," jawab laki-laki itu.

Dengan tangan yang masih gemetar, Ainsley menekan nomor dari bundanya Darshan, butuh beberapa menit sampai akhirnya teleponnya di jawab.

"Assalamu'alaikum, nak. Ada apa, sayang?" tanya bunda.

Ainsley menutup mulutnya dengan tangannya agar tangisannya tidak terdengar oleh bunda dari sahabatnya itu. "Wa'alaikumussalam. Bunda, Dar-Darshan ke-kecelakaan." Ucap Ainsley.

"Ya Allah, Darshan. Terus, Darshan ada di rumah sakit apa dan di mana ruangannya, nak?" tanya bunda dengan khawatir.

Ainsley dengan kasar mengusap air mata yang ada di pipinya. "Di RSUP Fatmawati, ruangan IGD."

"Ya sudah, bunda akan ke sana. Berhentilah menangis, nak. Darshan akan memarahimu nanti jika dia tahu kau menangis, apalagi jika dia adalah alasan penyebab kau menangis," pinta bunda yang tahu bahwa dirinya sedang menangis.

"Iya. Bunda hati-hati di jalannya, ya. Assalamu'alaikum," jawab Ainsley.

"Wa'alaikumussalam." Sambungan telepon pun terputus.

"Maaf, nona. Karena, sebentar lagi keluarga dari sahabat nona akan datang, saya ingin pamit pergi dulu," tutur laki-laki yang telah membawa Darshan ke rumah sakit.

"Iya, mas. Saya ucapkan terima kasih, karena telah menolong sahabat saya, dan membawanya ke sini," balas Ainsley dengan tersenyum tipis.

"Iya, sama-sama. Permisi, assalamu'alaikum," ucap laki-laki itu.

"Wa'alaikumussalam," jawab Ainsley.

Ainsley duduk di kursi tunggu,mengusap wajahnya dengan kasar. "Kenapa dokter belum juga keluar, ini sudah hampir 20 menit."

Ainsley menyandarkan tubuhnya di sandaran tempat duduknya, dan memejamkan matanya. Kepalanya terasa sedikit pusing. Inilah akibatnya jika, ia terlalu lama menangis. Maka rasa sakit akan terasa olehnya.

Ainsley membuka matanya dan langsung berdiri, ketika pintu ruangan IGD telah di buka dari dalam. "Bagaimana keadaan sahabat saya dokter? Apa dia baik-baik saja?"

Ainsley menggelengkan kepalanya berulang kali dengan pelan, ketika melihat raut wajah dari dokter yang menangani sahabatnya.

"Benturan di kepalanya begitu keras, dan darah yang telah keluar begitu banyak. Kami sudah berusaha dengan sekuat tenaga. Namun, Allah berkehendak lain. Pasien telah meninggal," lirih dokter.

"Dokter bohong, kan?" tanya Ainsley dengan lirih.

Di saat Ainsley ingin masuk ke dalam ruangan IGD, kedua orang tua dari sahabatnya datang dengan berlari.

"Ainsley, bagaimana keadaan Darshan, nak?" tanya bunda dengan air mata yang mengalir di pipinya. Sedangkan ayah sahabatnya, hanya diam dengan mata yang berkaca-kaca.

"Tidak mungkin. Darshan sudah janji," gumam Ainsley dengan menggeleng-gelengkan kepalanya, tatapan matanya kosong.

Karena Ainsley tidak kunjung menjawab pertanyaannya, bunda menatap dokter yang berada di samping Ainsley.

"Dokter, bagaimana keadaan anak saya? Anak saya tidak kenapa-kenapa kan?" tanya bunda dengan tatapan berharap.

Dokter menarik napasnya dan mengembuskan nya dengan pelan. "Pasien telah meninggal dunia."

"Apa!! Tidak dokter, tidak mungkin. Anak saya tidak mungkin meninggalkan saya, dokter!!" teriak bunda dengan histeris.

Ayah langsung mendekati istrinya itu, dan memeluknya dengan erat, mengusap lembut punggung istrinya, air matanya yang sedari tadi ia tahan, akhirnya menetes. Keduanya berusaha saling menguatkan dan menopang tubuh masing-masing yang seketika terasa lemas, dengan pelukan yang lebih erat.

PARALYSED [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora