PART 23 - Selamat Tinggal

5.8K 625 192
                                    

Empat Tahun Kemudian



Gandhi tidak pernah menyangka bahwa ia akan mendatangi lagi tempat ini. Tempat yang menyimpan kenangannya akan pertemuannya dengan Ines. Ia melihat jajaran kursi yang berbaris dan beberapa terisi oleh tamu undangan yang sedang makan itu dengan ekspresi wajah yang tak bisa dijelaskan. Ia dan Ines bertemu untuk pertama kalinya di sini, tepat di kursi baris pertama paling pojok dan mereka mengobrol kecil namun berakhir dengan Gandhi yang menyukainya dan siapa sangka Ines juga merasakan hal yang sama dengannya.

Hari ini Gandhi datang ke sini dengan seseorang yang lain, yang tangannya melingkar di lengan Gandhi dengan mesra sejak mereka masuk ke dalam.

"Lo mau makan dulu apa kasih selamat dulu? Gue sih prefer makan dulu," katanya.

Gandhi tersenyum tipis, "Makan dulu aja, gue udah laper soalnya."

"Bukannya emang lo selalu laper ya?"

Gandhi tergelak, "Tempat kosong di perut gue banyak soalnya."

"Halah boy, alesannya nggak banget."

"Bodo ah," ledek Gandhi pada akhirnya.


****


Ines tersenyum pada barisan petugas catering yang berada di balik meja seraya melihat-lihat makanan yang ada di sana. Langkahnya terhenti saat mendengar tawa dari seseorang yang sangat ia kenal. Bahkan dengan lamanya waktu berlalu, Ines masih mengenali tawa khas yang dulu selalu ia dengar saat seseorang tengah menggodanya. Ia berbalik dan kakinya refleks mundur satu langkah saat menemukan Gandhi di sana—pria itu sedang memakan kambing guling seraya bercanda dengan seorang wanita cantik yang berada di sampingnya. Ah. Dia pasti pacarnya Gandhi kan?

Ines menelan ludah dengan berat, ia hendak berlalu dari sana namun tiba-tiba saja mata mereka bertatapan. Gandhi melihatnya dan mereka terjebak dalam tatapan satu sama lain. Ines membeku, begitu juga Gandhi yang terlihat sama di tempat duduknya. Satu hal yang ada dalam pikiran Ines saat ini adalah... ia harus mengalihkan tatapannya, pura-pura tak melihat Gandhi kemudian melanjutkan kegiatannya seolah-olah tak terjadi apa-apa selama beberapa menit terakhir, namun hatinya mendorong Ines melakukan hal yang lain. Ia menyunggingkan senyumnya pada Gandhi—sebuah senyuman yang dulu selalu Ines berikan kepadanya dalam keadaan apapun.

"Mamaaa!" sebuah suara menyadarkan Ines. Ia menoleh dan melihat seorang gadis kecil berlari ke arahnya. Langkah kecilnya yang terlihat masih goyah membuat Ines berlari kecil untuk menghampirinya dan meraih tubuhnya.

"Sayaaang, larinya pelan-pelan nanti Nimi jatoh," katanya.

Gadis kecil itu terkekeh, ia tidak menjawab ucapan Ines dan malah menghujani Ines dengan ciuman kecilnya. Tepat di hadapan seorang pria yang kini terdiam karena menyaksikan adegan yang tak pernah ia sangka sebelumnya. Kehadiran Ines di sini saja sudah membuatnya terkejut, belum lagi senyuman tiba-tiba Ines yang membuat sudut hati Gandhi terasa ngilu tiba-tiba tanpa ia sadari apa penyebabnya, dan sekarang... seorang gadis kecil yang memanggil Ines 'Mama.'

Ah... Ines sudah menikah ya?

"Kenapa lo?" sebuah pertanyaan terdengar oleh Gandhi. Menyadarkannya untuk kembali ke masa kini dan ia menoleh kemudian tersenyum, "Nggak apa-apa," katanya.

Pernikahan ImpianWhere stories live. Discover now