PART 21 - Like the Flowing Wind

3.6K 589 85
                                    

Pedihnya tanya yang tak terjawab

Mampu menjatuhkanku yang dikira tegar

Kau tepikan aku kau renggut mimpi

Yang dulu kita ukir bersama

Seolah aku tak pernah jadi bagian besar dalam hari-harimu

Seolah janji dan kata-kata yang tlah terucap kehilangan arti

(Raisa – Usai di sini)


-

-

-


"Ya udah. Kalau jawaban Gandhi kayak gitu, kamu paham sendiri kan maksudnya gimana? Sekarang terserah kamu. Kalau udah plong, ya udah. Beresin semuanya cukup sampe di sini, tapi kalau kamu masih ada yang ganjel. Kamu ungkapin aja semua hal yang pengen kamu ucapin sama Gandhi. Entah itu perasaan kamu selama sama dia, atau perasaan kamu yang sekarang."

Ines salut kepada dirinya sendiri karena masih bisa menyikapi semuanya dengan tenang. Tadi pagi memang terlalu kacau, perasaannya tak bisa dikontrol sama sekali sehingga Ines pun merasa emosinya diluar kendali. Berbeda dengan saat ini. Ia pulang ke rumah dalam keadaan baik-baik saja—setidaknya kelihatannya—dan gadis itu mengunci pintu kamarnya sejak tadi sementara ia sibuk dengan ponsel yang masih menempel di telinganya. Ines sedang mencoba menghubungi Gandhi tapi pria itu tak juga mengangkatnya.

Gadis itu memutuskan telpon. Ia mengirim Gandhi pesan, meminta pria itu untuk mengangkat telponnya. Lama Ines menunggu sampai akhirnya Gandhi membalas pesannya dan menelponnya lebih dulu.

"Halo..."

Kata 'sayang' dengan sapaan hangat yang selalu Gandhi ucapkan padanya kini menghilang, terganti dengan sapaan biasa dengan suara yang terasa jauh untuk Ines gapai. Padahal beberapa hari ini, suara Gandhi lah yang paling Ines rindukan. Ia tidak menyangka kalau suara ini pula lah yang membuat sudut hatinya ngilu karena kesakitan.


Like the flowing wind
I won't be able to catch you
Through the gap of my five fingers
You escaped
Flowing away somewhere far far away


"Hai. Aku mau clear in masalah kita tadi," ucap Ines. ia menelan ludahnya berkali-kali, mencoba memejamkan mata untuk menahan emosi. Tangannya juga terkepal erat sementara kepalanya menengadah berkali-kali, menahan air matanya agar tak jatuh menuruni pipi.

"Apa?" tanya Gandhi di sebrang sana.

Gan. Serius kamu mau putus sama aku?

"Hmm. Well, jujur aku bingung sih harus ngomong dari mana ke kamu. Eh sebentar, kamu ada waktu buat dengerin aku? Kalau nggak ada, mungkin aku bisa VN aja," ucap Ines.

"Aku free kok," sahut Gandhi. Ya sudah. Pertanyaannya sudah dijawab kan. Gandhi sudah ready.

"Oke. Sebelumnya aku cuman mau bilang. Thank you. Untuk waktu yang kita habiskan sama-sama, untuk semua hal yang pernah kita lalui sama-sama. Jujur, aku kaget waktu baca chat kamu soal kita break dulu, gimana ya. Aku sendiri mikir bahwa ini mungkin cara kamu mutusin aku secara nggak langsung, makanya kamu pake kata break alih-alih putus."

Tidak ada respon di sebrang sana, membuat sudut dalam hati Ines terasa semakin sakit.

Gan. Kamu nggak mau jawab aku gitu? Kamu gak mau bilang kalau semua ini Cuma bercandaan kamu? Kamu nggak akan kasih aku surprise atau lamaran dadakan gitu Gan? Please.

Pernikahan ImpianWhere stories live. Discover now