DUA PULUH ENAM

13.8K 2.5K 230
                                    

Hari Jumat!!!! Itu artinya Manal dan Ava datang lagi menemui kita. Gimana kabarmu? Semoga akhir pekanmu menyenangkan. Jangan lupa like dan komen bab ini yaaa. Love, Vihara(IG/Tiktok/FB/Karyakarsa ikavihara, WhatsApp 083155861228)

***

"Ava, you okay?" Manal menyentuh lengan Ava.

Irina dan Gian sudah melanjutkan perjalanan berkeliling gedung mencari Banan.

"Apa orang-orang yang tertawa itu nggak pernah menangis?" tanya Ava.

"Tentu saja mereka pernah menangis. Kalau seseorang tidak pernah bersedih, mereka tidak akan pernah bisa menghargai kebahagiaan." Manal tertawa dalam hati. Kenapa dia bisa mengatakan hal-hal bijak seperti ini? Benar-benar aneh. Sejak mendengarkan akad nikah Nella tadi pagi, tidak tahu kenapa hatinya mendadak menjadi lembut sekali.

"Ah, Addie telepon."

Manal memperhatikan Ava yang sedang bicara dengan adiknya melalui telepon. Boleh saja Ava mengatakan tidak lagi percaya pada cinta. Tetapi jelas Ava mencintai adiknya. Dan semua orang di sekitarnya. Kecuali Manal.

"Ayo kutemani mencari Addie." Manal kembali menggandeng tangan Ava.

Ava berjalan bersama Manal, sambil memikirkan makanan apa yang bisa dicicipi sebelum pulang, sampai ada wanita cantik dengan kebaya merah muda dan rok batik selutut menghentikan langkah mereka.

"Manal," sapa wanita itu dengan senyum lebar.

"Ayu. Sekarang balik ke sini lagi?" Manal menyalaminya. "Kenalkan ini, Ava. Va, ini teman sekolah Nella, dulu sering main ke rumah."

Ava salaman dengan wanita bernama Ayu itu. Yang ayu seperti namanya. Dalam hati Ava berani bersumpah wanita ini sedang berusaha keras menyembunyikan kekecewaan karena melihat Manal bersama Ava.

"Kirain setelah Disha, kamu masih ... Sorry, Nella cerita kamu putus sama Disha."

Manal tersenyum dan meremas jemari Ava. "Yang itu masa lalu. Yang ini masa depan."

Setelah Ayu bergabung dengan dua temannya, agak jauh dari tempat Ava berdiri, Ava tidak tahan untuk berkomentar, "Banyak cewek-cewek yang suka sama kamu...."

"Iresistible is my middle name." Manal memotong sambil tertawa.

"...kenapa kamu malah membuang-buang waktu bersamaku?" Bahkan di kantor, semua wanita seusia mereka dengan senang hati akan mengisi posisi yang ditinggalkan Disha. Manal tidak perlu bersusah-susah mendekati Ava seperti ini.

"Karena Ava, aku lebih tertarik pada wanita yang pura-pura nggak tertarik padaku."

"Pura-pura? Siapa yang pura-pura nggak tertarik sama kamu?" Ava menoleh cepat ke arah Manal yang berdiri di kanannya. "Maksudmu aku?"

"Ah, scratch it. Kamu bukan pura-pura nggak tertarik padaku. Tapi kamu berusaha untuk nggak tertarik padaku."

***

Demi apa pagi ini Ava ke kantor memakai kacamata? Kacamata besar dengan bingkai tebal berwarna hitam. Memang banyak pegawai memakai kacamata di gedung ini, tapi Manal tidak pernah tertarik untuk memandangi mereka. Ava dengan kacamatanya terlihat semakin seksi, benar-benar seksi, sangat seksi. Mana ini masih pagi, Manal menggerutu, menahan diri untuk tidak menarik Ava ke tangga darurat dan menciumnya sampai Ava kehabisan napas.

Pertama kali Manal melihat Ava hari ini, saat Manal masuk ke pantry, Ava sedang memegang secangkir kopi. Lalu Ava menempelkan cangkir tersebut ke bibir yang berwarna—Manal tidak tahu apa persisnya nama warna lipstik yang dipakai Ava—pink. Mata bulat Ava yang indah memandang tepat kepada Manal. Lalu Ava mengedipkan sebeluah mata. Tidak lupa, Ava juga melempar seulas senyum menggoda. Wanita itu benar-benar menghancurkan kewarasan Manal. Incredibly, undeniably, irreversibly NAUGHTY.

Sepasang Sepatu Untuk AvaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang