DUA PULUH DUA

13.6K 2.6K 206
                                    

Teman, apa kamu sudah baca novelku, The Dance of Love, yang baru saja mendapat penghargaan dari penerbit Elex Media? Karena kepercayaan kalian, The Dance of Love terpilih sebagai pemenang kategori WAJIB DIBACA/MUST READ! Yuk, baca. Bab 1-5 ada di wattpad yah.

Tinggalkan komentar untukku ya, jangan lupa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tinggalkan komentar untukku ya, jangan lupa. Komentarmu berarti untukku.

Love, Vihara(IG/TikTok/Karyakarsa ikavihara, Wahtsapp 083155861228)

***

Ini bukan pertanda baik. Tadi Manal menyangka Ava akan marah karena Manal belum juga meluruskan perkara status pacarana mereka kepada ibu Manal. Tetapi saat Manal bertanya apa itu masalah yang mengganggu Ava, Ava diam tidak menjawab. Alarm tanda bahaya di kepala Manal mulai bekerja pada detik itu juga. Tembok tinggi yang sebelumnya sudah dibangun Ava untuk membatasi kedekatan mereka, sekarang sudah dilengkapi pagar berduri. Malah mungkin dialiri listrik. Jadi Ava tidak perlu lagi repot-repot meneriaki Manal yang masuk tanpa izin. Risiko terluka ditanggung sendiri. Papan peringatannya masih sama; 'Dilarang mendekati dan memahami. Juga dilarang 'mendapatkan'.

Motor Manal berhenti di depan rumahnya dan Ava langsung turun. Manal membantu melepas helm dan meletakkan kedua helm di kursi teras.

"Relax, Ava. Orangtuaku menyukaimu. Kamu nggak perlu mengkhawatirkan apa-apa." Manal membimbing Ava masuk ke rumah. Bisa jadi Ava tertekan karena diminta melakukan hal yang tidak diinginkannya. Bertemu dengan keluarga Manal. Siapa juga yang tidak kesal kalau dihadapkan pada situasi seperti ini? Pacaran dengan resmi saja tidak, kok sudah dibawa ke hadapan orangtua.

"Oh, Lord!" Ava memekik kencang saat ujung sebuah pedang mengenai perutnya.

Balita laki-laki berkaus Batman, lengkap dengan sayap dan penutup mata, menghadang langkah Ava sambil mengacungkan pedang panjang mainan berwarna perak. Yang persis pedang sungguhan. Sepasang mata kecilnya terlihat dari dua lubang di kain hitam yang menutup separuh wajah atasnya.

Manal berjongkok di samping Gian. "Gian, bukan begitu cara laki-laki sejati memberi salam kepada seorang wanita." Dengan sekali entak, pedang plastik di tangan Gian terlepas. "Kamu harus salaman dan mencium tangannya, Gian."

Ava tersenyum dan ikut jongkok di depan anak berumur, kira-kira, tiga tahun itu sambil mengulurkan tangan kanan. Walaupun sedikit ragu-ragu, Gian menyalami Ava dan mencium punggung tangan Ava. Bahkan Gian memberi bonus dengan mencium pipi Ava.

"Tante suka Batman." Ava tertawa sambil menarik hidung Batman kecil yang sangat menggemaskan itu. Lalu mencium hidung mungilnya.

"Aku juga suka!" pekik Gian, lalu berbalik dan berlari masuk ke dalam rumah.

"He is adorable." Ava tersenyum.

Yes, adorable, Manal setuju. Ava—yang memakai cotton pants panjang warna putih dan jaket berwarna steady brown—juga sama. Ah-doh-rable. Dan seperti biasa, wangi. Wanginya seksi sekali dan berhasil membangkitkan semua setan yang sudah lama terkubur di dalam diri Manal. Kalau tidak ingat Manal sedang berada di rumah orangtuanya, Manal sudah menarik Ava ke pelukannya dan menciumnya saat ini juga.

Sepasang Sepatu Untuk AvaWhere stories live. Discover now