Chapter 29

2.4K 227 11
                                    

25 Juni 2021


•••

Xander melongo diam. "Excuse me?" Ia bukannya tak dengar, tetapi mencoba berusaha mencerna apa yang barusan wanitanya katakan.

"Iya, aku suka Brendon, dia ... mungkin bisa jadi sahabat kita berdua, kayak aku sama Noah, Fabian, Wulan, sama Deanna," jelas Jenna, mengusap puncak kepala suaminya dengan lembut. "See, kamu mungkin juga bakal punya sahabat, dan setelah sepuluh tahun ke depan, aku yakin sahabat-sahabatku juga bakalan nganggap kamu sahabat mereka."

Dan amarah Xander seketika luntur, ia sangat terharu dengan ungkapan istrinya hingga akhirnya air mata tak bisa ia bendung. Posisi pun dibaliknya, kini ia yang memeluk Jenna seraya menangis sesenggukan layaknya seorang anak yang merengek pada orang tuanya.

"Cup cup cup, Sayang. Ya udah aku bikinin susu, ya. Mau susu rasa apa?" tawar Jenna, Xander mendongak meski masih memeluk wanitanya itu.

"Mau susu pisang." Jenna mengusap kepalanya.

"Duduk oke? Biar aku bikinin. Kamu mau cemilan juga?" Xander melepaskan pelukan dan mengangguk antusias. Jenna tersenyum seraya mengusap sisa-sisa air mata Xander. "Sebentar, ya."

Xander menurut dengan baik, duduk di kursi yang tersedia di sana dan Jenna mulai menyiapkan makanan untuk mereka. Tersaji susu pisang, pancake, serta salad buah dengan beragam buah melimpah di sana dan ia berikan ke Xander dan dirinya. Mereka makan berdua dengan sesekali bermesraan.

"Mm ... Xander," panggil Jenna, dengan mulut penuh Xander mendongak menatap suaminya.

"Hm?" Xander berkata dengan mulutnya penuh dan cemong, Jenna tertawa, mengambil tisu dan membersihkan mulut Xander lebih dulu.

"Duh, kok bisa ke atas kepala sih Xander?" Jenna geli melihat cemongnya Xander hingga ke rambutnya. "Kamu kan baru mandi."

Xander hanya menyengir lebar, ia sudah menelan makanannya. "Ada apa, Jen? Keknya serius banget."

"Mm ...." Jenna agak bingung memulai. "Kira-kira kapan kita pulang, ya, Xander?"

"Pulang? Kenapa harus pulang? Kamu gak suka lagi di sini?" Harus Jenna akui, Jenna sangat suka di sini, sangat nyaman dan segar tanpa polusi udara, tetapi di sisi lain ... ia merindukan kota. "Kamu mau pulang, Jen?"

"Kamu tahu, kan, kita udah banyak dicariin tadi." Jenna menjawab, menghela napas, jujur ia tak rela pulang.

"Kita pulang pas aku selesai liburan aja, Jenna. Aku gak mau menghilangkan kesempatan aku sama kamu berdua. Aku capek kerja, Jen." Jenna dilema mendengar itu, ia sadar Xander sebenarnya supersibuk, tetapi kalau hampir setahunan begini ....

"Kamu ... ada urusan sama Brendon, kan? Kamu gak kasian sama dia yang udah bantu kita?" Xander terdiam, ia kasihan dengan pemuda itu, dan kini matanya menatap Jenna.

Melihat tatapan sendu Jenna, Xander sadar kesalahannya, hingga kini mengiba melihat Jenna. Ia tahu wanitanya dilema antara ingin menetap dan bersua dengan teman-temannya, sementara dia, ia akui terlalu egois. Mereka liburan cukup lama, membantu Brendon bukanlah masalah besar, meski demikian Xander tak rela meninggalkan surga ini.

Berbeda dengan Xander yang hanya perlu Jenna, Jenna perlu banyak orang di sekitarnya, dan masih banyak kebutuhan lain.

Xander menghela napas panjang. "Oke, kita pulang mungkin besok atau lusa." Jenna mendongak, menatap Xander yang terlihat tersenyum hangat padanya.

"Mm ... apa ... gak papa?" tanya Jenna, ia juga baru sadar keegoisannya sendiri, tetapi pilihan ini sebenarnya sulit. Janji adalah janji.

"Gak papa, masih banyak waktu buat kita sama-sama, seenggaknya kamu gak pergi." Xander tertawa pelan dan Jenna tampak bahagia. "Tapi ... ada syaratnya, oke?"

"Syarat?" Jenna mengerutkan kening.

"Kita habiskan seharian ini menikmati momen di pulau ini." Keduanya tertawa, itu sudah pasti. "Lagian, kita bisa datang lagi ke sini nanti sebagai liburan. Lagian aku udah beli pulau ini."

"Eh, serius?" tanya Jenna kaget, Xander membeli pulau ini? Sejak kapan?!

"Suprise!" Xander tertawa ke arah Jenna. "Di awal kita datang dan menikmati segalanya di sini, aku udah beli pulau ini, karena kuliat baik aku dan kamu sama-sama bahagia di sini." Jenna tersenyum haru. "Kenapa enggak sekalian aja bikin ini jadi rumah masa depan kita, benar kan?'

Jenna tertawa, dan mengangguk setuju.

"Ya udah, kamu kasih nama buat pulau ini."

Jenna semakin terkejut. "Aku?" tanya Jenna tak menyangka. "Enggak enggak enggak."

"Lho, kasih aja namanya, ini kubeli atas nama kamu, ini punya kamu." Jenna semakin syok karena betapa besarnya kejutan Xander padanya. "So it's all up to you, Babe."

"Enggak, tetap enggak." Xander terlihat kecewa karena Jenna menolaknya, meski dengan senyuman yang tak lepas. "Aku mau kita yang namain pulau ini."

"Hm oke ... biar adil ya?" Xander tersenyum lebar dan Jenna kembali tertawa. Kemudian, keduanya berpikir dengan saling memandang satu sama lain.

Otak mereka seakan terkoneksi karena hal itu dan anehnya mengucapkan kata yang sama.

"Jexafuture!" teriak keduanya bersamaan. Nama yang melambangkan masa depan Jenna dan Xander. Keduanya tertawa bahagia.

Setelah itu pun, akhirnya mereka menikmati sisa-sisa waktu terakhir mereka ada di pulau itu, dengan agak berat hati karena akan meninggalkan surga itu meski tetap bahagia karena mereka menikmati waktu bersama. Setelahnya sesuai ungkapan, mereka mau tak mau meninggalkan tempat itu.

"Aku gak sabar ke sana lagi, Babe." Xander menatap Jenna yang duduk santai di sampingnya di samping kapal.

"Me too, Babe." Jenna mengangguk, siapa yang ingin meninggalkan kenyamanan itu? Sayang mereka terpaksa kembali ke putaran di kota. "Me too ...."

Xander bangkit, duduk bersebelahan dengan Jenna dan memeluknya erat, menikmati angin laut yang menerpa kulit mereka dan bermesraan seperti biasa hingga akhirnya mereka kembali ke rumah.

Satu hal yang mereka rasakan, lelah.

Meski demikian, mereka sangat menikmati kebersamaan mereka, dan saling berpelukan tanpa perlu capek-capek membereskan banyak barang. Nanti saja, tunggu sampai tenaga keduanya terkumpul nanti, ini sangat melelahkan.

Tak ada yang menyambut kedatangan mereka karena Jenna sengaja tak mengabari siapa pun akan hal itu, ia juga ingin membuat kejutan sederhana pada teman-temannya, supaya menutup mulut ocehan mereka yang pasti sangat panjang kali lebar kali tinggi.

Entahlah, tak mungkin Jenna membawakan mereka buah saja kan? Hal yang banyak mereka bawa dari pulau.

Ah, benar, Jenna bisa membuatkan banyak kreasi dari buah-buahan itu, terlebih Jenna tahu buah favorit teman-temannya termasuk Brendon.

Jenna sudah banyak memikirkan apa yang harus ia masak sebelum akhirnya ia terlelap bersama Xander, sebuah lelap yang sangat lelap sampai-sampai kemolorannya melebihi yang dibayangkan.

Ia bangun saat sore hari?!

Bukan sore hari biasa, melainkan sore hari esoknya karena kemarin keduanya datang saat sore juga, tak mungkin masih jam sama terlebih kalender tanggalnya bertambah satu. Jenna merutuki diri dan memeriksa buah-buah yang ada di tas mereka yang belum dimasukkan ke kulkas.

Syukurlah, masih lumayan segar, Jenna menghela napas lega, saatnya membuat sesuatu dengan ini dan besok ia akan memberi oleh-oleh pada teman-temannya.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MY HUSBAND IS A ROCKSTAR [B.U. Series - X]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang