Chapter 3

11.5K 762 23
                                    

21 Mei 2021

•••

Di dalam bak mandi penuh busa itu, terlihat Xander yang juga dipenuhi busa bersenandung lagu manis dari Ben&Ben berjudul Leaves, sementara Jenna memijat kepalanya dengan sampo secara lembut. Baik keduanya tampak menikmati hal tersebut satu sama lain, Xander dengan pijatan Jenna dan Jenna dengan suara menenangkan Xander.

Mereka begitu mesra, Jenna memandikan Xander dengan sepenuh hatinya.

Tak ada yang tahu jika Xander juga bisa menyanyikan hal selembut ini, kebanyakan lagu-lagu Xander membawa unsur yang keras, karena si pria muda ini memang seorang rockstar. Jenna bersyukur akan hal itu, karena bisa saja bersuara keras terlalu sering akan mengganggu vital suara Xander.

Asyik-asyik menikmati senandungan, Xander menghentikan nyanyiannya. "Jenna, punggungku juga jangan lupa gosokin, ya."

"Iya, Sayang." Jenna menuntaskan pijatan di kepala sebelum akhirnya beralih ke punggung pria itu dengan spons, menggosokkannya lembut, sedang Xander kembali menyambung nyanyiannya.

Namun kala menikmati momen mereka kembali, tiba-tiba sepenggal lirik yang jika diartikan, "Aku tak berpikir akan bertemu hari di mana aku harus memilih untuk menetap atau pergi." yang tiba-tiba saja membuat Jenna tertampar, teringat waktu pagi tadi di mana temannya menyatakan cinta padanya.

Astaga ....

Padahal momen bersama Xander sempat membuat Jenna lupa hal menyebalkan itu, tetapi tampaknya hanya bisa sejenak karena memang hubungan pertemanan mereka yang erat tengah complicated.

"Kenapa berhenti?" Xander senyap dari nyanyian, menoleh ke belakang, ia temukan istrinya bahkan tak menatapnya dan wajahnya ... terlihat banyak pikiran. "Jen?" panggilnya, masih tak ada tanggapan, dan Jenna malah terlihat pusing sendiri. "Jenna!"

Meninggikan suaranya, barulah Jenna tersadar dari lamunan kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi. "Ma-maaf ...."

"Kamu kenapa? Ada masalah?" Xander mengangkat sebelah alis, ia menyisir rambutnya yang masih banyak sampo ke belakang.

Jenna menggigit bibir bawah, apa ia harus menceritakan pada Xander? Tampaknya iya mengetahui Xander adalah suaminya, ia tak akan berpikir pria itu punya solusi atau tidak tetapi di perjanjian pernikahan mereka baik Jenna ke Xander ataupun sebaliknya harus saling terbuka akan banyak hal.

Xander sendiri selalu menceritakan beberapa hal yang terjadi di stage saat Jenna tak ada, ia pernah mengakui telah mencium bassist-nya sendiri untuk melakukan gay stage untuk asupan fans--ya bassist Xander itu laki-laki dan sudah menikah. Mengetahui idola mereka demikian bukannya fans berkurang malah naik drastis.

"Jadi ... mm ... di kampus tadi ...." Jenna menghela napas panjang. "Aku ditembak temenku."

"Kamu ada luka?" tanya Xander, langsung mengecek keadaan Jenna. "Dia nembaknya pake senjata apa?"

"Maksudku bukan nembak itu, Xander!" Jenna tak tahu apakah Xander berpura-pura bodoh atau apa, tetapi tampaknya dari wajah super duper khawatir itu ia berpikir Jenna ditembak sungguhan. Suaminya kan memang polos. "Dia ... nyatain cintanya ke aku."

"Terus kamu terima?" tanya Xander, memiringkan kepala.

"Ya enggaklah, kan aku istri kamu! Lagian aku gak cinta sama dia, aku cintanya sama kamu."

Xander malah menggeleng. "Harusnya kamu terima aja, terus kamu jadiin dia mainan, kita kuras harta dia, terus biarin dia jatuh miskin!" Kemudian pria muda itu tertawa jahat layaknya tokoh antagonis di sinetron azab.

Jenna mendengkus. "Ngaco!" Ia memukul bahu Xander yang cengengesan. "Ini serius masalah parah, Xander. Noah temenku, dan aku nolak dia gitu aja, aku mikirnya dalihin kalau aku udah dijodohin sama seseorang, tapi aku takut hubungan pertemanan kami gak bakal sama kayak dulu."

"Kalau dia beneran temenan sama kamu atas dasar temenan baik-baik, gak mungkin lah alasan hati yang ditolak bikin pertemanan ancur, kalau temen pasti harusnya paham kondisi temennya." Xander mendengkus, jawabannya agak mengagetkan Jenna. "Lagian temen kamu itu kayak gak ada cewek lain aja, kok yang udah punya suami disuka."

"Mereka kan gak ada yang tahu hubungan kita, Xander." Jenna memutar bola matanya.

"Masalah lainnya juga, kenapa suka kamu? Kan, masih banyak cewek yang lebih dibanding kamu."

Wajah Jenna mengesal, ia mendengkus pelan. "Terus kenapa kalau ada yang lebih, kamu gak nyari yang lebih dari aku aja?"

"Itu kata lebih cuman berlaku buat dia, kalau kamu sudah sempurna buatku." Xander tersenyum lebar, dan Jenna masih menatap kesal sekalipun kedua pipinya memerah.

Xander memang jagonya bergombal ria.

"Pokoknya bilang aja kalau kamu emang gak bisa, ngomong baik-baik aja, kalau pertemanan kalian berantakan itu udah di luar dari kehendak kamu. Itu keputusan mereka." Xander menghela napas, membalikkan badan, dan Jenna kembali menggosok punggungnya dengan wajah sendu. "Emang sih sakit kalau pertemanan berantakan begitu, tapi makin dewasa nanti bakalan paham kenapa kita cuman perlu sedikit temen, dan kenapa pertemanan ancur, kadang itu sign dari Tuhan kalau ada alur yang lebih baik."

"Bijak banget, sih." Jenna tertawa seraya menoel pipi Xander. "Keknya abis dikeramas sambil dipijetin otak kamu jadi encer?"

"Mungkin." Xander tertawa. "Sering-sering gini, ya."

"Mm-hm ...." Selesai mandi busa di bath tub, Jenna pun membilas Xander di bawah guyuran shower, sebelum akhirnya mengeringkannya dengan handuk juga meng-hairdryer rambut gelap pria itu. Disusul memkaaikan baju Tayo dan celana pendeknya.

Xander tampak menguap.

"Ngantuk?" Xander mengangguk akan pertanyaan Jenna dengan mata sayup-sayup terbuka.

"Bikinin susu lagi, ya. Rasa cokelat."

"Ya udah, kamu baring aja dulu." Jenna menuntun Xander ke kasur, mulai merebahkan pria muda itu dan menarik selimut hingga sedada. Terlihat Xander begitu mengantuk dengan posisi nyaman demikian.

Setelahnya, Jenna menuju dapur, membuatkan susu cokelat untuk Xander dengan dot, memastikan panasnya pas ia pun kembali ke kamar. Xander sudah terhenyak.

"Xander?" panggil Jenna memastikan suaminya tersebut masih bangun.

"Hnghh ...." Xander mengerang menanggapi, Jenna tersenyum dan memasukkan ujung dong ke mulut Xander. Pria itu mulai mengedot selayaknya bayi besar di sana.

Xander terlihat sangat manis.

Hal yang membuat Jenna tak tahan, wanita muda itu mengambil ponselnya dan memotret kelucuan Xander si bayi besar yang menghisap dotnya. Ia tertawa geli melihat hasil potretnya itu tetapi baru di potret pertama ia terdiam miris melihat banyaknya notifikasi yang ada karena baru menyalakan ponselnya lagi.

Notifikasi paling banyak dari Xander, tetapi demikian tertutup oleh notifikasi lain yang membuat Jenna fokus ke sana. Sebuah pesan dari WhatsApp grup teman-temannya.

Mereka minta bertemu di kafetaria biasa.

Jenna sadar ia memang harus cepat menyelesaikan masalah mereka hari ini juga, ia sendiri teringat ungkapan Xander soal pertemanan mereka nantinya. Intinya, Jenna sudah siap dengan apa pun konsekuensinya sekarang.

Menghela napas, Jenna membalas pesan itu kalau ia siap ke sana.

"Babe, aku pergi dulu ke kampus, ya."

"Hm ...." Di balik mengemut dotnya Xander yang setengah sadar menggumam. Jenna mengusap puncak kepalanya dan mencium kening pria itu, ia lalu keluar kamar.

Namun tak lama masuk lagi, guna mengambil beberapa gambar manis Xander, sebelum akhirnya benar-benar pergi.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MY HUSBAND IS A ROCKSTAR [B.U. Series - X]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang