Chapter 20

3.5K 371 19
                                    

14 Juni 2021


•••

"Yah, keknya lo udah tau kenapa, Jen," jawab Noah, Jenna akui mereka jelas punya alasan bagus menutupi apa yang sebenarnya terjadi.

"Xander kabur dari Ginny, sengeri Xander aja kabur apalagi yang di bawahnya." Fabian tertawa sumbang, Jenna juga ikut tertawa. "Oh ya, Bu, Bu, pesen!"

Jenna tahu mereka tengah mengalihkan pembicaraan, tetapi Jenna tak perlu menelusuri lebih jauh. Namun entahlah kenapa Jenna ingin mengganggu mereka lagi.

Wajah Jenna dibuat khawatir. "Kalian ... gak diapa-apain cewek itu, kan?"

Noah menggeleng, menghela napas dan tersenyum. "Enggak, santai aja."

"Kalaupun nanti imbasnya ke temen cewek kita, sans, kami bakal jagain kalian, kok." Fabian cengengesan, Noah menyikut keras lengannya. "Sakit woi, apaan, sih!"

"Wah ... aku agak ... takut." Jenna? Takut dengan Ginny? Tidak sama sekali. Jenna yang akan membuat Ginny lari terbirit-birit. Saat ini ia akting dan wajah kedua sahabat laki-lakinya di hadapan terlihat semakin khawatir kemudian.

Bu Kantin datang dan menghentikan pembicaraan mereka, yang tiba-tiba jadi terasa canggung. Namun apa peduli Jenna, ada sebagian dari dirinya yang merasa ... ia mungkin harus menghukum ringan kedua sahabatnya ini karena telah melakukan hal buruk pada suaminya, karena dengan itu Jenna tak akan merasa dilema lagi walau sekuat tenaga mewanti-wanti mereka tak punya pilihan dan terpaksa, demi Wulan dan Deanna.

Mereka tetap andil bersalah.

Jadi sesuai yang Jenna pikirkan, hukumannya akan ringan, dan hanya dirinya yang akan melakukan itu. Jenna masih menyembunyikan hal ini dari semua orang, termasuk Xander, saat menelepon tapi ia tak memberitahukan sama sekali soal perkara Noah dan Fabian.

Sama sekali.

Namun, hal yang tidak diketahui Jenna adalah ....

"Hah ...." Xander yang berbaring di sofa menatapi foto Jenna serta empat sahabatnya, dan fokus menatap dua orang pemuda yang satu tersenyum sangat tipis ke arah kamera dan tersenyum unjuk gigi. Dia Noah dan Fabian. "Kalian sahabatan baik terus, ya."

Xander di sisi lain, sebenarnya memikirkan teman-teman Jenna, meski pria itu kekanak-kanakan, ia tahu dua sosok pelayan yang mengantarkannya makanan, kemudian berbicara diam-diam dengan Ginny saat itu dengan wajah yang saling mendekat, seakan menyimpan pembicaraan mereka dari Xander saat itu. Firasat Xander sederhana, pasti mereka melakukan sesuatu pada dirinya secara rahasia.

Lalu setelahnya yang terjadi adalah reaksi obat perangsang yang mengerikan, serasa membakarnya hidup-hidup.

Xander tak menceritakan hal ini juga pada Jenna karena mereka adalah sahabat-sahabat Jenna, terlebih ia ingat teman-teman Jenna rela melakukan apa pun untuk temannya yang lain--Xander tahu mereka terpaksa melakukannya meski itu menyakitinya, tetapi itu sendiri demi Jenna dan teman-temannya. Xander memaafkan mereka dengan berpura-pura tak tahu, menutupi hal itu, dan berharap tak ada yang melakukan apa pun pada Noah ataupun Fabian.

Karena mau bagaimanapun, sekali lagi, mereka sahabat baik istrinya. Lebih lama kebanding pernikahan mereka. Ia tak ingin persahabatan baik istrinya hancur karena perkara yang ibarat pedang bermata dua ini.

Sekarang fokusnya balas dendam adalah yang paling bersalah, Ginny.

Hanya Ginny.

"Sekarang, gimana caranya gue yang bukan tipe guru ini belajar jadi guru nyanyi?" Ia memikirkan step yang diinginkan istrinya untuk menuju balas dendam terbesar mereka. Yaitu menjadi pelatih Brendon. "Kayak gitu, ya?"

Ia memikirkan masa lalunya, seorang anak yang dilatih keras oleh orang tua serta guru-guru kesenian ....

Mata Xander memejam erat, ia memegang kepalanya, mendengkus pelan. "Be yourself." Xander mengacak-acak rambutnya yang sudah sangat acak-acakan. Memikirkan masa lalu memang mengerikan.

Kini pria muda itu berdiri, menuju dapur membuat susu, penenang terbaik bagi dirinya. Meski ia akui tak akan seenak buatan Jenna, setidaknya bisa menenangkannya sedikit. Pria itu duduk di kursi, siap menyesap dotnya, tetapi ....

"Hah! Hah! Panas anjir!" Xander lupa memasukkan air dingin, malah air panas semua yang dimasukkannya, ia pun baru menyadari tangannya ikut-ikutan panas karena memegang dot tersebut.

Terpaksa, salah satu obat penenangnya itu ia letakkan kembali ke meja, pun segera mencuci tangan dan mulutnya yang panas dengan air mengalir di keran. Masih ada rasa sakit karena diterpa air panas di sana tetapi rasa sakit yang lebih besar hadir di dadanya, mendiamkannya di tempat. Xander membalik badan, bersandar di wastafel dapur, dan mendongak.

"Had to have high high hopes for a living," katanya pelan. Xander mengusap gusar wajahnya. "Jenna ... cepetan pulang ...."

Xander menghela napas panjang, mungkin ia bisa menonton sesuatu di YouTube untuk menghibur diri seraya menunggu susunya dingin. Atau mungkin ....

Membuat lagu dengan lirik depresi dan sedih yang akan menjadu draft abadi baginya.

Opsi kedua oke juga.

Di sisi Jenna kembali, Jenna pulang dalam keadaan was-was yang ia sembunyikan di balik senyum hangatnya bersama teman-temannya yang kemudian berpisah darinya. Jenna bisa merasakan dirinya diikuti, tetapi ia berusaha pura-pura tak tahu sama sekali sekalipun jelas ada siluet hitam dari hoodie yang membuntuti.

Itu pastilah Brendon.

Entah bagaimana dirinya akan menemui Jenna nantinya, Jenna tak tahu, yang terpenting ia sudah menyiapkan akting terbaik kala dihadang oleh Brendon yang kelihatan sangat gesit. Dia punya keahlian bersembunyi layaknya Xander ternyata.

Memang seperti saudara kembar.

Ketika tiba di mobilnya, Jenna baru membuka mata ketika tangannya ditahan oleh tangan lain dari bawah. Jenna terperanjat kaget, sekalipun ia tahu itu pasti Brendon, tetapi nyatanya lebih menakutkan karena seperti adegan-adegan horor kebanyakan. Syukurlah ia tidak sampai berteriak dan aktingnya jadi semakin bagus.

"Ssttt ... ini gue!" Jenna menoleh ke bawah, terlihat Brendon yang tertutupi hoodie duduk di tanah, ia jadi tersembunyi karena itu.

"Ka-kamu?"

"Iya, ini gue, yang nyelametin lo dan suami lo waktu itu." Jenna berpura-pura kaget.

"Kamu ... mau apa?" Jenna menatap sekitaran, tak terlalu ramai.

"Kita ... gue dan elo mungkin punya kesepakatan kalau gue gak bakal bongkar apa pun soal hubungan kalian," kata Brendon, Jenna sudah tau tujuan pemuda ini. "Tapi, gue mau minta sesuatu sama lo."

"Minta sesuatu? Sesuatu apa? Kupikir kamu nolong kami ikhlas," kata Jenna berperaga tak rela.

Brendon mendengkus, di balik hoodienya Jenna bisa melihat senyuman. "Bahkan ke WC aja bayar, masa hal sebesar ini gue minta gratisan?"

Ternyata Brendon pandai bertutur juga.

"Gini gini gini, ini kesepakatan yang bagus, lho. Lo jangan sia-siain. Timbal balik menguntungkan." Dan pemuda ini juga pandai bernegosiasi. "Begini, apa lo rela Ginny bisa melenggang bebas padahal apa yang dia lakuin ke Xander jelas melanggar hukum?"

Jenna berpura-pura bersama ekspresi penuh kekesalannya.

"Gue rasa jawabannya iya, kan?" Jelas sekali. "Selain itu ... gue juga bakalan makin nutup mulut, terlebih gue juga bakalan buka identitas gue di hadapan lo." Brendon mengangkat kedua tangan. "Jelas ... pihak yang sangat diuntungkan lebih banyak, itu elo."

"Apa maksudnya?" Jenna berpura-pura bodoh.

"Turutin kemauan gue, dan lo bakalan tahu gimana mengerikannya pas gue beraksi."

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MY HUSBAND IS A ROCKSTAR [B.U. Series - X]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang