Part 12

6.3K 1.3K 188
                                    

"Raffa."

Lily mencebikan bibirnya kala dirinya lagi-lagi dicueki. Padahal, hari sudah siang, sejak tadi pagi, Raffa malah sibuk dengan laptopnya.

Kemarin Raffa bilang, ia akan mulai bekerja lusa. Dan itu artinya, besok. Tapi Raffa malah sibuk hari ini.

"Raffa, ih." Lily menggoyangkan lengan Raffa.

"Bentar." Raffa menghela napas sabar kala pekerjaannya mendadak kacau. Dan dengan segera ia membetulkannya.

"Kamu juga ngomong gitu dua jam yang lalu," jawab Lily seraya memajukan bibirnya sebal.

Raffa mendongak, cowok itu mengusap pipi Lily. "Bentar, Sayang."

Lily melebarkan senyumnya. Namun, sayangnya itu bertahan sebentar. Karena, Raffa malah kembali sibuk menghadap ke arah laptopnya.

"Nikah aja sana sama laptop!" Lily beranjak. Namun, Raffa menahan tangannya dan membuat ia kembali duduk.

"Apaan, sih? Gengsi dong, masa aku nikah sama laptop! Anak aku bentukannya kek mana nanti?" tanya Raffa sebal.

Cowok itu memijat pelipisnya pelan. Matanya terasa perih akibat terlalu lama menghadap ke layar.

"Tuh, kan! Perih, kan? Karma enggak merhatiin isteri ya gitu, tuh!"

Raffa menghela napasnya. Namun, suara tawa mengejek di pojok kamar sontak membuat Raffa mendelik.

Om Ocong, Tante Kun, dan juga Tuyul Ompong. Dasar setan tidak berperikesetanan! Raffa dimarahi Isteri bukannya prihatin malah diketawain.

"Kamu mau aku perhatiin kayak gimana, sih?" tanya Raffa.

Lily mengedikan bahunya tak acuh. Ia membuang arah pandangnya. "Gak tau."

"Dih gak jelas."

"Cil, Isteri ngambek bukannya dibujuk malah dijawab kayak gitu. Gue kalau jadi isteri lo, langsung gue cerai sekarang juga!" sahut Tante Kun.

Raffa memutar bola matanya malas. "Siapa juga yang mau jadi suami lo?!"

"Raffa!" Lily melotot. Tangannya menjewer telinga Raffa dengan perasaan sebal. "Jadi kamu gak mau jadi suami aku? Terus ngapain kamu nikahin aku, Anak Gengsi?!"

"A-aduh! Bukan ke kamu. Itu … tadi ngomong sama setan!" Raffa meringis pelan dan berusaha melepaskan jewerannya.

"Gak usah ngadi-ngadi! Mana ada setan siang bolong gini?"

"Ada! Itu mereka lagi baris tuh di pojok!" Raffa menunjuk mereka semua.

Yang ditunjuk melambaikan tangannya ke arah Lily bersamaan seraya tercengir. Ya … terkecuali Om Ocong, dia hanya nyengir saja.

Padahal jelas-jelas Lily tidak akan melihatnya.

"Ly, Asstagfirullah, aku beneran loh." Raffa semakin meringis kala telinganya semakin perih.

Lily melepaskannya. Dia menyandarkan punggungnya pada sofa. "Bodo, ah."

Raffa merangkul Lily. Cowok itu mengecup pipinya singkat. "Isteri aku kenapa sih marah-marah terus, hm?"

"Maafin deh kalau salah. Yaudah sini, mau dimanja, ya?" Raffa tertawa kala mengatakan kalimat itu. Rasanya geli.

Lily memukul pundak Raffa kesal. "Apaan, sih? Enggak gitu," jawabnya malu-malu.

Raffa memilih mematikan dan menutup laptopnya. Menyimpannya di nakas, kemudian menyandarkan punggungnya pada sofa. Menarik Lily agar ia bersandar pada dadanya.

Tangan Raffa aktif mengusap puncak kepala Lily. Ia menaik turunkan alisnya pada Om Ocong, Tante Kun, dan juga Tuyul Ompong.

"Heleh, sekarang masih romantis-romantisan, beberapa tahun kemudian, lo pulang gak ada duit terus di rumah gak ada beras, siap-siap didiemin tujuh hari tujuh malem lo," ucap Om Ocong.

Tuyul Ompong mengangkat jempolnya. "Betul!"

"Sok tahu," ucap Raffa tapi tidak bersuara. Takutnya, Lily malah salah paham lagi.

"Si Acil sombong ya. Biasanya ngobrol sama kita pake acara teriak. Sekarang mah so iyey banget!" kata Tante Kun.

Raffa mendelik. "Gengsi dong, masa iya gue harus teriak-teriak di depan Isteri," kata Raffa masih tanpa suara dan hanya menggerakan bibir saja.

"Halah! Bisu beneran tahu rasa lo!"

"Mati aja lo sana!" teriak Raffa kesal.

Lily menegakkan tubuhnya. Ia mengerutkan alisnya menatap Raffa yang tiba-tiba saja berteriak. "Kamu kenapa, sih? Aku diem disuruh mati."

"E-eh." Raffa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Matanya melirik kesal ke arah mereka.

"Eh, itu, ngomong-ngomong mati, aku udah lama gak ke makam Om Bima. Kamu mau ikut?"

Lily diam beberapa saat. Ia tidak tahu siapa Bima, tapi yang dia tahu, dia memang sebegitu pentingnya untuk Raffa.

Lily akhirnya mengangguk. "Boleh."

***

Raffa, Lily, dan juga Raja. Mereka tengah duduk di samping tempat peristirahatan Bima.

Tangan Raffa terulur mengusap batu nisannya dan tersenyum. "Sori gue baru ke sini lagi, Om."

Raffa beralih mengambil air dan menyiram gundukan tanah itu matanya sesekali menatap ke arah nisan dengan senyum kecut.

Ia rindu lelaki itu.

"Ja, taburin bunga buat Kakek," ucap Raffa.

Raja yang biasanya membantah, mendadak menurut karena ia tahu Papanya tengah bersedih. Akhirnya, ia mengambil bunga dan menaburkannya di atas gundukan tanah itu.

Tangan Lily mengusap bahu Raffa dengan lembut.

"Om, lo inget gak? Dulu, pertama kali kita ketemu itu waktu gue masih kecil. Gue, Boby, Bintang, Lily, masih suka main. Masih gak tau cinta-cintaan."

Raffa tersenyum tipis. Ia menunduk. "Terus, waktu gue udah remaja, kita ketemu lagi. Lo orang pertama yang tahu kalau gue naksir sama Lily tapi kegedean gengsi."

"Waktu gue sama Lily jadian, lo gue traktir batagor sama Om Ocong. Inget gak? Gue sih inget banget."

Raffa menarik napasnya pelan. Kemudian, ia membuangnya sedikit pelan karena dadanya terasa sesak.

"Sekarang, gue sama Lily udah nikah. Gila sih, gak nyangka banget. Lo juga pasti gak nyangka kan? Gue ke sini bawa Lily setelah dia jadi isteri gue. Gue gitu loh!" Raffa tersenyum lebar dan menepuk dadanya dengan bangga.

Tangannya terulur merangkul bahu Kecil putranya. Kemudian, bibirnya mencium puncak kepala Raja. "Ini anak gue, namanya Raja. Kalau lo ketemu dia, gue yakin lo bakal anggap Raja adalah fotocopynya Raffa."

"Katanya sih, dia mirip gue waktu kecil. Tapi sifatnya doang. Mukanya lebih mirip sama Mamanya."

Raja mengusap lengan Raffa. "Papa jangan sedih. Kalau Papa sedih nanti Papa sakit."

"Tumben perhatian."

"Kalau papa sakit nanti gak ada yang cari uang," sambung Raja.

Raffa mendengkus kesal. Apa-apaan?! Raffa tengah dalam suasana merindu begini, Raja malah mengeluarkan sifat menyebalkannya.

"Raja …." Lily mengusap puncak kepala Raja. "Lanjutkan bakat mu, Nak."

"Asstagfirullahalazim, kena mental gue." Raffa mengusap wajahnya kasar.

Ia kira, Lily akan menegur Raja. Eh, malah mendukung!

TBC

Hallo! Kangen gak?

Kesan setelah baca part ini?

Ada yang ingin disampaikan untuk Raffa

Lily

Alm. Bima

Raja

Om Ocong, Tante kun, tuyul Ompong

Dan maaf banget aku belum bisa update rutin, akhir-akhir ini aku lagi gak enak badan:(
See you!

Gengsi dong 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang