🍁 BAB 31 🍁

1.8K 285 40
                                    

"Sangat berat untuk meninggalkan kalian. Tapi, ini bukanlah tempatku."

*****

Azzura terbangun dari pingsannya. Dia bersin karena ada abu yang masuk ke dalam hidungnya.

Azzura berusaha untuk duduk. Kedua tangan dan kakinya diikat. Untung saja mulutnya tidak ditutup kain.

Azzura menatap sendu makanan yang tadi dipijak Andrea. Dia bahkan belum sempat makan satu suap. Perutnya sangat lapar. Dia juga sangat ingin air mineral sekarang.

Perlahan air mata Azzura turun. Dia menangis sambil berteriak keras berharap ada seseorang yang mendengarnya.

"Aku akan membalas perbuatan mu, Andrea."

*****

Andrea memilih untuk mampir ke cafe sebentar. Dia ingin bersantai sebelum mengerjakan tugas.

Andrea memesan vanilla latte dan kue rasa red velvet ukuran sedang. Andrea menikmati dua hidangan itu sambil bermain ponsel.

"Hai."

Andrea mengalihkan perhatiannya. Dia cukup terkejut melihat Adrius berada di hadapannya.

"Kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Andrea.

"Aku ingin bersantai. Kepalaku rasanya ingin pecah karena dokumen yang bertumpuk di meja kerjaku," jawab Adrius.

"Kenapa kau tetap melakukan hal yang membuatmu stress? Lebih baik melakukan hal yang benar-benar kau senangi." Andrea memakan kue pesanannya yang sudah habis setengah.

Adrius menghela nafas, "jika saja aku bisa."

"Tentu kau bisa," ujar Andrea.

Adrius terkekeh, "aku akan melakukan hal yang ku senangi. Tapi, setelah semua urusan pekerjaanku selesai."

Andrea menganggukkan kepalanya. Dia kembali fokus pada benda canggih yang dia pegang.

"Aku minta maaf," ujar Adrius.

"Dalam rangka apa?" tanya Andrea.

"Kejadian saat kau difitnah Azzura. Harusnya aku membelamu pada saat itu," jawab Adrius.

"Tak masalah. Lagipula, pada saat itu aku yakin kalau kau percaya padaku. Hanya saja, kondisi Azzura membuat pikiranmu tiba-tiba kosong," ujar Andrea.

Adrius tersenyum. Dia pikir Andrea tidak akan memaafkannya. Saat itu dia percaya pada Andrea. Tapi, Azzura yang dalam kondisi cukup mengenaskan membuatnya tidak bisa berpikir.

"Andrea," panggil Adrius.

"Kenapa?" tanya Andrea.

"Bisakah kau memanggilku kakak saat kita sedang berbicara," pinta Adrius.

Andrea berpikir sejenak. Dia baru sadar. Selama dia berbicara dengan Adrius, dia tak pernah memanggil laki-laki itu dengan sebutan 'kakak'. Dia malah menggunakan sebutan 'kau'.

"Tentu."

Adrius tersenyum lebar sampai menampakkan gigi putihnya. Ini adalah hal yang dia tunggu sedari dulu.

Who is the real Antagonist?[END]√Where stories live. Discover now