36. Srabi Alun-alun

12K 2.1K 49
                                    

Resmi menyandang status suami Nayarra Humaira, Laksa masih ingat jelas apa yang menjadi janjinya pada diri sendiri, dalam waktu dekat. Sudah diberi anugerah besar berupa keluarga sempurna, tak mungkin Laksa menjadi kufur nikmat. Beruntung Naya adalah perempuan yang tak pernah menganggap manusia lain rendah. Malah ia ratunya merendah. Naya menyemangati Laksa untuk melanjutkan hafalannya.

Laksa berusaha.

Sangat berjuang kelak bisa menjadi imam terbaik. Setidaknya, untuk keluarga kecilnya. Melancarkan juz 30 dan mulai menghafal juz 29.

Laksa membayar guru ngaji khusus untuk membantunya menghafal di rumah setelah Maghrib, setiap hari. Khusus di hari Jum'at dan Sabtu, ia juga mengikuti kelas tahfidz yang juga diikuti oleh Aim. Bersama berdua mengerjakan tugas dari sang ustadz. 

"Tabarokalladzi biyadihil-mulku ... " lantun Laksa ayat pertama surat Al-Mulk, sembari mengusap-usap surai Aim yang merebah di pangkuan Laksa.

Seperti biasa, pulang sekolah, Aim diantar ke proyek. Menemani sang bapak mengawasi pekerja. Mereka duduk-duduk santai di teras masjid usai Ashar. Ini murni keinginan Aim. Aim ingin kebiasaannya dulu bersama Bapak Ndaru, terulang kembali bersama Bapak Laksa. Sedangkan, Uma diantar pulang oleh Kris. Kris masih berstatus sopir pribadi Laksa. Tak akan Laksa turunkan jabatan menjadi buruh lagi. Laksa terlanjur nyaman dengan bapak muda satu itu.

"Bapak. Ba' sama dzi-nya panjang. 2 harakat, Pak."

"Tabaarokalladzii biyadihil-mulku ... " ucap Laksa membenarkan bacaannya. Diikuti Aim. 
"... wa huwa 'alaa kulli syai-ing qodiir." 

Mereka melantunkan bersama. Menghafal begini, terasa lebih menyenangkan daripada sendirian.

Tak ada istilah terlambat dalam menuntut ilmu.

Tak ada istilah malu sama umur, untuk menjadi lebih baik.

Laksa memang murid tertua di pesantren ustadz Yudis. Tapi murid lain yang masih berusia belum sampai dua puluhan pun, tak menganggap remeh seorang Laksa. Bukan karena Laksa memiliki lebih banyak materi duniawi. Semangat Laksa lah yang justru mereka acungi 20 jari tangan dan kaki saking tak pernah ada dalam sejarah pesantren, murid setua dan sesemangat Laksa.

Naya pasti sangat bangga pada suaminya.

--------------

"Kenapa semua calon tukang masak ditolak?" tanya Laksa.

Laksa menggandeng Naya berjalan menyusuri jalan setapak alun-alun. Berdua saja, karena Kris mengajak Aim dan Uma ke rumahnya. Akan memperkenalkan mereka pada anak semata wayang Kris yang baru menginjak usia 6 bulan.

Minggu, waktunya pacaran. 

"S-saya kurang sreg."

"Dimana nggak sregnya? Atau perlu Ibu saja yang merekrut?"

Laksa menoleh ke wanita yang berjalan di sisinya. Meski Laksa sudah menurunkan kecepatan berjalan, Naya tetap memilih berjalan lebih di belakang sang suami. Hingga Laksa mau tak mau agak mendorong maju pinggang sang istri.

"Bagaimana kalau tidak perlu menambah tukang masak? Saya masih bisa memasak untuk semua. Lagian, bumbunya sama. Tinggal mengolah lebih banyak saja."

"Kamu sudah bukan tukang masak, Ya. Mau carinya yang seperti apa? Aku minta tolong buruh dan sales bantu cari di tetangga atau saudara mereka."

Naya menunduk. Siapa tahu ada kerikil yang akan menjegalnya dan membuat Naya malu di depan Laksa karena jatuh. 

Alasan saja Naya ini! Sejujurnya, ia sedang tak punya nyali mengutarakan rasa cemburu yang bercokol di hati.

Pungguk Memeluk Bulan (FULL)Where stories live. Discover now