16. Bumbu Siap Pakai

12.3K 2.4K 37
                                    

"Kamu ajarin Rustini masak, seperti tidak akan kembali lagi ke sini, Ya?" 

Laksa memutuskan untuk meliburkan diri ke proyek sejak Naya meminta izin semalam. Kemanapun Naya berkeliling rumah, Laksa ikuti. Masa bodoh para asisten memergoki tingkah Laksa yang bagai bocah akan ditinggal ke pasar ibunya. Masa bodoh tersebar kabar grup tentang perasaan Laksa pada Naya. Kalau perlu, mereka mendukung segala proses yang Laksa lakukan demi mendekati Naya.

Naya yang sibuk menyiapkan bahan bumbu jadi sebagai persediaan selama seminggu ke depan, menoleh. Ia tak mau mengambil resiko teman-temannya menjadi imbas kemarahan Laksa.

"Saya kembali jika Allah berkehendak saya kembali, Tuan."

Jawaban diplomatis memang paling aman.

Blender menyala. Kali ini Naya sedang menyiapkan bumbu sup. Bisa Rustini pakai untuk segala jenis sup. Tinggal menambah kaldu, garam dan penyedap rasa.

Laksa berpangku tangan di depan sebuah buku tulis berisi menu baru yang Naya sodorkan padanya di kitchen bar. Sejak semalam, Naya begadang membuat resume singkat bahan dan proses memasak untuk masing-masing menu. Naya merubahnya karena sejak Laksa sakit, ia tak boleh terlalu banyak mengonsumsi makanan bersantan dan pedas.

"Saya bosan menu bayam. Bisa saya coret?"

Naya mengangguk dari meja dekat kompor. Seingat Naya, menu bayam hanya ada satu. Tak masalah jika Laksa coret. Laksa memainkan bolpoin memberi tanda silang menu yang tak ia ingin. Jangan terlalu banyak mencoret, Laksa! Jika kamu tak mau berpuasa di malam hari juga.

Naya kembali untuk melihat bumbu menu selanjutnya. Mata Naya membelalak tak percaya. Laksa mencoret hampir semua menu yang ia sodorkan.

"T-tuan?" Habislah kata-kata dari mulut Naya. Laksa terkekeh. Puas mengerjai si muka datar tapi tetap cantik tak ada habis-habisnya.

"Saya maunya pedas dan bersantan."

Naya menggeleng. Tak banyak babibu, Naya kembali mengubah tanda silang yang Laksa buat menjadi tanda checklist lagi. 

"Kamu sudah berani melawan saya ya?"

Laksa melotot tajam. Naya tak gentar. Lebih baik ia melawan daripada banyak pihak kelimpungan mengurus menu si pemilih makanan.

"Saya akan minta persetujuan Bu Sukma saja, kalau Tuan mencoret semua usulan menu saya."

------------

"Apa rencana kamu?"

Lagi, Laksa memanfaatkan kesempatan malam ini mengantar Naya pulang. Anak-anak sudah jalan lebih dulu, mengejar waktu. Mereka mendapat undangan dari Ayah Nenes untuk ikut menyalakan kembang api bersama usai tarawih. Siapa tahu, Aim bisa mendapat giliran memegang tangkai kembang apinya malam ini.

"Saya belum bertemu Mak saya. Saya belum tahu, apa rencana saya selanjutnya," jawab Naya yang berjalan di belakang Laksa.

Naya masih tak enak jika ada orang melihat mereka berjalan berdua. Jika di belakang, akan terlihat lebih aman. Lebih tampak layaknya seorang asisten mengikuti jalan sang majikan. Laksa menyerah, meski sejak awal ia tak ingin seperti ini. Namun, Naya memaksa. Keuntungan lain, Naya bisa meredam gemetaran di tangan, berjalan berdampingan dengan seorang Laksamana Latif.

"Apa saya tetap ada di rencana masa depanmu, meskipun kelihatannya masih abu-abu?"

"Saya nggak tahu, Tuan. Saya nggak bisa memastikan, pun berjanji."

Kenapa orang yang sedang berusaha baik tapi belum juga menjadi baik, sudah ditinggal lagi oleh sang pujaan hati? Apa Laksa memang seperti tak punya harapan lagi?

Pungguk Memeluk Bulan (FULL)Where stories live. Discover now