chapter 3

91.9K 6.6K 601
                                    

Syana dengan telaten memasukan main kedalam koper mini berwarna pink yang dibeli Alea untuknya.

"Kok yang dimasukin mainan semua, nak?"

"Hihi buat main Sya."

"Baju nya dong, Sya. Mainan gausah banyak-banyak."

"Ote, sowwy Undaa."

Alea mengelus kepala Syana lembut, merasa bangga kepada anak semata wayangnya yang tidak pernah melawan bila ditegur.

Syana tersenyum pada Alea, sontak membuat Alea mengingat seseorang yang tadi ia temui. Mata Syana sangat mirip dengan mata ayahnya.

Perasaan bersalah terhadap Syana muncul, Alea tak pernah memberitahu Syana siapa ayah kandungnya. Alea selalu berbohong jika Syana bertanya tentang ayahnya hingga menciptakan cerita-cerita fantasy.

"Unda crying?"  tanya Syana saat menyadari bulir demi bulir keluar dari mata Alea

"Engga kok, Bunda kelilipan nih."

"Unda sad?"

"No, honey." Alea tersenyum pada Syana "I'm okay."

"Sya nakal?" tanya Syana membuat Alea menggeleng dengan cepat lalu menarik Syana kedalam dekapannya. "Bunda tuh sayang banget sama Syana, Sya itu anak pinter nya Bunda. Ga pernah ngelawan, dan selalu nurut sama Bunda."

"Bunda cuman sedih karena Bunda ngerasa belum jadi Bunda yang baik buat Sya." Tangisan Alea makin menjadi.

Sya mendongak pada Alea, tak percaya dengan kalimat yang baru saja Alea lontarkan "Unda baik sekali sama Sya, Sya sayang sekali sama Unda."

Syana begitu menyayangi Bunda nya, begitupun Alea yang sudah teramat sayang pada anaknya meskipun kehadiran Syana pernah membuat Alea terpuruk dan bahkan berpikir ingin melenyapkan bayi tak bersalah itu.

Meskipun belum sekarang, tapi nanti. Alea akan memberitahu Def soal Syana. Tapi Alea masih butuh waktu untuk berpikir.

Ucapan terakhir Def bahkan masih terbayang sampai saat ini "Aku udah cerai, Ale." yang Alea sama sekali tidak mengerti.

* * *

Malam begitu sunyi, hanya ada suara tv dengan drama lokal yang ia biarkan untuk mengisi kekosongan. Pria dengan kaos hitam dan celana selutut itu menatap langi-langit kamar hotelnya dengan tatapan kosong.

"Ternyata kamu lari ke Solo, Ale." gumamnya.

Pemandangan yang tadi ia dapatkan benar benar membuatnya putus asa, rasanya perjuangannya mencari sang kekasih sia-sia.

"Apa aku yang terlalu lambat, Ale?" tanyanya pada diri sendiri dengan seribu penyesalan.

Lalu apa yang harus ia lakukan sekarang? Melupakan Alea? Tidak mungkin, Def terlalu menyayangi perempuan itu.

Def mengambil handphone nya, menghubungi seseorang yang mungkin bisa membantunya.

"Halo, Def?"

"Kak, Alea udah ketemu."

"Serius, Def? Alea ada di Solo? Wah jackpot! Seneng banget dengernya! Jadi gimana? Kalian udah ngobrol? Kamu udah jelasin ke Alea?" pertanyaan beruntun Tarisha membuat Def mengehela nafas

Duda MudaWhere stories live. Discover now