•8. Muhasabah Diri ☃•

28 6 0
                                    

"Be your self."

Setelah meminta izin kepada Abi dan Umi, Sheren keluar rumah Abi Hanif. Ia menatap rindu handphone-nya. Tak ingin membuang waktu lama, ia segera menelpon Shaka, Ayahnya.

Ia tersenyum saat panggilan sudah masuk. "Halo, Ayah. Lama 'tak berjumpa," sapanya dengan handphone ditelinganya.

Terdengar suara decakan di sana. "Kebiasaan kamu belum hilang, ya? Udah hampir sebulan di pesantren masih saja sa"

"Assalamu'alaikum, Abi." Ia menepuk jidatnya sendiri, memang susah membiasakan dirinya. Hampir setiap hari ia mendengar salam, tetapi kebiasaan itu masih saja melekat.

"Wa'alaikumussalam. Jadi, ada apa? Kalau nggak penting, Ayah matiin, nih," balas Shaka cepat.

"Ayah kapan ada waktu luang ke sini?" tanya Sheren dengan nada sedihnya. "Sheren ... Sheren mau nitip sesuatu," ucapnya dengan sangat ragu.

"Apa? Bom? Jangan aneh-aneh."

Sheren memutar bola matanya malas. "Suudzon mulu sama anak sendiri," gerutunya kesal.

Shaka terkekeh pelan diseberang sana. "Anak Ayah mau titip apa? Hm?" tanyanya lembut.

"Jangan diejek, ya, tapi!" peringat Sheren mencebik, ia menatap sekitarnya. Matanya melotot saat melihat Furqon yang sedang berjalan menuju dirinya dengan membawa sekantong karung sampah.

"Tergantung kamu nitip apa."

"Sheren nitip gamis warna-warni kaya' pelangi kecuali warna pink, sekalian sama hijabnya. Oke, Ayah," jelas Sheren dengan cepat.

Sheren menaikkan alisnya kaku kala tidak mendengar suara Shaka, ia menatap handphone-nya, panggilannya belum terputus. "Ayah, ih," pekiknya kesal.

"Besok Ayah ke sana, Ayah bawain yang banyak," balas Shaka cepat, ia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Perubahan yang dikit demi sedikit membuat hatinya menghangat.

Uhuk uhuk
Sheren terbatuk saat hidungnya menyerap asap, ia segera menoleh. Dilihatnya, Furqon sedang membakar sampah dengan tekun.

"Sheren, kamu nggak papa?" tanya Shaka khawatir.

"Heh, kalau mau main api jangan di sini dong!" semprot Sheren menatap Furqon kesal.

Furqon mengucap istigfar dalam hati, ia segera menundukkan pandangan. "Saya mana tahu kalau kamu ada di sini. Lagian, saya juga tidak salah, ini tempatnya bakar sampah."

Gadis itu menatap ke belakang, benar sekali, ini merupakan tempat membakar sampah. "Kok gue nggak nyadar, sih," gumamnya bingung, kemudian melenggang pergi dari Furqon.

"Dasar perempuan aneh," cibir Furqon kesal, kemudian membakar sampah kembali yang sempat tertunda.

"Assalamu'alaikum," ucap Sheren kembali lagi dan mengagetkan Furqon.

Furqon mengelus dadanya sabar. Sedang Sheren sudah tertawa puas. Ia menatap handphone-nya lagi, ah ia lupa jika panggilannya masih terhubung.

"Oke, Ayah. Besok Sheren tunggu di gerbang," katanya dibalas dehaman malas oleh Shaka.

※※※※※

"Assalamu'alaikum, Ustadz," sapanya.

Hamzah menjawab salamnya dengan pelan, seperti biasa, ia menundukkan pandangannya dari gadis dihadapannya ini. Dalam hati ia bersyukur, Sheren mengalami perkembangan meski hanya kecil seperti membiasakan mengucap salam.

SHEREN : Albi NadakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang