•2. Troublemaker ☃•

29 6 0
                                    

"Tidak akan ku sia-siakan satu kesempatan ini."

・༓☾ SHEREN : Albi Nadak ☽༓・


Mengingat besok adalah hari di mana Ayahnya akan membuangnya ke pesantren, ralat, menempatkannya ke pesantren. Sheren menyiapkan seribu satu rencana supaya bisa kabur dari kekangan Ayahnya.

Jika ia berpura-pura sakit, Shaka tidak akan percaya padanya seperti dulu kala. Jadilah ia memilih rencana yang ke sepuluh yaitu menelfon pacarnya untuk membawa kabur dirinya. Ia tidak suka pesantren. Apa pun akan ia lakukan untuk menghindar dari tempat itu.

Tangannya menopang dagu di atas meja, bibirnya terus bergerak memikirkan hari esok. Satu kaki ia angkat di atas kursinya dengan santai. Bisikan-bisikan 'tak ia hiraukan, yang terpenting sekarang adalah menghindar, menghindar, dan menghindar.

"SHEREN!" teriak Bu Syifa-guru IPA-yang kini tengah mengajar di kelas Sheren.

Sheren menggelengkan kepalanya terkejut, kemudian mendongak menatap sang pelaku. "Jangan teriak, bisa? Saya nggak budek, loh, Bu," ujar Sheren enteng, menatap Bu Syifa kesal.

"Daritadi saya panggil kamu tapi kamunya nggak nyahut-nyahut, itu bisa dikatakan budek, 'kan?" Bu Syifa menahan amarahnya, ia masih ingat jika Sheren adalah anak pemilik sekolah ini. Jika ia teledor satu langkah, maka pekerjaannya akan hilang.

Gadis itu menggebrak mejanya kuat, hingga perhatian siswa sekelas mengarah kepadanya. Ia melangkah maju ke depan, tepatnya di depan Bu Syifa. Tangannya dilipat di dada. "Kok Ibu makin nyebelin, sih," kesalnya mengerucutkan bibirnya ke depan.

"Saya yang nyebelin, atau kamu yang nyebelin?" tanya Bu Syifa menatap gadis itu tajam.

"Ya, Ibulah," jawab Sheren santai. "Saya 'kan daritadi diam aja," lanjutnya sambil memiringkan kepalanya, menatap guru itu 'tak habis pikir.

"Diam tapi ngelamun, kamu nggak pernah merhatiin pelajaran saya." Bu Syifa mencibir kesal, tangannya mengambil ponselnya yang tadi diletakkan dimeja. Setelah selesai dengan ponselnya, ia menatap Sheren.

"Saya sudah lapor sama Ayah kamu," ucap Bu Syifa memberitahu.

Sudah Sheren duga, jika ia mencari gara-gara sedikit saja, maka akan dilaporkan kepada Ayahnya. Kali ini, ia memang sengaja membuat rusuh karena mungkin hari ini hari terakhirnya bersekolah di sini.

Mata Sheren pura-pura terkejut. "Kok Ibu laporin, sih!"

"Dasar ngaduan!" sindir Sheren sinis.

"Apa kamu bilang?!" sentak Bu Syifa keras, matanya melotot kesal. Andai Sheren bukan anak pemilik sekolah ini, mungkin ia sudah sudah menendang Sheren ke sungai amazon.

"Ibu ngaduan, 'kan?" Sheren tersenyum manis. Sengaja memancing emosi lawannya.

"Ini tugas saya buat ngelaporin kamu kepada Pak Shaka bahwa anaknya ini tidak punya kedisiplinan," balas Bu Syifa tajam.

Gadis itu 'tak memedulikan ucapan Bu Syifa. Tangannya dengan berani menjambak rambut Bu Syifa dengan keras. Entahlah, keberanian itu muncul pada dirinya saat ini. Ia tersenyum puas saat melihat korbannya merintih kesakitan sambil memegangi rambutnya yang ia pegang.

"Ibu mungkin akan kangen sama saya nanti," ucapnya menyeringai puas.

"Jadi, ini akan menjadi kenangan terindah sekaligus kenangan terakhir dari saya untuk Ibu," lanjutnya sambil mengencangkan jambakannya pada rambut Bu Syifa hingga merintih kesakitan, lalu Sheren melepaskannya.

"Sheren mau ke kantin, laper," ucapnya kemudian berlalu dari kelas, namun sebelum itu, ia memanggil dua antek-anteknya untuk ikut dengannya.

"Nata, Tesa! Ikut gue."

SHEREN : Albi NadakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang