•5. Pondok Pesantren ☃•

27 5 0
                                    

"Berharap pada manusia adalah patah hati yang disengaja."
–Ali bin Abi Thalib

・༓☾ SHEREN : Albi Nadak ☽༓・

Hamzah, Furqon, dan Sheren berjalan beriringan dengan posisi Hamzah berada di tengah keduanya. Tak jarang pula, Sheren mengganggu ketenangan Hamzah hingga Furqon dibuat kesal olehnya.

"Apa lo?!" sentak Sheren yang sedari tadi mendengar dumelan Furqon tentangnya.

Furqon terperanjak kaget, ia mengelus dadanya pelan. "Cantik-cantik, galak," gumamnya.

"Nggak papa, yang penting udah jadi calonnya Kak Hamzah," terang Sheren bangga, ia langsung memeluk lengan Hamzah yang telanjang karena Hamzah memakai baju koko berlengan pendek

Hamzah terkejut bukan main, ini kali pertama ada orang yang berani menyentuhnya kecuali mahramnya. Ia berusaha melepaskan tangan Sheren yang bergelayut manja dilengannya. "Jangan pegang saya, Sheren. Kita bukan mahram."

"Kalau gitu, kita nikah aja biar bisa pegangan terus," jelas Sheren tersenyum hingga nampak deretan gigi putihnya.

Hamzah menatap sekitar, banyak yang menatap ketiganya bingung membuat Hamzah malu. Ia melepas tangan Sheren hingga terlepas, membuatnya bernapas lega. Furqon, lelaki berumur sepadan dengan Hamzah itu 'tak berani menatap Sheren.

"Bisa gila lo kalau dekat dia, Ham," bisik Furqon ditelinga Hamzah, ia risih dengan keberadaan Sheren.

"Mending lo sama si Zalfa. Udah  lembut, sholehah, pintar, pokoknya idaman banget, deh. Nggak kaya' dia," lanjutnya dengan sengaja meninggikan volume suaranya.

Sheren melotot kaget mendengar nama perempuan. "Lo nyindir gue?" tanyanya kesal.

"Lo merasa?" tanya Furqon tanpa menatap Sheren.

"Lo—" tunjuk Sheren kesal.

"Sudah. Saya di sini nggak mau dengarin kalian ribut. Furqon, jaga sikap kamu, dan kamu Sheren,"  sahut Hamzah cepat. "Saya berharap sama kamu—"

"Kak Hamzah berharap sama Sheren?" potong Sheren  antusias, matanya menatap wajah Hamzah, sedang yang ditatap fokus ke depan menatap beberapa santri yang terlihat membersihkan dedaunan kering.

"Jangan berharap pada manusia, menyakitkan bila dipatahkan," ucap Furqon seperti menyindirnya membuat decakan lolos dari mulut Sheren.

"Copy paste punya Sayyidina Ali aja bangga," cibir Sheren menatap ke arah santri.

Ia menaikkan satu alisnya dengan kaku kala melihat seorang santri hanya duduk dengan tangan menopang dagu. Ia berjalan menghampiri santri itu.

"Woi!" pekik Sheren membuat santri di sekitar terkejut, menatap Sheren aneh.

Sheren menyengir 'tak berdosa, ia duduk di sebelah santri itu. Lalu menatapnya penuh minat. Wajahnya yang pucat, namun senyumnya masih merekah.

"Sheren." Sheren mengulurkan tangannya kepada santri itu.

"Athira," jawab Athira pelan, kemudian membalas uluran tangan Sheren.

Sheren melepaskan uluran tangannya, lalu menatap Athira. "Lo ... sakit?" tanyanya sedikit meringis.

"Cuma sedikit pusing aja," jelas Athira tersenyum, membuat Sheren tertegun. Athira menatap penampilan Sheren dari atas sampai bawah. Celana dibawah mata kaki, kaos berlengan panjang, dan rambut merahnya tidak tertutup hijab.

"Pemaksaan dari Ayah. Gue pake ginian bikin gerah," keluh Sheren menyadari apa yang ada dipikiran Athira.

Athira mengangguk. "Kamu santri baru di sini?"

SHEREN : Albi NadakWhere stories live. Discover now