•1. Keputusan ☃︎•

41 10 0
                                    

"Pilihan Allah lebih indah daripada apa yang kita inginkan."

・༓☾ SHEREN : Albi Nadak ☽༓・


Hamzah Adnallah, lelaki tampan berpeci hitam. Mata sedikit sipit, bulu mata lentik, dan tinggi. Dengan sebuah koper besar di sampingnya, yang menandakan lelaki itu akan ke mana. Dengan ponsel digenggamannya yang sedari tadi tidak henti-hentinya menghubungi sang keluarga.

"Assalamu'alaikum, Umi," sapa Hamzah mendekatkan ponselnya ditelinga, matanya menelusuri semua penjuru bandara.

"Wa'alaikumsalam, Hamzah. Bagaimana, apa Abi sudah menjemput kamu?" tanya Umi Aisyah-Umi Hamzah yang saat ini berada di pondok pesantren Ar-Rohman.

"Belum sampai, Umi. Hamzah takut Abi nyasar," jelas Hamzah meringis pelan, ia antara yakin dan tidak yakin jika Abi-nya masih hafal jalan ke bandara.

"Kamu ini ada-ada saja." Terdengar suara kekehan di seberang sana.

Hamzah terkekeh pelan seakan kekehan Umi-nya menular kepadanya. Manik mata Hamzah tidak hentinya menoleh ke sama kemari guna mencari keberadaan Abi-nya. Ia melambaikan tangannya saat menemukan Abi-nya yang tersenyum lebar menatapnya seraya berjalan mendekatinya.

"Sudah dulu, ya, Umi. Abi sudah jemput Hamzah."

"Iya, hati-hati di jalan. Bilang sama Abi jangan ngebut. Umi tutup, Assalamu'alaikum."

Hamzah mengangguk pelan meski ia tahu Aisyah tidak melihatnya. Sambungan terputus, Hamzah segera memasukkan ponselnya ke dalam saku baju kokohnya.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."

"Hamzah!" Suara berat pria paruh baya membuat senyum Hamzah berkembang. Tubuhnya ditarik ke dalam pelukan sang Abi.

"Assalamu'alaikum, Abi," ucap Hamzah pelan, air matanya menetes tanpa sengaja.

"Wa'alaikumsalam, Hamzah," jawab Hanif-Abi Hamzah-melerai pelukannya.

Dengan segera, Hamzah mengusap air matanya membuat Hanif terkekeh ringan.

"Kangen banget sama Abi," ungkap Hamzah seperti anak kecil.

Dua tahun memisahkan diri dengan keluarga dan saudara-saudaranya yang ada di pondok pesantren untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas Al Ahzar yang ada di Kairo, Mesir.

"Abi juga," balas Hanif.

Keduanya melangkahkan kedua kakinya keluar dari bandara menuju mobil yang tadi Abi parkirkan. Hanif fokus menyetir dan Hamzah menyandarkan punggungnya dikursi penumpang sambil memejamkan matanya. Terlihat lelah sekali. Hanif jadi tidak tega melihat putranya seperti ini.

"Gimana kuliah kamu di sana? Bukannya masih dua tahun lagi kamu lulus?" tanya Hanif memecahkan keheningan. Sesekali, matanya melirik Hamzah.

"Alhamdulillah, Abi. Hamzah lulus dalam waktu cepat atas izin Allah karena doa Abi sama Umi dan juga usaha Hamzah. Di luar ekspetasi, rencana Allah sungguh luar biasa," jelas Hamzah seraya memperlihatkan senyum lebarnya.

Ia bangga akan prestasi yang ia raih, berkat doa Abi dan Umi-nya, usahanya 'tak sia-sia. Karunia Allah akan datang kepada mereka yang senatiasa berusaha dengan bersungguh-sungguh dalam berikhtiar.

"MasyaAllah, Abi bangga sama kamu," puji Hanif.

Orang tua mana yang tidak bangga jika memiliki anak yang berprestasi? Semua orang tua menginginkan itu, tetapi sebagian anak tidak sadar akan hal itu.

SHEREN : Albi NadakWhere stories live. Discover now