•6. Rumah Tangga ☃•

28 5 0
                                    

"Sudah cukup main-mainnya, waktunya muhasabah diri."

・༓☾ SHEREN : Albi Nadak ☽༓・

Salat isya baru saja selesai, acara selanjutnya diisi dengan setoran hafalan santri kepada ustadz dan ustadzah-nya masing-masing. Sheren duduk ditangga masjid bagian luar, dengan tangan menopang dagunya menatap banyak sandal santri yang tergeletak indah di bawah. Bingung harus melakukan apa. Ingin bermain ponsel, tetapi benda kecil itu sudah diamankan oleh Abi Hanif.

"Sheren, kenapa tidak masuk?" tanya seseorang tiba-tiba.

Sheren mengerjapkan matanya berkali-kali, mendongakkan kepalanya guna menatap sang penanya. Ia tersenyum ternyata Umi Aisyah. "Bosan, Umi."

Umi Aisyah tersenyum, kemudian duduk di samping Sheren. "Bosan itu manusiawi. Sekarang masuk, yuk. Kita hafalan bareng-bareng," ajak Umi Aisyah lembut membuat hati Sheren menghangat.

Gadis berambut merah itu tersenyum lalu mengangguk pelan. Mengikuti langkah Umi Aisyah yang membawanya ke dalam sekumpulan para santri yang hampir selesai.

"Perkenalkan, ini namanya Kak Sheren," ungkap Umi Aisyah kepada santri-santrinya. Sheren menatap semua santri yang menatapnya sinis.

Santri bernama Ghisya menatap penampilan Sheren dari atas ke bawah. "Kak Sheren kenapa tidak menutup auratnya?" tanyanya polos.

Umi Aisyah mengusap punggung Sheren lembut, menyadari jika Sheren tertohok dengan pertanyaan Ghisya barusan. "InsyaAllah, doakan Kak Sheren mendapat hidayah dari Allah SWT. ya," terang Umi Aisyah.

Sebagian santri yang mendengar penuturan Umi Aisyah langsung mengaminkan nya. Lantunan ayat demi ayat Al-Quran sudah dibacakan oleh Umi Aisyah, kini Sheren mulai mempraktikkannya.

Sheren tersenyum dalam hati, ilmu agama yang diajarkan Ayah dan Bundanya dahulu masih melekat dalam hatinya meskipun sedikit ingat, namun Sheren mensyukurinya. Bibirnya bergerak sempurna membacakan ayat-ayat suci Al-Quran.

"MasyaAllah." Umi Aisyah tersenyum kagum, memang ia mengenal Sheren dari kecil. Ia mengetahui apa saja yang diajarkan Shara dan Shaka kepada Sheren dulu, karena dulu Shara, Shaka, Hanif dan Aisyah tinggal bertetanggaan.

※※※※

Satu kata yang mewakilkan perasaan Sheren sekarang, bosan. Sheren berjalan tanpa tahu dia berada di mana yang jelas ia masih dalam lingkup pesantren. Cahaya matahari pagi tidak membuatnya terganggu, Sheren bukan gadis lebay yang terkena sinar matahari langsung menepi hingga kulitnya 'tak lagi bertubrukan dengan matahari.

Senyuman miring tercetak jelas diwajahnya, jika dihitung mungkin sudah lima hari di sini dan ia tidak pernah membuat kerusuhan di sini. Ia menatap salah satu santriwan sedang memetik buah mangga di atas pohon dengan tangga yang menyangga dipohon.

"Dek, pinjam tangganya, ya," pekik Sheren langsung mengambil tangga tersebut, lumayan berat, tapi tidak apa.

"Loh, Kak! Jangan!" teriak santriwan di atas pohon, raut wajahnya seketika panik. Dia tidak tahu caranya turun tanpa tangga.

Sheren mendongak. "Bentar, gue mau buat rumah tangga sama Kak Hamzah!"

"Kak, tapi Alif nggak tahu caranya turun!" teriak Alif kesal, ia melirik ke tanah yang jauh dari jangkauannya.

"Tinggal loncat, hap," sahut Sheren sedikit berteriak.

Alif melotot, bulu kuduknya meremang, apa ia harus meloncat, memang tidak terlalu tinggi, tapi tetap saja ia takut. "Kak!"

SHEREN : Albi NadakWhere stories live. Discover now