•3. Rumah Sakit ☃•

26 5 0
                                    

"Lidah akan terus berkata jujur selagi hatinya ikhlas dan luhur."
- Umar bin Khattab

・༓☾ SHEREN : Albi Nadak☽༓・

Panggilan terputus sesaat, Shaka menge-cek notif pesan. Banyak laporan tentang Sheren hari ini. Ia mendengkus kesal, tak menghiraukan ucapan Sheren untuk ke sekolah. Namun, satu notifikasi membuyarkan lamunannya.

Daven

Ini rekaman tadi, pas jam pertama. Dan Sheren bolos sama Nata dan Tesa.
Om.
Om.
Om, cepat ke sekolah.
Sheren pingsan sama mimisan di kantin.

Kening Shaka mengerut jelas. Bagaimana Sheren pingsan? Sedangkan anak itu kuat-kuat saja? Tangannya memijat pangkal hidungnya pusing. Setelah beberapa saat, ia mengambil kunci mobil untuk segera ke sekolah miliknya.

"Itu, Om," ujar Daven menunjuk Nata dan Tesa yang tengah berjongkok di kantin dengan Sheren di hadapannya.

Daven dan Shaka segera mendekat. Dalam hati, Shaka ber-istigfar melihat putrinya yang terpejam lemah. Pria setengah paruh baya itu Berjongkok.

"Sheren nggak lagi bohongin Ayah, 'kan?" tanya Shaka hati-hati. Ia mengusap darah yang keluar dari hidung putrinya. Ini bukan bohongan. Shaka menghela napas berat.

Mata Sheren sedikit terbuka guna menatap Shaka. Ia merasakan sedikit sentuhan tangan Shaka di bawah hidungnya.

"A-Ayah," panggilnya dengan nada lirih.

"S-sakit," rintih Sheren.

Shaka tersenyum menenangkan, tangannya mengelus rambut merah Sheren. "Daven, angkat Sheren ke mobil Om," perintah Shaka berdiri.

Daven mengangkat tubuh kecil Sheren, langkahnya mengikuti Shaka hingga ke parkiran mobil. Shaka membuka pintu belakang, setelah Daven dan Sheren masuk, Shaka berjalan memutari mobil ke kursi kemudi.

Daven memangku kepala Sheren di atas pahanya. Ia mengeryit heran kala melihat Sheren yang tengah mengerjapkan matanya berkali-kali. "Lo pingsan bohongan apa beneran?" tanyanya sembari menepuk pipi Sheren dengan pelan.

"L-lo kalau mau de-bat sam-a She-ren nanti aja," sahut Sheren cepat, menyentak tangan Daven yang menepuk pipinya.

"Da-rahnya," rintih Sheren menahan sakit diperutnya. Tangan kecil Sheren mengusap darah yang mengalir dihidungnya dengan kasar. Ia benci menjadi lemah seperti ini.

Shaka mengambil tisu yang sudah tersedia di dalam mobilnya, kemudian memberikannya kepada Daven. Matanya sesekali melirik ke arah kaca. Daven mengusap darah Sheren dengan tisu, ia meringis pelan saat Sheren 'tak sengaja terbatuk.

"Pelan-pelan, sakit ini!" sentak Sheren cepat.

"Makanya, kalau cari ribut jangan sama cowok."

Pintu ruangan IGD tertutup rapat, Shaka menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Sudah setengah jam ia terduduk seperti ini. Daven, lelaki itu sibuk mengirimkan pesan kepada guru untuk izin hari ini. Pintu terbuka, nampaklah seorang dokter dengan jas putih yang melekat ditubuhnya.

"Gimana keadaannya, Dok?" tanya Shaka mendekati Sang Dokter.

Dokter itu mengembuskan napasnya. "Pasien tidak papa, hanya benturan ringan dikepalanya," jawabnya sedikit ragu, namun Shaka tidak menyadarinya.

SHEREN : Albi NadakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang