Selamat Tinggal Mantan

19.5K 713 12
                                    

"Nay, tolong jangan tinggalin, Mas. Mas janji akan memperbaiki semuanya," ucap Mas Bram dengan wajah penuh penyesalan. Aku yang mendengar teriakan Mas Bram menghentikan langkah.

"Oma, tunggu sebentar sepertinya aku harus bicara sama, Mas Bram," pintaku, terlihat Oma keberatan namun akhirnya mengangguk.

Aku pun berbalik menatap lekat wajah sendu, Mas Bram, sembari melangkah mendekat ke arahnya dengan wajah pura-pura sedih.

"Nay, kamu mau, 'kan maafin, Mas?" tanya Mas Bram tersenyum getir berusaha memegang jari jemariku dengan mata berkaca-kaca, sebenarnya aku tidak sudi menerima sentuhan mantan suamiku tersebut, namun demi membuatnya sedikit patah aku harus berpura-pura.

Melihatnya sikap Mas Bram seperti itu, rasanya bukan membuat simpati malah ingin tertawa geli. Lelaki yang biasanya terlihat angkuh itu, kini menangis tak berdaya. Di samping kanannya berdiri Mama dan Mita, sementara di samping kananya Meira yang terlihat mencebik, melihat drama yang tengah berlangsung.

"Aku memaafkanmu sekalipun tidak bisa merubah keadaan, Mas," ucapku pura-pura sedih sembari menunduk menatap keramik, ingin sekali rasanya aku tertawa, tetapi kutahan. "Setelah Mas menalakku aku sadar bahwa jodoh kita tidak panjang."

"Nay ...." Suara Mas Bram terdengar bergetar mungkin menahan tangis, dan menyesal akan ucapannya beberapa jam yang lalu, yang keseketika merubah keadaan.

"Sebenarnya, aku sangat mencintaimu, Mas. Berharap kaulah Imam pertama dan terakhirku. Tapi, takdir berkata lain," sambungku lagi sembari memasang wajah sedih. "Terima kasih, Mas telah menjadi suamiku, meski hanya sesaat, maafkan aku jika selama menjadi istrimu aku tak sempurna." Perlahan aku melepas genggaman tangan Mas Bram dengan wajah masih pura-pura sedih. Sementara Mas Bram terlihat menggeleng, tak rela melepasku.

Rasakan, Mas setelah kau puas menyakitiku sekarang kamu akan puas untuk terus merindukanku, kalimat pamungkas yang keluar dari mulutku akan menjadi candu bagimu, bukan hanya membuat getaran tapi bagai bom yang meledakkan.

"Ngapain lagi sih, lama amat," teriak Dewa dari luar. Mendengar itu Oma segera memberi peringatan untuk segera pergi. Aduh bisa gak itu cowok resek yang lagi diluar biarkan aku ngucapin kata-kata perpisahan romantis dulu, gerutuku kesal.

"Nay, ayo!" ajak Oma. "Saya harap perceraikan ini segera disahkan secara pengadilan, karena saya yakin setelah ini akan ada banyak laki-laki yang ngantri buat ngelamar cucu saya," tegas Oma.

Semakin kejanglah Mas Bram mendengar kata 'banyak laki-laki yang ngantri' yang terucap dari mulut Oma. Terima kasih Oma, you are the best. Aku padamu, Oma. Rasakan kamu, Mas. Namun tentu saja semua itu kuucapkan dalam hati.

"Mas, aku pamit ya! Jaga kesehatan, Mas. Aku pasti merindukan semua tentang kita!" Aku mengedipkan mata sebagai tanda kata perpisahan, dengan hati penuh kepuasan.

Sementara Mas Bram hanya mematung seperti orang yang tengah sekarat menanti sakratul melihat kepergianku. Begitu pun Mama tiba-tiba seperti orang yang kerasukan, tatapannya kosong. Hanya Mita dan Meira yang nampak masih bisa bersikap waras.

Selamat tinggal mantan!

Setelah mencapai mobil, Dewa menatapku dengan tajam, sembari bersandar dipintu mobil depan dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, terlihat sekali aura kesal gara-gara terlalu lama menunggu.

"Bisa gak gak usah pakai drama-drama lagi," celetuknya saat aku berusaha membuka pintu mobil.

Aku yang mendengar kalimat itu terpaksa mengurungkan niat untuk membuka pintu mobil.

"Eh siapa juga yang suruh kamu datang kamu kemari?"

Terlihat wajahnya semakin geram.

"Dewa, Naya ayo masuk!"

Oma yang sudah duluan masuk ke dalam mobil akhirnya menegur kami yang masih berdebat, emosiku naik melihat tingkah lakunya yang ikut-ikutan songong tersebut.

Kami pun segera masuk mendengar teguran dari Oma. Dengan raut wajah sama-sam kesal.

Perlahan mobil meninggalkan kediaman Mas Bram kulihat mereka masih mematung melihat kepergian kami.

______

Pov Author

Perlahan tubuh Bram oleng, menimpuk Mama yang masih terpaku berdiri di sampingnya, mukin keduanya kekurang suplay oksigen yang masuk ke otak akibat tekanan batin dan penyesalan yang begitu hebat. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Sudah jatuh tertimpa tangga. Sudahlah gagal mendapat mantu kaya kini tubuh Mama di timpa Bram hingga membentur lantai.

Tentu saja hal demikian membuat Mita dan Meira jadi ikut panik untuk mengangkat tubuh dua orang yang sama beratnya.

Brug, tubuh Mama dan Bram membentur lantai, dengan keras, meski dengan daging melimpah tak urung membuat tubuh Mama meringis kesakitan. Dengan susah payah Mita dan Meira mengakat tubuh Mama yang tertimpa Bram, rupanya Mama masih ada sedikit kesadaran, dengan meringis saat tubuh besar Bram menghantam tubuh gembrotnya.

Sementara Bram bak orang kejang yang kena sawan. Tetangga pun datang mendengar kegaduhan di rumah Mama.

"Astagfirullahhaladzim." Seketika suara istighfar menggema saat Bu Rina sohib Mama mendapati tubuh Mama dan Bram tergeletak di atas lantai. "Ada apa ini?" tanya Bu Rina panik.

"Udah, Bu bawa aja ke rumah sakit!" timpal Bu ICa yang juga ikut datang melihat.

"Jangan!" ucap Bu Rina.

"Lho kenapa?" tanya Bu Ica penasaran.

"Ambilin aja air dengan di kasih garam kayaknya mereka kerasukan," ucap Bu Rina asal.

"Hush, kalau ngomong sembarangan aja," jawab Bu Ica.

"Lha trus piye to?" Mereka sibuk berdebat, sibuk dengan pendapat masing-masing.

Perlahan Mama bangkit dengan bantuan Mita memapah tubuh besarnya, sambil meringis kesakitan.

"Ada apa, Bu Ratna kok saya lihat ada dua mobil datang ke rumah Ibu? Setelah mobilnya pergi datang-datang saya lihat Ibu sama Bram malah kayak habis step. Mereka rentenir?" tanya Bu Rina panjang kali lebar dengan rasa penasaran.

"Hush kalau ngomong bisa gak waras dikit," ucap Bu Ica. "Itu saya lihat Naya ikut masuk ke dalam mobil, jangan-jangan, mantu Ibu sih Naya diculik ya?"

"Bu Ratna kok dari tadi diam aja?" tanya Bu Rina penasaran.

"Mita ini gimana ceritanya?"

Mita hanya nampak diam tidak menjawab tubuhnya terlihat lemah, mungkin patah hati karena tidak jadi dilamar.

"Lho iki sopo?" tanya Bu Rina menunjuk ke arah Meira karena masih terlihat asing.

"Sa-saya, Meira temannya Bram," jawab Meira terbata, tidak mungkin baginya di saat seperti ini mengaku calon mantu Bu Ratna bisa-bisa jadi berita ter-hot se RW.

Setelah cukup lama akhirnya Mama sudah sedikit lebih tenang dan bisa menjawab pertanyaan sohibnya tersebut, dan Bram pun ingatannya sedikit kembali sadar meski masih terlihat lemas. Setelah memastikan keduannya baik-baik saja akhirnya, Bu Rina dan Bu Ica pamit pulang.

Drrrrrt

Suara ponsel Bram bergetar ia segera menyambarnya dan melihat siapa yang melakukan video call, seketika wajahnya berbinar bahagia ketika sosok itu muncul di layar ponselnya.

MEMBUAT SUAMI MENYESALWhere stories live. Discover now