| 9 | Fardan sad boy ◡̈

71 30 15
                                    

Happy reading all'-'


------


"Apakah ini yang dinamakan cinta? Atau hanya rasa kagum semata?"

°°°

Malam hari yang tenang bagi Langit. Namun semua ketenangannya terganggu begitu saja karena suara bel rumahnya yang terus berbunyi.

"Ganggu aja!" ujarnya, lalu dengan malas, Langit pun turun untuk menemui siapa pelaku yang datang kerumahnya pada malam hari seperti ini.

Pintu akhirnya terbuka, disana terlihat dua orang curut yang mengesalkan bagi Langit, siapa lagi kalau bukan Gibran dan Fardan.

"Ayo masuk Gib, anggap aja rumah sendiri." Bukan Langit yang mengucapkan itu, melainkan Fardan.

"Sialan kalian berduaa! Sana pulang!" Langit mendorong keduanya untuk segera meninggalkan rumahnya.

"Etdah Ngit, gak boleh gitu dong, gak baik. Ingat, tamu adalah raja!" cerca Fardan sambil menyengir lebar sampai menampakan giginya.

"Ya iya, tapi kalian bukan tamu gue! Jadi, sana kalian balikk!" Langit berniat untuk menutup pintu rumahnya itu, namun dengan gesit, Gibran menahan pintu itu dengan kakinya. "Hilih, jangan gini lah bos," melas Gibran.

"Hmm, yaudah," ujar Langit, lalu keduanya langsung mengekor dibelakang Langit.

"Duduk Gib, gak usah malu-malu," ucap Fardan yang langsung duduk disofa, lalu menselonjorkan kakinya keatas meja.

"Gak sopan lo goblok!" Marah Langit, menatap tajam Fardan.

"Gak sopan nya juga sama lo, jadi ya biasalah!" ujar Fardan sambil terkekeh pelan.

"Anak dajal!"

"Astaghfirullah, jangan bilang begitu nak Langit, itu tidak baik!" ungkap Gibran sambil berlagak seperti layaknya ustad.

Tak berselang lama, datang lah seorang pembantu yang memang sudah lama bekerja disini, mungkin sejak Langit masih bayi pun, pembantu ini sudah ada, namanya Bi Lani.

"Permisi nak Langit, ini mau pada dibuatin apa?" ujar Bi Lani sambil membawa sebuah buku note kecil, persiapan katanya, karna Bi Lani sudah tak akan tabiat Fardan.

"Langit ma air bening aja," ucap Langit.

"Gibran mau kopi boleh gak Bi?" tanya Gibran.

BI Lani lantas mengangguk sambil mencatat apa yang diinginkan Gibran. Melihat tinggal satu orang lagi yang belum dicatat, membuat Bi Lani harus banyak bersabar menghadapi makhluk merepotkan seperti Fardan.

"Fardan mau...," ujar Fardan menggantungkan ucapannya sambil menggaruk-garuk dagunya, seolah sedang berpikir. "Tau diri lo! Ini rumah bukan restoran!" ujar Langit.

"Iya sayang Langit," ejek Fardan.

"Yang cepet napa Dan, mau apa kek tinggal bilang! Kasian Bi Lani kelamaan nungguin lo!" ujar Gibran sambil menggeplak kepala Fardan.

"Cie Bi Lani nungguin Fardan. Fardan ma gak mau banyak-banyak Bi, Fardan cuman mau kopi 1, air bening 1, ayam geprek plus sama dua piring nasi, terus sama mau kentang goreng, udah Bi, cuman segitu, hehe." Setelah mengucapkan itu, Fardan langsung terfokus pada ponselnya.

"Cuman kata lo? Najis lo Dan!" ucap Langit, lalu melempar bantal sofa ke arah Fardan.

"Gak ada akhlak si Fardan," timpal Gibran.

BUMANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang