60. DALANG SEBENARNYA

Start from the beginning
                                    

"Udahlah, gak usah pake nanya. Ini juga salah gue."

"Emang lo abis ngapain dia?" tanya Maxen, penasaran. Pasalnya Jenaro mengakui bahwa dirinya salah di depan mereka yang baru pertama kalinya mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sang ketua.

"Pasti ada hubungannya sama Oife, kan?" Itu suara Narain. Narain mencoba menelusuri manik Jenaro yang tidak berusaha mengelak.

Jenaro mengangguk, "Salah kalo gue pingin minta maaf ke Oife?" tanyanya dengan suara sepelan mungkin.

"Gak, Ro. Justru dengan lo minta maaf itu menunjukkan kalo lo cowok yang bertanggung jawab. Mengakui lalu memperbaiki. Gue dukung apapun yang lo lakuin asal jangan bodo amatan kayak kemarin-kemarin." Rainer menimpali. Cowok berkulit putih susu tersebut menepuk-nepuk bahu Jenaro, mentrasfer semangat yang ada di dirinya.

"Bagi Oife mungkin udah terlambat, tapi bagi seorang Jenaro gak ada yang namanya kata terlambat apalagi nyerah dengan keadaan. Bener gak, Bos?" Maxen tersenyum kecil pada Jenaro yang cowok itu balas sama halnya. Setidaknya disaat-saat begini mereka saling support, bukan malah menyalahkan.

"Biarpun lo goblok, lo tetap temen gue. Ketua Rebellion Team. Seseorang yang paling gue hargai." Meski awalnya sempat mengejek, namun kata-kata terakhirnya membuat Jenaro mau tidak mau terkekeh ringan. Ketahuilah, aslinya Jenaro tidak sejahat dan segalak itu. Ada sisi kelembutannya yang mungkin cuma keluarga terdekatnya saja yang tahu, yang bisa merasakannya.

"Gue terharu, Gun."

"Awas jangan sampe baper, Bos. Bahaya."

"Cewek-cewek virtualan lo tuh yang harusnya bentengin perasaan biar gak ngarepin kadal buntung kayak lo."

Maxen mendengus, "Dasarnya si Agun kali Bos yang suka ngebaperin cewek. Gegayaan jadi fakboi, sekalinya cewek minta kepastian bocahnya malah ngalihin pembicaraan. Pernah ngilang juga kan lo?" Pertanyaannya itu ditujukan untuk Saguna.

"Gue ganteng. Gue diam."

"Jiahhh, gak bisa ngomong kan lo?" Rainer menertawakan Saguna yang memasang raut kesal. Ini mereka ke sini tujuannya membawa pulang Jenaro. Kok ya jadi menyalahkan dirinya atas aura kegantengannya sih?

Narain menyela, "Bahasnya pas di depan gebetan Saguna aja. Mending ini kita bawa si Bos balik dulu. Ntar keburu disembelih Om Guiza."

Kening Saguna mengerut dalam, "Emang Om Guiza sejak kapan jadi panitia kurban?" tanyanya polos minta ditabok.

"Gue getok kepala lo pake sendal boleh gak, Gun?" Ijin Rainer sangking gemasnya dia. Saguna emang gak pernah bener otaknya. Ada aja yang korslet.

"Duit aja lah, Pren! Yakin nih isi kepala langsung semriwing-semriwing."

"Semriwing gundulmu!"

"Ribut aja terus. Sampe Mama Mia jadi Mamanya Lezatos."

"Siapalagi itu Lezatos?" Saguna bertanya lagi. Dan akhirnya Rainer kesal kemudian beneran menggetok kepala Saguna dengan sendal mahalnya. Saguna mengumpat keras. Keempatnya pun berangsur menaiki motor dengan Jenaro diboncengan Narain, meninggalkan Saguna yang mendapat tugas membawa motor ninja milik Jenaro.

"Tinggalin aja gue. Tinggalin."

➖➖➖

"Kamu kemana saja sayang? Daddy khawatir sama kamu."

Langkah lebar Oife terhenti kala suara Ayahnya mengusik pendengarannya ketika dia melewati ruang keluarga. Mendapati Ayahnya serta Ozi berdiri dengan raut wajah menyedihkan.

Sekuatnya dia tekan hati nuraninya, perasaan sayang ini dia tanam jauh mengingat sakit yang dia rasakan belum pulih sepenuhnya. Pengabaian mereka, ketidakpedulian mereka juga saat mereka lebih mempercayai wanita yang jelas-jelas perusak kebahagiaan orang lain. Itu semua terekam di dalam memori kepalanya. Oife bahkan tidak pernah bisa tidur nyenyak lagi. Oife terlanjur kecewa. Oife tidak ingin menjadi durhaka, namun keadaan yang membuatnya mengambil keputusan terberat.

JENARO Where stories live. Discover now