Tone 5

1.7K 199 101
                                    

(warning ‼️ fanfiction 21+)

🎶

"Dot Pixis."

Mikasa hanya tertegun mendengar nama dari tamu yang akan ditemuinya, nama asing ditelinganya namun Hitch begitu membanggakannya. Mereka berjalan menuju ke arah hotel saat tengah hari, membuat Hitch menggerutu saat jatah tidur paginya tertunda karena harus mencarikan pelanggan baru untuk Mikasa yang sesuai kriteria, yaitu ber-uang banyak dan rela membayar lima puluh juta di setiap rondenya.

"Dia memang sudah tua, tapi kebaikan hatinya membuat kita mudah untuk mengeruk uangnya." Hitch terkekeh setelah mengatakan hal tersebut, ia begitu memahami dengan Mikasa yang membutuhkan uang. Sama seperti dirinya, hanya saja tujuan Mikasa lebih mulia dibandingkan dengan dirinya yang mencari uang untuk kepuasan pribadi.

"Jangan lupa untuk menjual ponselku. Kau bisa mengambil sepuluh persen dari hasil penjualan." Mikasa mengganti topik pembicaraan, entah mengapa mengetahui spesifik dari calon pelanggannya membuat Mikasa merasa takut, ketakutannya sama saat pertama kali Mikasa memutuskan untuk menjual diri hingga akhirnya bertemu Levi, tapi ia tak punya pilihan lain.

"Okey!" Hitch melingkarkan jari telunjuk dan ibu jarinya dengan membiarkan tiga jari lainnya tegak, pertanda kesepakatan.

Mikasa menghembuskan napas dalam begitu ia sampai pada pintu kamar yang dituju, ia berusaha menguatkan hati lalu menekan bel pintu. Mikasa hanya bisa tertawa miris dalam hati begitu pintu terbuka dan memperlihatkan sosok pelanggan barunya, seorang laki-laki tua yang di penuhi keriput dan tanpa rambut.

Hitch yang baru saja keluar dari lift hotel untuk pulang dan kembali melanjutkan tidurnya tersentak ketika ponsel Mikasa yang ia bawa bergetar, sebuah panggilan masuk dari kontak dengan nama idola berusaha untuk menghubungi.

Levi yang baru menyelesaikan acara jumpa pers untuk mengklarifikasi tentang hubungannya dengan Petra terkejut begitu membuka ponselnya dan melihat beberapa panggilan tak terjawab dari Mikasa, ia bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi karena tak biasanya Mikasa menghubunginya lebih dulu, ditambah pertengkaran kecil yang terjadi diantara mereka pagi tadi. Jika melihat karakter Mikasa sepertinya dia bukan orang yang akan lebih dulu meminta maaf. Levi mencoba menghubungi Mikasa namun suara Hitch yang terdengar menyapa dari seberang membuat Levi mengernyit bingung, ia melihat layar ponselnya memastikan jika ia tak salah nomor, kembali Levi berinteraksi dengan Hitch dan menanyakan keberadaan Mikasa.

Di kamar hotel mewah itu Mikasa hanya berdiri kaku di depan laki-laki tua yang duduk seraya mengamati dirinya dari ujung kepala hingga ujung kaki, tak seperti Levi yang langsung menerjangnya di awal mereka bertemu pak tua itu terlihat lebih kalem dan memberi Mikasa kesempatan.

"Kau takut? Tubuhmu gemetar dan wajahmu terlihat pucat." Pixis melihat sesuatu yang aneh dalam diri Mikasa, ia merasa Mikasa belum siap mental untuk melayaninya.

"Aku tidak apa-apa." Sanggah Mikasa, ia mulai membuka baju atasnya dan menyisakan bra yang menutupi kedua dada besar miliknya. Meskipun Pixis belum menyentuhnya sedikitpun.

"Kau terlihat begitu tersiksa, apa kau benar-benar membutuhkan uang sekarang?" Pixis yang masih mendudukkan dirinya diatas tempat tidur hanya menatap Mikasa simpati, ia tahu jika Mikasa terlihat terpaksa melakukannya.

"Aku akan melayani anda." Mikasa hendak melepaskan ikatan bra di belakang punggungnya namun gerakan Mikasa terhenti begitu mendengar pertanyaan Pixis.

Song For...Where stories live. Discover now