15. Marah

741 116 57
                                    

Gue panas dingin, dingin dan panas itulah yang gue rasakan saat ini.


"Ayah, Ayah!" teriak Mas Edrean seraya menarik tangan kanan gue dengan kasar. "Ayah!" teriaknya lagi.

Mas Edrean melempar gue sampai tersungkur dan dilanjutkan dengan membanting semua yang ada diruang tamu.

"Mas, apa-apaan," bentak gue yang disorot sangat tajam setajam suntedz.

"Diam kamu!" bentak Mas Edrean nggak kalah dari gue.

"Astagfirullah, ada apa ini?" ujar Bundanya terkejut bukan main.

"Ayah mana Bun?" tanya marah Mas Edrean.

"Kenapa Mas?" sahut Ayahnya baru nongol.

Ayahnya melihat ke sekeliling yang kacau lantaran ulah anaknya sendiri.

Mas Edrean mondorong gue kasar sedangkan gue langsung menyubut.

"Ayah main gila sama istri saya dan Ayah pura-pura nggak ngerti?" Mas Edrean bertepuk tangan. "Bagus-bagus, hebat banget. Ayah yang saya banggakan menjadi musuh dalam selimut!" Mas Edrean nggak waras.

Beneran Yandere ini mah! Coban rumah sakit jiwa yang bagus dimana sih?

"Maksud kamu apa? Ayah nggak ngerti, tiba-tiba marah dan mengkasarin istri kamu" tanya Ayahnya baik-baik.

"Cie Yanderenya anjlok naik" sindir Adrean terkekeh.

"DIAM LO!" jawab Mas Edrean bernada tinggi.

"Mas, aku itu cuman bercanda jangan marah kayak gini dong. Sakit tau tangan aku" gue berusaha meyakinkan.

Mas Edrean sudah telanjur marah dan langsung menjelaskan semuanya.

Bundanya marah, malahan nggak terima dan nggak nyangka. Sedangkan Ayahnya hanya terkekeh.

"Abang harus dibawa kerumah sakit jiwa, Yah" ujar Ardean bahagia.

"Iya betul itu. Aku setuju, orang cuman bercanda malah diseriusin" gue tertawa terbahak-bahak.

"Tes aja, hamil apa enggaknya?" ujar Bundanya menatap nggak suka kearah gue.

"Baik siapa takut!" jawab gue berani. "Mau berapa tespek? Dan mau berapa cek up?"

━─━────༺༻────━─━

Mas Edrean kesal atas ulah gue, malahan Mas Edrean malu karena telah memarahi Ayahnya, apalagi menuduh Ayahnya telah menyetubuhi gue.

"Mau lagi nggak?" tentang gue santai.

Tangan Mas Edrean geram, namun sayangnya harus ditahan. Mas Edrean pergi begitu saja meninggalkan gue yang sekarang berada dirumah sakit.

"Mas tunggu," teriak gue kencang seraya menghampiri Mas Edrean.

Setibanya di dalam mobil, Mas Edrean melajukan mobilnya dengan sangat cepat tanpa memperdulikan gue yang ketakutan.

"Mas, aku nggak mau mati dulu!" jerit gue menggigil.

Mas Edrean menghiraukan ucapan gue, malahan menaikan kecepatannya.

Anjim, babiz, bangset, saten itulah yang gue mau katakan kepada Mas Edrean tapi sayangnya bukan waktu buat bercanda.

━─━────༺༻────━─━

Setibanya dirumah, gue bingung mau membuka pembicaraan kayak gimana?

"Lakukan, jangan, lakukan, jangan," gue hanya bisa memainkan sepuluh jari gue. "Jangan!" akhir keputusan dari jari tangan gue.

Gue mau membuka mulut buat memecahkan kemarahannya malah. "Diam kamu!" bentak kasar Mas Edrean.

Gue hanya menutup mulut seraya mempaskan posisi tubuh gue menghadap Mas Edrean. "Lakukan, jangan, jangan, lakukan." Ucap gue yang berujung pada jangan.

Mas Edrean mendorong gue dari hadapannya. "Gue benci sama lo, Frey!" ucap geram Mas Edrean. "Gue sabar banget selama tiga minggu ini, menahan sikap lo!" tangan Mas Edrean yang geram berusaha menahannya.

Gue berusaha mempaskan posisi gue yang tadi, walaupun terus-terusan didorong tetapi gue nggak pantang menyerah.

Gue menatap Mas Edrean dalam-dalam walaupun gue belum siap melakukannya, mungkin dengan cara ini Mas Edrean bisa memaafkan gue.

"Punya bini bukannya merasa bersalah atas ulahnya, malah menatap gue kayak gitu. Giliran gue langsung baku hantam, malah ngeberontak kayak gue maling aja!" ucap batin Mas Edrean.

━─━────༺༻────━─━

Ajari Gue!! My Dosen, And My Imam (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang