13. Kok Cem Sih?

805 116 88
                                    

Sabarkan hati hamba ya Allah, punya laki Dosen itu harus siap jiwa ke binian.

Tapi dia siapa gue coba? Sampai-sampai gue cemburu kayak gini?

Cie yang mulai tanda-tanda, khmm nih. Hehehehe.

"Pak, ada waktu nggak? Kencan bareng ya? Eh, maksudnya kenalan lebih jauh." Ucap Mahasiswi centil.

Woy, bininya sedang ada disampingnya loh. Kok gue nyamuk sih!

"Boleh" Pak Edrean tersenyum manis.

Astaghfirullah, ya Allah lebih baik ribut daripada akur yang hanya bisa memberikan luka.

"Pak Edrean kapan bisanya?" tanya Mahasiswi itu.

"Dua puluh empat jam selalu bisa" jawab Pak Edrean yang membuat jiwa kebinian gue ingin menoyor kepalanya.

"Sabar Frey, sabar. Ingat papais di rumah!" gumam gue berusaha bersabar.

"Oke Pak, kalau begitu sekarang bisa nggak, setelah pulang kuliah?" sambunya lagi manis.

"Bisa" jawab enteng Pak Edrean.

Woy, gue pulangnya kayak gimana? Ya Allah, gue juga harus mencari laki lain nih kalau dia punya cewek lain.

Mahasiswi itu tersenyum sangat manis. "Terimakasih, Pak" Mahasiswi itu berpamitan pakai bahasa isyarat.

"Dasar Tante ketemu Om langsung akur!" sindir gue malas.

"Cie yang cemburu lakinya ditempel sama cewek lain. Mangkanya kasih haknya sebelum usia suami kamu belum nambah!" ucap Pak Rafandra seraya pergi meninggalkan gue.

"Anjim, babiz, sentan," jarit gue tertekan.

Gue melanjutkan perjalanan menuju ruangan gue. "dua puluh tujuh tahun kalau menunggu 2 tahun berarti usia Mas Edrean dua puluh sembilan tahun? What? Apakah bisa muasin gue? Nafasnya berakhir! Gue jadi janda dong?" ucap gue dalam hati. "Kalau jadi janda berarti gue bisa menikmati masa muda gue dong?" lanjut gue dalam hati sambil melukis senyum bahagia.

Seketika pikiran gue buyar dengan usia gue yang masih muda atau tua sih. "Jadi usia gue dua puluh empat tahun dong? Kenapa nggak gue kuliahnya pas ngeberojol sih. Biar jadi pengusahawan termuda diusia dini!"

━─━────༺༻────━─━

Suara nyamuk kayak gimana sih? Bukannya pulang kuliah langsung kerumah ini malah jadi babu Tuan Edrean.

"Bawa!" perintah Mahasiswi itu.

"Ini juga!" sambung Pak Edrean yang harus gue panggil Mas karena bukan area kampus.

"Woy, enak banget lo berdua jadi majikan!" gue melempar semuanya yang ada di tangan gue, nggak termasuk barang bawaan gue.

"Eh, lo!" Mahasiswi itu menyorot tajam.

"Eh, lo juga!" gue nggak kalah dari dia. "Gue itu bukan ART lo. Ingat itu!" gue pergi meninggalkan mereka dengan santai.

Eh, tapi kayaknya nggak jadi deh soalnya gue takut Mas Edrean ketempelan setan.

"Gue harus balik lagi walaupun harus jadi nyamuk, asalkan laki gue nggak berpaling. Bagaimanapun dia juga laki gue, bukan laki tetangga gue." Ucap gue seraya berjalan.

Setibanya di tempat, gue bingung mau nyari Mas Edrean kemana. "Bukannya tadi disini ya?" gue menggaruk kepala yang nggak gatal sih. "Jangan-jangan dia setannya Mas Edrean dan ceweknya juga!" pikiran gue melantur.

━─━────༺༻────━─━

Gue capek selama 2 jam harus mencari Mas Edrean mengelilingi tempat belanja yang sayangnya nihil. Daripada mencari lebih baik gue pulang aja, lebih baik dan lebih bagus kan?

Ajari Gue!! My Dosen, And My Imam (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang