08

515 93 5
                                    

"Mendekatlah. Sepertinya aku benar-benar pernah melihatmu sebelumnya"

"Rayuan kuno seperti itu tidak mempan lagi."

"Mata merah tua yang menyebalkan itu, kurasa aku teringat sesuatu... ... "

Saat dia meraih handuk yang menutupi wajahku, aku memukul tangannya dengan keras.

"Kamu ngapain hah?! Benar-benar deh. Jangan mencoba menggodaku! "

Hail kaget dengan kata-kataku dan mengangkat tangannya dariku dengan kaku. Melihat ekspresi yang jijiknya membuatku merasa aneh.

Ikatan handuk yang diikatkan ke wajahku mengendur ketika aku bergerak terlalu keras karena panik. Aku sibuk mencoba untuk tidak tertangkap, jadi aku tidak menyadarinya.

Saat aku bergerak lagi untuk menghindar, tangan Hail mendekat lagi. Handuk yang menutupi wajahku jatuh ke lantai.

Rambut oranye dan mata merahku terungkap, dan pangeran tampak terkejut. Dia terlihat seperti mengenaliku.

"Benar ternyata! Kamu jangan-jangan... Jadi...!"

Pangeran menatap wajahku dan menajamkan giginya dengan marah.

"Itu adalah penyamaran!"

Saat Hail mendekatiku, aku melompat dan lari. Aku mendengar suara marah Hail dari belakang. Ketika aku berlari dengan tergesa-gesa, guru bertanya aku mau ke mana. Aku keluar dari area latihan, pura-pura buru-buru ke toilet.

'Dia pasti sangat kebelet', 'Apa dia gugup karena sendirian dengan pangeran?' aku terus berlari tanpa mempedulikan kalimat salah sangka dari siswa lain.

Pangeran mengejar dengan kecepatan yang menakutkan. Tapi untungnya dia menyerah saat aku masuk kamar mandi cewek.

Aku sangat terdesak untuk menghindari pangeran sampai tidak menyadari sekitarku. Dan sejak aku berkata aku akan ke kamar mandi, aku tidak bisa kembali ke kelas sampai kelas selesai.

Begitulah hari pertamaku di akademi berlalu tanpa menyadari bahwa aku telah disebut gadis kebelet di kelas.

* *

"Di mana si kepala oranye?! Keluarlah kepala oranye!"

Aku bersembunyi di balik semak-semak dan memakan donat yang dibagikan di kantin. Hestia duduk di sampingku, ikut dalam game pengejaran ini. Keringat mengalir di wajah kami.

"Shushu, apa ini? Apa yang kamu lakukan sampai pangeran mencarimu dengan tatapan membunuh seperti itu?"

Aku sedang makan di kantin dengan Hestia. Dan begitu aku menemukan pangeran yang sedang marah, aku segera lari.

Semua orang bersorak senang dengan kedatangannya, sementara aku melongo. Menghindari mata anak yang mencari rambut oranye itu, aku buru-buru meninggalkan kantin.

Aku mengatakan kepada Hestia untuk tidak mengikutiku, tapi Hestia terlihat khawatir dan tetap mengikutiku.

"Shushu? Aku bertanya ada apa? "

Aku menghela nafas dan menjawab pertanyaan Hestia.

"Kandidat calon suamimu itu mengganggu sekali. Apa yang harus kulakukan?"

Dengan kata-kataku, Hestia membuat ekspresi bingung, "Kenapa juga pangeran calon suamiku?"

Aku memutar kepalaku saat aku menoleh ke arah Hestia yang menganggap kata-kataku omong kosong.

Apa dia akan percaya kalau aku mengatakan aku baru saja mengurung pangeran dalam bola seukuran kepalan tangan? Magic tool yang kubuat itu hampir tidak masuk akal, jadi susah menjelaskannya dengan cepat.

Aku Gak Mau Jadi Makcomblang!Where stories live. Discover now