03

719 107 1
                                    

Ibu dan ayahku berdiri di sana, melepasku pergi. Aku tidak punya pilihan lain kecuali melihat kasih sayang orang tuaku hingga mereka menghilang dari pandangan.

"Oh, iya. Harun, Hestia akan bergabung bersama kita di tengah perjalanan. Gak papa?"

Harun duduk berseberangan denganku, dan melihat keluar ke sekitar. Aku tiba-tiba mengatakan sesuatu, jadi dia terkejut.

"Mengejutkan sekali. Kau biasanya selalu mengabaikan kata-kataku."

Pada kalimatnya yang menyedihkan itu aku mengangkat satu ujung bibirku.

"Kalau itu Hestia, tentu saja itu sangat sangat tidak apa-apa."

Harun melihat senyumku dan segera berujar.

"Ah, kau tahu itu."

Dia dengan lembut memandang padaku. Tapi jelas sekali bahwa dia menahan senyum flamboyannya dan dia membuat pernyataan aneh lain.

"Anyway, Shushu kamu selalu memiliki mata yang mati. Kengapa kamu tidak bisa lebih bersemangat? Satu-satunya harapanku adalah agar kamu lebih sering tertawa! Apa berlebihan kalau aku ingin kamu memelukku seperti yang kamu lakukan ketika empat tahun? Mengatakan 'kakak~'? "

"Aku akan menggambar peta di selimutmu seperti yang kulakukan ketika aku 7 tahun."

Aku mengatakan itu dan mengeluarkan buku catatan. Harun menggumamkan sesuatu, "Kamu sangat dingin," tapi aku mengabaikannya dengan enteng. Aku mengeluarkan pena dari kotak pensil. Aku ingin menulis sesuatu di buku catatanku.

Awal novel dimulai setelah memasuki Akademi. Penting untuk mengetahui alur novel. Ini seperti mengetahui masa depan. Jika seseorang mengetahui masa depan, mereka dapat menjalani hidup mereka dengan lebih mudah.

Katanya ketertarikan terhadap seseorang itu memiliki sifat campuran, jadi kalau aku bisa menemukan kelemahannya, itu akan sangat membantu di masa depan.

Memutar-mutar pena, aku memiringkan kepalaku. Aku mulai berpikir tentang apa yang akan terjadi setelah memasuki akademi.

"..."

Aku memutar pena ke sisi yang lain.

"..."

Perkembangan novel itu... aku mencoba mengingat bagaimana perkembangan cerita novel itu.

"..."

Aku melipat kakiku di atas yang lain dan menggerakkannya dengan gusar.

Apa yang terjadi setelah kami tiba di akademi...

"Shushu, kamu akan lapar. Mau muffin?"

Aku sedang mencoba memikirkan tentang kejadian yang akan mendikte takdirku, tapi tiba-tiba Harun berbicara dan aku lupa. Aku biasanya mengingat segala sesuatu karena aku lumayan pintar, tapi aku lupa karena dia menginterupsiku. Padahal aku jarang melupakan sesuatu.

Aku menjejalkan penaku ke dalam tas dan memakan muffin yang Harun berikan. Pikiranku terasa datar, dan muffinnya berada di tanganku di waktu yang tepat.

Aku tidak tahu. Kalau aku hidup bebas, I'll burst... Karena aku sering bermimpi tentang novel itu, kurasa aku tidak perlu repot-repot.

***

Aku meminta Harun untuk menghentikan kereta agar aku bisa bertemu Hestia. Dia menatapku curiga, tapi tidak menolak.

Aku meninggalkannya dan pergi ke kota. Aku harus mengembalikan magic tools yang telah kuperbaiki kemarin. Bisa sih aku mengirim paketnya saja ke penerima, tapi ada beberapa bagian yang ingin kubeli jadi aku akan mengantarkannya sendiri. Dan ada pedang dari luar kota yang baru dirilis yang ingin kulihat.

Aku Gak Mau Jadi Makcomblang!Where stories live. Discover now