18 - Obat Ampuh

31 9 2
                                    

🔹🔸🔹🔸🔹Bismillah🔸🔹🔸🔹🔸

Selamat membaca

Jangan lupa vote dan komen, ya

🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹

"Bagaimana para saksi? Sah?"

"Sah!"

Sepasang insan belia telah terikat sebuah janji yang sangat sakral. Tanggung jawab seorang ayah terhadap mempelai wanita pun ikut pindah ke tangan sang suami. Mola tak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa menangis sepanjang ijab kabul tadi. Hatinya senang karena bisa bersatu dengan Zevan. Akan tetapi, di sisi lain juga ia sedih karena harus meninggalkan sang Bapak dan ikut suaminya ke Jakarta.

"Ehem ... Mola," panggil Zevan seraya menyengir kuda.

Cowok itu menyodorkan tangan kanannya di hadapan wajah Mola. Sedangkan sang istri hanya memiringkan kepala sembari menyipitkan matanya. Kelima jari tangan Mola menggaruk-garuk leher bagian belakang. Apa maksudnya? Mola benar-benar tidak paham.

"Salim dulu sama suamimu, Li," ucap Dedeng sambil mengusap-usap kepala anaknya.

"E–eh ...."

Mola langsung menyalimi tangan Zevan dengan sangat cepat, hingga membuat Zevan terkesiap dan mengelus dada perlahan. Cowok itu menggeleng-geleng heran memperhatikan istrinya yang sedari tadi menunduk saja. Apa karpet berbulu lebih tampan dan menarik daripada wajah suaminya ini?

"Mol," panggil Zevan yang membuat perempuan bergamis hitam dengan corak putih di bagian kancingnya mendongak seketika.

Lagi-lagi perilaku Zevan membuat Mola berpikir ribuan kali lipat. Gadis bermata sipit itu menautkan kedua alis tipisnya saat melihat Zevan mengetuk-ngetuk dahi. Lalu, beralih mengetuk bibir. Apa yang cowok itu inginkan sebenarnya? Tinggal bilang saja, maka Mola akan paham maksudnya. Tidak perlu menggunakan bahasa isyarat seperti ini.

"Maaf, semuanya. Boleh tinggalkan Zevan berdua dengan Mola? Ada sesuatu hal yang harus kami bicarakan."

Orang tua Zevan dan Mola mengangguk dan berjalan keluar meninggalkan ruang rawat yang menjadi saksi bisu pernikahan mereka. Penghulu dan para saksi pun ikut pamit karena ada urusan penting yang harus dihadiri. Zevan dan Mola mengangguk dan mengucapkan banyak terima kasih kepada mereka.

Setelah kepergian mereka, Zevan segera menuntun Mola agar duduk berdua di sofa. Belum ada yang berani membuka pembicaraan di ruangan yang sunyi ini. Mereka hanya saling pandang dan menunduk kala rasa canggung kembali menyelinap. Sungguh, jantung Zevan berdetak lebih cepat saat tangannya perlahan menyentuh wajah Mola.

"Ih, jangan pegang-pegang Mola, Aa!" sentak Mola sembari menjauhkan lengan kekar Zevan dari wajahnya.

"Loh, kenapa?" tanya Zevan, dahinya berkerut.

"Ih, jorok, Aa! Tangannya bekas ngupil-ngupil tadi!" ketus Mola.

Zevan menepuk dahinya seketika. Benar kata Mola. Kotoran di hidungnya membuat jari telunjuk Zevan ingin menari-nari di dalamnya. Sampai tak sadar jika ada Mola yang selalu memperhatikan gerak-geriknya. Lelaki bertubuh jangkung itu langsung mengelap jarinya dengan tisu basah yang ada di kantong jas hitamnya.

Ini (Bukan) Perjodohan |TAMAT|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang