14 - Melepas Perasaan Bersama

23 9 0
                                    

🔹🔸🔹🔸🔹Bismillah🔸🔹🔸🔹🔸

Selamat membaca

Jangan lupa vote dan komen, ya

🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹

Sesuai usul Edwin sebelumnya, Zevan segera bergegas menyusuri koridor rumah sakit yang amat luas ini. Ia memperhatikan satu per satu perempuan yang berjalan di dekatnya, bahkan yang ada di kejauhan juga.

Tidak ada sama sekali Mola di sana. Apakah Mola berlari kencang sampai-sampai Zevan tak dapat menemukannya? Atau Zevan saja yang terlalu lama berdiam diri di tempat tadi? Ah, sudahlah. Remaja itu pun tak berniat memikirkannya.

"Ck! Mola ke mana, Ya Allah?" lirih Zevan sambil menengok-nengok ke kiri dan ke kanan.

Mengatur napasnya yang terengah-engah. Kedua telapak tangannya bertumpu pada lutut sementara. Hatinya risau mencari-cari keberadaan Mola. Apa sebegitu marahnya Mola terhadapnya? Sampai-sampai gadis desa itu tak ingin berlama-lama ketika bertatap muka dengannya.

Zevan bergumam, "Poli penyakit dalam." Ia tersenyum miris saat membaca ukiran kayu di sampingnya. "Gue harus berobat ke poli ini. Hati gue suka sakit, kalo ditinggal Mola kayak gini," ucap Zevan sambil menatap pintu kaca buram di sebelahnya.

Langkahnya kembali tercipta. Menapaki jejak pada pijakan yang serba berwarna putih. Pandangannya menyapu setiap sudut yang ia lewati. Nihil. Tak ada tanda-tanda keberadaan Mola di sana. Harus ke mana lagi Zevan mencarinya?

Zevan berjalan tak tentu arah. Mengikuti sekumpulan orang-orang yang berjalan di depannya. Berharap dengan sedikit rasa kecewa yang bersemayam di benak, dapat mengantarkannya pada bumi yang dipijaki oleh sang pujaan hatinya kini.

Zevan menghapus langkahnya saat tiba di depan masjid yang tidak terlalu besar. Kenapa tiba-tiba ia ada di sini? Sedari tadi ia tak sadar lantaran sibuk melamun, memikirkan strategi agar Mola rela menikah dengannya. Alhasil, kakinya refleks membuntuti segerombolan orang tadi tanpa memperhatikan berbagai macam tempat yang sempat dilewati.

Netranya tak sengaja menangkap sosok yang sedari tadi ia cari. Perempuan itu tengah berjalan di teras depan masjid sambil menunduk. Perlahan langkahnya mulai mendekat ke arah Zevan. Ada rasa senang di dalam hatinya lantaran Mola berada tepat di sampingnya.

"Gue kurang apa, sampe-sampe lo gak nerima gue?"

"Gue kasih uang berapa pun yang lo minta, Mol. Asal lo ikut gue ke Jakarta. Udah, itu aja."

"Bokap gue gak ngizinin gue pacaran. Bolehnya langsung nikah. Tolong ngertiin."

"Ini terakhirnya gue nanya. Apa gak ada kesempatan sedikit pun lo nerima ajakan gue, Mol?"

Hati Mola menjerit saat mendengar suara khas dari cowok itu lagi. Pandangannya tetap tertunduk. Tak berani menatap wajah lelaki di sampingnya. Terdengar helaan napas berat dari cowok jangkung itu. Ingin sekali mendongak. Namun, rasanya berat sekali menatap wajah sendu lelaki yang berhasil membuatnya jatuh cinta dalam sekejap.

"Kalo lo diem, gue anggep lo jawab iya."

Mola bergeming. Terasa sesak di bagian dadanya saat Zevan berbicara seperti itu. Lidahnya seakan mati rasa. Apa yang harus ia lakukan? Gadis itu tak ingin menolak permintaan Zevan, tetapi ia juga tak ingin berpisah dengan bapaknya.

Ini (Bukan) Perjodohan |TAMAT|حيث تعيش القصص. اكتشف الآن