23. Masih sama

15 2 0
                                    

Happy reading!😙
Tolong bantu tandai tipo!
Mohon maaf kalau ada kesalahan dan kesamaan nama tokoh atau tempat.

•••••

Tea ingin bertanya, apa yang orang-orang lakukan jika mantan kembali lagi bersamaan dengan laki-laki lain? Tea tahu jawaban mereka berbeda-beda, dan dia sekarang bingung. Ada 2 orang yang getol mendekatinya saat ini. Duda beranak 1 dan mantan pacarnya. Mana yang harus dipilihnya? Apa Tea harus memilih dua-duanya?

Kalau bisa dua-duanya kenapa harus milih satu?

Tidak, Tea bukan perempuan seperti itu. Kalau seperti itu, sama saja dirinya dengan Cakra yang dulu.

Tea mendengus kasar, layar laptop yang menampilkan data pemesanan suvenir tiba-tiba berganti dengan wajah Cakra. Sebegitu tidak bisakah dia move on dari Cakra?

Tea menepuk-nepuk keningnya keras, mulutnya merapal untuk meminta otaknya tetap fokus dan berhenti memikirkan Cakra. "Fokus, Tea,fokus. Jangan pikirkan Mas Cakra, pikirkan kerjaan aja biar lebih berfaedah."

Tea mencoba mengingat-ingat momen indahnya bersama Mario dan Indra. Mulai dari bermain, bercanda, jalan-jalan bersama. Sayangnya di tengah bayangan itu, bayangan Cakra muncul kembali dengan wajah sendu. Laki-laki itu terlihat tidak suka melihat kebersamaannya dengan Indra dan Mario.

Bahkan kamu selalu muncul di dalam pikiranku, Mas, batin Tea.

Ternyata melupakan Cakra tak semudah yang dia bayangkan. Ada banyak cara yang dia coba—mengingat segala perlakuan Cakra yang menyakitinya, mengingat perselingkuhan Cakra, dan segala hal yang berkaitan dengan tingkah buruk Cakra. Itu semua tidak ada gunanya. Apa yang harus Tea lakukan?

Tea mengusap wajahnya kasar. Kedekatannya dengan Indra bahkan tak berpengaruh apa-apa untuk hatinya. Laki-laki itu hanya dia anggap sebagai teman, tidak lebih.

Tea terlonjak kaget saat pintu ruangannya di dobrak dengan keras. Umpatan yang sudah siap dia lontarkan hanya menggantung di tenggorokan kala dia melihat siapa pelakunya. Bibirnya melengkung ke atas—menyambut anak berusia 3 tahun itu.

"Bunda!" teriak Mario kencang.

Sosok tubuh kecil itu berlari—menerjang Tea yang sudah berjongkok dan merentangkan tangannya di samping kursi. "Hai, Boy!" sambut Tea.

"Kamu sama siapa ke sini?" tanya Tea setelah memosisikan dirinya duduk di kursi dengan Mario di pangkuannya.

Mario menunjuk ke arah pintu. "Sama Papa," jawabnya tenang. Tangannya terus memainkan jam yang ada di pergelangan tangan Tea.

Tea mendongak, dilihatnya Indra bersandar dipinggir pintu. Laki-laki itu tersenyum lebar hingga menampakkan gigi putih bersih miliknya. "Jangan senyum! Kayak joker wajah kamu, Mas," celetuk Tea.

Senyum Indra luntur seketika. Omongan Tea tak ada manis-manisnya sama sekali untuk dia dengar. "Orang ganteng gini, 'kok, dibilang joker," protes Indra.

"Titip Mario dulu, ya! Gue ada urusan mendadak," tutur Indra.

"Nanny-nya ke mana?" heran Tea.

Indra melipat tanganya di depan dada, punggungnya menyandar ke tembok dengan gaya keren—berusaha membuat Tea terpesona. "Nanny-nya ambil cuti, ada keluarga yang meninggal." Indra melirik arlojinya, lantas mendekati Mario yang sibuk dengan ponsel Tea. Tangannya mengacak rambut Mario—membuat anak itu kesal. "Papa pergi dulu, kamu sama Bunda dulu, jangan nakal," peringatnya.

Bunda apaan sih, cibir Tea membatin.

Tea membalik tubuh Mario menjadi menghadap dirinya setelah Indra menutup pintu."Mario, panggilnya jangan Bunda, ya, Nak. Panggil Tante aja, oke?"

More and More [Segera Terbit]Where stories live. Discover now