11. Surabaya

17 4 0
                                    

Happy reading!
Mohon maaf bila tidak sengaja ada kesalahan dalam penulisan nama dan tempat.
Mohon bantuannya untuk koreksi.

Semakin hari hubungan Cakra dan Tea semakin lengket. Mereka memang baru mengenal 2 bulan lebih, terhitung saat mereka memulai hubungan ini. Rasa nyaman membuat mereka tak sadar kalau sudah saling bergantung satu sama lain.

"Aku deg-degan deh, Mas," terang Tea. Tangannya memegang dada, jantungnya tiba-tiba berdegup kencang saat mobil Cakra memasuki wilayah Surabaya.

Ya, kali ini Tea di ajak Cakra ke Surabaya, mengunjungi rumah laki-laki itu. Susah memang mendapat izin dari kedua orang tua Tea. Cakra terus meyakinkan Mulya dan Santi yang meragukan dirinya.

"Santai aja, orang kamu udah pernah ketemu mereka," balas Cakra. Laki-laki itu memutar setir mobilnya memasuki gerbang rumah.

"Bukan itu," jedanya. Cakra menatap Tea sepenuhnya setelah mematikan mesin mobil. "Kalau sama keluarga kamu aku udah biasa. Ini masalahnya aku nanti ketemu sama keluarga besar kamu loh, Mas. Di resepsi sepupumu," sambung Tea. "Aku nggak usah ikut ajalah, ya," pintanya dengan penuh harap.

Melihat senyum Cakra mengembang, Tea merasa berhasil. "Alhamdulillah! Thank you, Mas," ucapnya semangat.

"Nggak," Cakra memberi jeda sejenak, "Kamu tetap ikut saya," sambungnya membuat Tea seketika lemas.

-----

Sedari tadi yang Tea lakukan hanya tersenyum terus. Rahangnya sampai terasa pegal. Menghadiri resepsi pernikahan sepupu Cakra, yang isinya hanya kerabat dekat membuat Tea diliputi rasa canggung dan gugup. Tea hanya akan membuka mulut saat ada yang bertanya saja. Langkah kakinya terus mengikuti Cakra kemanapun laki-laki itu pergi.

"Kamu kenapa ngikutin saya terus?" tanya Cakra. "Nggak mau kumpul sama yang lain di sana?" tunjuk Cakra kepada sekumpulan perempuan yang diketahui Tea masih termasuk keluarga Cakra.

Tea mencibir dalam hati, Cakra sangat tidak peka dengan kegugupannya saat ini. "Nggak mau, Mas. Aku nanti bingung mau ngomong apa sama mereka," jawab Tea berbisik. "Aku ikut kamu aja, ya. Ya ya ya," ujarnya memohon.

Cakra menautkan jari mereka, menarik tangan Tea dan mengajaknya menghampiri sepupu terdekat Cakra yang duduk di pelaminan. "Akhirnya bawa gandengan juga ini orang. Biasanya cuma bawa Hera," sindir Zidan, sepupu Cakra.

"Nggak usah rusuh. Akhirnya setelah sekian lama LDR, kalian nikah juga," ujar Cakra membuat istri Zidan tersenyum malu.

"Karen, kenalin ini Zidan sama Lea. Dan kalian, kenalin ini Tea."

"Hai, semoga kalian sakinah mawadah warahmah, ya. Langgeng terus sampai kakek nenek. Cepat di kasih momongan," ujar Tea yang di aamiin kan mereka.

"Kok mau sama Cakra? Pasti kamu di paksa 'kan?" celetuk Zidan random. Laki-laki itu melirik Cakra yang menahan diri agar tak memukul dirinya. Beruntung ada antrian lain di belakang Cakra sehingga laki-laki itu terpaksa mengajak Tea turun.

"Aku dari tadi deg-degan deh, Mas. Aku nggak gampang akrab sama orang. Apalagi langsung kamu kenalin sama keluarga besar kamu gini, aku jadi nggak karuan rasanya," terang Tea saat mereka memakan hidangan yang tersedia.

Cakra mengangguk. Dia memang memperhatikan Tea yang terus merasa canggung diantara keluarganya. "Bentar lagi kita pulang 'kok."

"Besok mau saya ajak?" imbuh Cakra bertanya. Matanya menatap lurus bola mata Tea. "Saya mau ajak kamu lihat perkembangan renovasi indekos punya saya yang di sini," jelasnya ketika Tea bertanya.

"Mau-mau aja sih, aku juga nggak tahu harus ngapain. Sekalian jalan-jalan nggak?" Tea berkedip beberapa kali.

Melihat keantusiasan Tea, Cakra tersenyum. Lagi-lagi tangannya terulur, menepuk pelan kepala perempuan itu. "Iya, nanti saya ajak kamu jalan-jalan."

More and More [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang