20. Ada apa?

13 2 0
                                    

Happy reading!💚

•••••

Berharap pada seseorang yang tak mengharapkan kita memang sakit rasanya, dan Tea saat ini merasakan itu semua. Sedih, sesal, marah, semua campur aduk menjadi satu. Tea memang tidak berpengalaman tentang urusan percintaan. Tea tidak tahu bemar atau tidak tindakannya seminggu yang lalu.

Sebenarnya ada rasa sedikit lega melepaskan penyebab patah hatinya. Namun, rasa lega itu tidak ada apa-apanya dengan penyesalan di hatinya. Tolong digarisbawahi, penyesalan. Penyesalan memang selalu datang diakhir.

Setelah berjuang mempertahankan Cakra selama 2 minggu ini, Tea akhirnya menyerah. Tak ada lagi yang bisa dia harapkan. Cakra-nya yang dulu sudah berbeda dengan sekarang. Memang tak sepenuhnya Cakra mengabaikan dia, tapi untuk soal perselingkuhan apa itu masih bisa di maklumi? Tea rasa tidak. Kata adil tidak ada gunanya, Tea tak ingin berbagi.

Bullshit, Tea tidak akan tertipu. Perhatian yang diberikan Cakra terlalu ketara perbedaannya. Kehadiran mantan memang sangat berpengaruh besar pada hubungan mereka. Sialnya, Tea malah menangisi semua itu. Menangisi Cakra, kebodohannya, dan akhir hubungannya kini.

Tea menyibak selimutnya—kemudian duduk menghadap kaca. Mata sembab, hidung merah, rambut berantakan. Wah, Tea bergidik melihat penampilannya kini. Dia ini masih bisa dikategorikan sebagai manusia atau bukan? Sepertinya serbet buluk Bundanya lebih kinclong dibandingkan dirinya.

Tea melebarkan matanya kala melihat pesan masuk di layar ponselnya. Tangannya menepuk kening beberapa kali. Sudah jam 6 dan dia baru bangun. Lebih tidak percayanya hari ini dia ada jadwal merias pengantin.

Dengan jurus seribu bayangan, Tea berlari ke kamar mandi untuk mandi kilat. Hari ini harus bergerak cepat, untuk urusan Cakra di lupakan lebih dulu. Setelah mandi dan membawa alat make up miliknya, Tea melaju dengan mobilnya—membelah jalanan yang terlihat lebih ramai. Untung saja hanya memakan waktu 30 menit perjalanan. Kalau lebih, bisa telat dirinya.

"Assalamu'alaikum!"

"Sorry telat, hehe," ujar Tea cengengesan. Teman-teman yang dia ajak untuk merias keluarga pengantin sudah ada di sana, sedangkan dirinya yang diminta khusus untuk merias pengantinnya malah datang terlambat.

"Aku kirain nggak jadi, Mbak," sahut calon pengantin perempuan dengan wajah merengut.

"Jadilah, orang udah dibayar. Tenang aja, masih cukup banyak 'kok waktunya ini," ujar Tea menenangkan.

"Bukan masalah itu sebenarnya, Mbak. Masalahnya aku gugup, tanganku sampai keringat dingin gini."

Tea tersenyum, dirinya sudah biasa menghadapi calon pengantin seperti ini. Rata-rata mereka selalu gugup. Ya, Tea memang tidak tahu apa yang dirasakan para calon pengantin, dirinya saja belum pernah menikah. Jangankan menikah, punya pacar saja baru kandas.

Dengan telaten, Tea mulai memoles wajah calon pengantin tersebut. Menurutnya segala yang berhubungan dengan make up adalah terapi alami jika dia merasa sedih. Pekerjaan yang dia jalani sesuai hobinya membuat dia merasa tidak tertekan. Ya, walaupun banyak reaksi julid yang tidak suka dengan konten-konten miliknya di YouTube.

"Kayaknya aku nggak bisa lihat ijab kabul kamu nanti deh," ucap Tea di tengah keheningan mereka.

"Kenapa, Mbak?"

"Ada urusan negara," jawabnya asal.

"Ih, bilang aja mau kencan. Cie, kencan," ledek calon pengantin tersebut membuat Tea tersenyum masam.

-----

Setelah berganti pakaian lebih simpel tapi tetap modis, Tea menunggu kedatangan seseorang di teras rumahnya. Hari ini dia akan keluar dalam rangka jalan-jalan agar tak teringat Cakra, meski harus menerima paksaan lebih dulu.

More and More [Segera Terbit]Where stories live. Discover now