15. Kebohongan

8 2 0
                                    

Happy reading!😙

---

Tea memandang calon pengantin yang kali ini menjadi kliennya itu dengan senyum tertahan. Pasangan di depannya itu terlihat malu-malu, terkesan canggung. Beberapa kali dirinya memergoki mereka saling lirik. Sangat langka. Biasanya klien yang dia temui terkesan lebih bersemangat, bahkan tak jarang ada yang berdebat karena berbeda pendapat.

Tea menyeruput minuman rasa matcha favoritnya. Di mana pun tempatnya, matcha harus selalu ada. Ditatapnya pasangan calon pengantin itu yang masih saja melirik malu-malu. "Jadi, kesepakatan kalian mau suvenir apa?" tanya Tea.

Sudah 3 bulan ini dirinya merintis usaha suvenir pernikahan. Dirinya membeli sebuah ruko yang dikhususkan untuk menjual suvenir.  Nama tokonya adalah "Tea Suvenir".Ada banyak suvenir yang di tawarkan di sana, salah satu contohnya adalah hiasan meja berbentuk wayang. Bukan hanya wayang, Tea juga menerima permintaan bentuk lain. Harga yang dipatok tergantung tingkat kerumitan pembuatan dan bahan yang digunakan. 

Karyawan yang bekerja di sana sudah ada sekitar 15 orang. Mereka adalah para ibu-ibu dan juga anak muda yang kreatif di komplek perumahannya. Bukan hanya perempuan, di sana juga ada beberapa laki-laki yang bekerja di bagian pengiriman dan lainnya.

"Saya inginnya gantungan kunci, Mbak," ujar calon pengantin perempuan yang akhirnya membuka suara.

Tea membuka buku catatan kecil miliknya. Menurutnya mencatat di kertas lebih efisien daripada langsung di ponsel ataupun komputer. Dan jika sudah setuju semuanya, dia baru akan memindah data tersebut ke komputer. "Gantungan kuncinya seperti apa, Mbak?"

"Em ... Gantungan kuncinya simpel aja, Mbak. Gimana, ya? Saya juga bingung," terang perempuan itu.

Tea terkekeh, kemudian menggoda kliennya itu. "Tenang aja, Mbak. Nggak usah grogi kalau sama saya. Coba tanya Masnya."

Pipi perempuan itu memerah, merasa malu akibat godaan Tea. "Gimana, Mas?"

"Saya ikut kamu saja."

Oke, Tea sepertinya lebih baik menyerah. Sudah 1 jam lebih mereka duduk di dalam restoran bintang 5 tersebut, tapi masih belum juga mendapat titik terang. Iya, restoran bintang 5. Tentu bukan Tea yang mengusulkan untuk bertemu di sana, permintaan calon pengantin lah yang meminta. Memang berbau duit sekali pasangan itu.

"Ya udah terserah Mbak Tea saja. Saya percaya 'kok, Mbak."

Tea dibuat melongo seketika. Ini sepertinya enak sekali mereka memutuskan untuk percaya padanya. Apa tidak ada rasa takut kalau mereka dibohongi dirinya? Tentang harga mungkin?

Karena sudah diberi amanah seperti itu, Tea mengangguk setuju. Kata mereka terserah, jadi dia harus mulai berpikir keras mulai saat ini. Pesta pernikahan konglomerat, tidak boleh di sia-siakan. Siapa tahu usahanya semakin berkembang karena banyak peminat hingga nantinya bisa mengentaskan pengangguran.

"Sepertinya sudah tidak ada yang dibicarakan lagi. Saya dan c-calon istri saya pamit dulu, Mbak," ujar calon pengantin laki-laki itu. Nadanya sedikit canggung saat menyebut kata calon istri. "Permisi!" pamit mereka berdua.

Tea mengangguk tenang, untungnya makanannya sudah dibayarkan mereka. Tea melihat mereka berjalan dengan memberi jarak. Laki-laki itu membiarkan calon istrinya jalan terlebih dahulu, sedangkan dia menjaganya dari belakang.

"Aw ... so cute. Jadi pengen nikah."

Ting!

Pesan masuk dari Adel membuat Tea tersadar dari khayalannya. Dia mengintip sekilas kemudian mendengus kesal. Kenapa juga isi pesan Adel seperti cenayang saja dan membuat angan-angannya runtuh.

More and More [Segera Terbit]Where stories live. Discover now