16. Semakin tak terkendali

15 2 0
                                    

Happy reading!😙
Tandai tipo.
Mohon maaf bila ada kesalahan dan kesamaan dalam penulisan nama tokoh dan tempat.

•••••

Tea menyipitkan matanya ketika pengelihatannya mulai buram-efek belum makan sedari pagi hingga hari menjelang sore ini. Tea mematikan laptopnya. Kakinya memakai kembali high heels bermodel pumps dengan tinggi 5 cm miliknya.

Seharian ini dirinya tak memiliki nafsu makan, semua hanya gara-gara Cakra. Pikirannya terlalu kacau membuat dirinya terus menyibukkan diri dengan bekerja. Lihat sekarang akibatnya, kepalanya menjadi pusing dan perutnya sedikit mual.

"Baru mau tak ketuk loh pintune," ujar Yoga-salah satu karyawan Tea dengan aksen medoknya.

Tea yang baru keluar dari ruangan berukuran 3×3 meter itu hanya menjawab dengan lemas. "Kenapa?"

"Anu, Mbak. Ikulo enten tiang sing cari, Mbak Tea."

"Siapa?"

Yoga mengendikkan bahu tak tahu. Laki-laki berusia 19 tahun itu memiringkan kepalanya. Mengamati wajah Tea yang terlihat lesu dan sedikit pucat. "Enten nopo, Mbak? Gerah to, Mbak? Kok wajah e pucet banget iku," ujarnya khawatir.

Yoga menganggap Tea seperti kakaknya sendiri. Dia hanyalah yatim piatu yang saat ini tinggal bersama neneknya saja. Sekolah pun tak lulus, hanya sampai tamat SMP. Beruntung dirinya beberapa bulan lalu bertemu orang sebaik Tea. Dia di beri pekerjaan di toko roti milik Santi. Keluarga Tea juga dengan baik hati menyekolahkannya kembali. Dan saat ini dia di tarik Tea untuk bekerja di "Tea Suvenir".

"Ndak apa-apa. Perempuan atau laki-laki yang cari aku?" tanya Tea sembari berjalan menuruni lantai 2 ruko miliknya.

"Laki-laki, Mbak. Belum pernah lihat wajahe. Itu orangnya," tunjuk Yoga dengan dagunya.

Tea menahan napasnya sejenak. Dadanya terasa sesak melihat pemandangan laki-laki yang duduk menatap ke arahnya. Tea menepuk bahu Yoga. "Kamu mau antar pesanan, ya?"

"Iya, Mbak."

"Ya udah, berangkat aja. Hati-hati!" peringat Tea yang dibalas Yoga dengan 2 acungan jempol.

Setelah menarik napas beberapa kali Tea memantapkan langkahnya menuju sosok laki-laki yang berhasil membuatnya patah hati itu. "Mas!" panggilnya menyadarkan lamunan Cakra.

"Kamu hari ini sibuk?" tanya Cakra yang sudah berdiri di depan Tea.

"Nggak," balas Tea datar.

"Ayo, temani saya makan!" ajak Cakra. Laki-laki itu menarik tangan Tea pelan, mengajak Tea pergi bersamanya.

Tea berusaha melepaskan tangan Cakra, sayangnya semakin dia berusaha, Cakra semakin mengeratkan pegangannya. Mau tidak mau Tea menuruti permintaan Cakra.

"Jangan lupa pakai seatbelt-nya."

Tea mematung, rasanya dia sudah lama sekali tak mendengar kebiasaan Cakra yang selalu mengingatkannya untuk memakai seatbelt. Tak bisa dipungkiri, dia merasa rindu dengan semua perlakuan Cakra. Kadang manis, dingin, cerewet, dan jahil. Laki-laki itu suka sekali berubah-ubah hingga membuatnya bingung seperti sekarang ini. Kemarin mereka ribut, dan sekarang tiba-tiba Cakra datang mengajaknya makan seperti tidak ada yang terjadi.

Cakra melirik Tea yang berada di sampingnya. "Saya tahu kamu belum makan dari pagi, Ren," ungkap Cakra.

"Tahu dari siapa?" tanya Tea. Tangannya meremat tas yang ada di pangkuannya erat. Sebenarnya apa mau Cakra saat ini?

More and More [Segera Terbit]Where stories live. Discover now