Part 11 - My Anxiety, And Him

242 51 9
                                    

Marc tak berhenti mondar-mandir di kamar hotel. Pikirannya sedang tidak karuan kali ini. Alex yang sedari tadi melihat hal itu tampak memilih diam dam membisu, karena ia tahu jika kakaknya itu sedang frustasi, tidak mungkin bisa diajak berbicara dengan kepala dingin.

Alex tahu bagaimana perasaan Marc, kehadiran Sally di sircuit dan berita-berita yang muncul tentang dirinya, Maverick, juga Sally setelahnya. Terlebih lagi Marc, ia merasakan hatinya sedang di cambuk. Apa-apaan ini? Bagaimana mungkin Sally dengan terang-terangan mengonfirmasi hubungannya dengan Maverick di depan media.

‘’Kau sudah selesai? Aku pusing melihatmu mondar-mandir seperti itu,’’ celetuk Alex bangkit dari duduknya.

Namun tak ada jawaban, Marc tampak menatap kosong ke arah jendela hotel dan mengepalkan tangannya.

‘’Kau harus siap-siap. Kita akan kembali ke Spanyol dua jam lagi. Mengenai Sally dan Maverick tadi, biarkan saja mereka.’’ Alex mendorong-dorong tubuh Mar untuk masuk ke kamar mandi

‘’Dari  sekian banyaknya pria, kenapa harus Maverick? Kenapa harus orang yang bersaing denganku di tempat yang sama,’’ celetuk Marc.

‘’Karena Maverick yang membuatnya nyaman, Maverick yang selalu ada untuknya saat kau pergi. Semua orang tahu itu, sudahlah jangan pikirkan mereka!’’ jelas Alex.

-Hamad Internation Airport-

Marc menarik kopernya didampingi Alex dan Emilio. Namun kali ini wajahnya benar-benar tampak masam saat melihat wartawan dan paparazzi sudah bersiap siaga di dekat pintu masuk bandara.

Saat para wartawan itu sudah menangkap sosok Marc Marquez, mereka langsung berlarian dan mengejarnya. Beribu-ribu pertanyaan mereka lontarkan tanpa jeda. Dia adalah jawaban dari Marc. Ia ingin sekali buka mulut dan menjawab semua pertanyaan itu. Namun Emilio menuntutnya untuk terus diam.

Marc terus berjalan tanpa mempedulikan media mereka yang tengah sibuk menjepretkan cahaya flash kamera ke wajahnya. Penampilan Marc saat ini setidaknya tidak sekacau saat di hotel tadi. Seperti biasa dan tampak tak bisa lepas, kacamata nyentrik membingkai kedua bola mata Marc Marquez. Sedikit lagi, sedikit lagi mereka sampai ke tempat check in lalu take off pesawat dan bisa kabur dari kejaran paparazzi gila itu.

Alex terpaksa meng-ikhlaskan seatnya yang strategis di dekat jendela untuk Marc duduki, melihat kondisi kakaknya seperti sekarang, bukanlah ide yang bagus untuk Alex memprotes.

***

Sally sampai di Spanyol, lebih tepatnya di pusat kota Madrid ketika senja telah berganti dengan gelap. Lampu-lampu jalanan mulai menyala demi menjadi penerang. Dan Sally masih berada di dalam mobil bersama dengan supir pribadi keluarganya, matanya menatap ke luar jendela, letih yang ia rasa sudah tak lagi mampu ia jabarkan. Tetapi hal itu sudah biasa baginya.

Hembusan nafas lelah keluar dari mulut Sally ketika mobil yang ia tumpangi masuk ke dalam pekarangan rumah orang tuanya, rumah mewah dan besar yang punya sejuta kenangan dalam memorinya.

‘’Sudah sampai Nona.’’

Sally tersadar dari lamuan singkatnya saat supirnya menyahut, ‘’Ah, benarkah?’’ ia tampak menurunkan kaca mobil dan menatap sekitar.

Sepi, tidak seramai saat Sally masih anak-anak. Mungkin orang tuanya telah memangkas jumlah pekerja di rumah ini, sebab sudah tidak ada lagi balita atau anak kecil yang suka bermain, Sally pun sudah dewasa, sudah tidak tinggal menetap di rumah ini, hanya sekedar berkunjung untuk melepas rindu.

Dia kemudian turun dari mobil dan melangkahkan kakinya masuk ke rumah besar itu.

‘’Akhirnya kau datang juga, sayang.’’ Sambutan hangat menyapa telinga Sally, dapat matanya lihat bagaimana kedua orang tuanya kini tengah berjalan menyambutnya dengan senyuman manis.

Mi Elección [Marc Marquez] Fanfiction (COMPLETE)Where stories live. Discover now