Part 7- Don't Forget Me

247 51 11
                                    

Marc berjalan-jalan di halaman rumah orang tuanya, berusaha mencari udara segar dan sedikit mendinginkan kepalanya. Lingkuangan terasa sangat sepi, hanya suara binatang malam kecil yang terdengar saling bersahutan. Dari belakangnya, ia mendengar sebuah suara langkah kaki yang datang mendekat.

''Apa yang kau lakukan di sini, Nak?'' tanya Papa Julia berdiri di samping Marc ikut memandangi langit malam yang bertabur bintang.

''Tidak ada, hanya sekedar mencari udara segar saja.''

''Ucapan Ibumu tadi tidak usah kau pikirkan, itu hanya emosi sesaat. Lambat laun semuanya juga akan kembali membaik.''

Marc menoleh, menatap Ayahnya dari samping, ''Mama bersikap seperti itu sejak beberapa bulan lalu, sampai sekarang dia belum bersikap normal padaku.''

''Sifat seorang wanita memang seperti itu, tidak menentu.''

''Tapi tetap saja, rasanya aneh saat Mama bersikap dingin.'' Marc menundukkan pandangannya.

Papa Julia tersenyum tipis, ia menggeser posisinya dan memegang sebelah bahu putra sulungnya itu, ''Marc, dengar.. Ibumu bersikap seperti itu hanya karena dia kecewa, kau tahu? Ibumu selalu menginginkan satu anak perempuan tapi ternyata kau dan Alex adalah laki-laki.''

Marc mendengarkan cerita Papa Julia dengan seksama.

''Sally adalah gadis yang cantik, berbakat, mandiri, penyayang, dan memiliki sopan santun yang tinggi. Dia juga gadis yang memiliki pendidikan mapan dan karier yang menakjubkan, seperti anak perempuan yang Ibumu dambakan, Ibumu menyayanginya bukan sebagai kekasihmu saja, tapi dia menyayangi Sally sebagai putrinya juga.''

Marc seketika merasa sangat bersalah, sebenarnya ada berapa pihak yang tersakiti dan kecewa dengan keputusannya mengakhiri hubungan dengan Sally, kenapa semakin kesini malah semakin banyak penyesalan saja baginya.

''Sekarang Papa ingin bertanya, apa kau masih mencintai Sally?''

Marc mengalihkan pandangannya, ia tidak tahu harus memberikan jawaban seperti apa, bingung dengan perasaannya yang ambur aduk sekarang ini. Yang pasti, Marc merasa marah dan tidak rela jika melihat Sally bersama dengan pria lain.

''Entahlah, Pa. tapi rasanya sedikit tidak rela jika pria lain berada di sampingnya.''

Papa Julia mengangguk-anggukkan kepalanya seakan mengerti sesuatu, ''Nah itu adalah awalnya, lakukan sesuatu yang hatimu inginkan. Pikiran mungkin akan mengikuti kata hati, tapi hati tidak akan pernah mau mengikuti pikiran.''

''Maksud Papa?'' bingung Marc.

''Tanyakan pada hatimu, apakah Sally masih menguasainya? kemudian putuskan dengan penuh perhitungan. Kau kembali berjuang atau memilih untuk mengubur sebuah perasaan yang sudah lama bersemayam di dalam sana.''

''Tapi apakah Sally akan kembali menerimaku? Maksudku gadis mana yang tidak marah jika perasaannya pernah disakiti oleh orang yang sama? Terlebih lagi dengan askenario licik.'' Marc berucap kembali.

''Semuanya belum terlambat, terkadang hidup ini harus memiliki pahit manisnya sendiri agar tidak terasa hambar. Semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua, kau tidak akan tahu hasilnya jika tidak mencoba.''

Marc merasakan bahunya ditepuk, ''Pikirkan baik-baik dan putuskan apa yang harus kau lakukan, bersama dengan seseorang yang kau cintai tidak akan pernah menghancurkan tujuanmu.''

Papa Julia melangkahkan kakinya pergi, meninggalkan Marc yang mulai sibuk dengan pikiran dan hatinya.

***

''Jadi bagaimana?'' tanya Rins, dia menarik kursi tepat di depan Maverick dan mendudukinya.

Ya, saat ini Maverick sedang berada di salah satu café yang terletak di kawasan Republik Andorra, tempat tinggal kebanyakan rider MotoGP, bersama dengan beberapa teman satu profesinya seperti Alex Rins, Joan Mir, Fabio Quartararo, dan Jack Miller.

Mi Elección [Marc Marquez] Fanfiction (COMPLETE)Where stories live. Discover now