Bab 27

36 3 0
                                    

Kau harus memberikannya padaku.”

Otak Seoul lama-lama panas menghadapi sikap arogan Farras. Dulu dia tidak pernah mempersoalkan sifatnya yang selalu menuntut dan tidak ingin ditentang. Namun, saat dia tidak memiliki kepangan hari seperti dulu. Yang dengan mudah mengalah dan selalu mau mematuhi kemauan orang yang dikasihinya. Mungkin karena dulu  terlalu mencintainya hingga terlalu tunduk dengan apapun yang Farras mau. Walau, terkadang dulu dia sedikit lelah dengan sifatnya tapi dia selalu memikirkan perasaannya di atas perasaannya sendiri. Seoul berganti posisi, berhadapan dengan Farras yang tetap pada raut datar. “Aku yakin Om dididik dengan etika yang baik. Bukankah tidak sopan memaksakan kehendak pada orang lain,” sahutnya ramah namun terkesan dibuat-buat.

“Aku bisa menyingkirkan sopan santunku untuk meraih apapun yang aku mau.”

“Aku juga bisa menghalangi Om untuk memperoleh apapun yang Om inginkan saat ini.”

“Sebutkan berapa uang yang harus aku bayar untuk membeli bonsaimu,” tawar Farras pongah.

“Bonsai itu tidak ternilai dan seluruh harta yang Om miliki tidak akan bisa setara dengan harga tanamanku itu.”

Atmosfer di sekeliling menjadi dingin.

Farras serasa direndahkan. Gadis ini terlalu angkuh untuk menghinanya secara terang-terangan seperti ini. Seolah dia tidak akan mampu membelinya, seakan Seoul berada di atasnya dan hanya dia yang mampu. “Gadis kecil yang sombong,” lontarnya dingin. “Aku bisa membeli puluhan bahkan ratusan bonsai yang jauh lebih tinggi nilainya dari kau punya saat ini. Aku juga bisa membeli tubuhmu kalau aku mau.”

Seoul ingin merobek-robek mulut  Farras menit ini juga. Tapi dia meredamnya dengan kekuatan ekstra. Lagipula, dia tidak akan sanggup melukai lelaki kurang ajar yang menghinanya ini. Cintanya ... Oh, Tuhan. Bisakah Engkau menghapus dia dari hatiku. Seoul berupaya tidak terpancing. Dia tersenyum maklum tanpa ketulusan. “Om tidak akan pernah bisa membeli tubuhku ataupun memiliki bonsai itu,” katanya lembut. “Karena tubuhku milik kekasihku dan bonsai itu adalah hadiah darinya, jadi aku tidak bisa memberikan sesuatu yang berharga yang diberikan oleh orang yang aku cintai untuk seseorang yang suka memaksakan kehendak.” Tanaman hias itu memang hadiah dari Ming Guk untuknya untuk meresmikan hubungan mereka. Itu juga dia setengah mendesaknya sebab harga bonsai itu sangat mahal, dan Ming Guk harus merogoh koceknya lebih dalam untuk mendapatkan bonsai yang langka itu. Ming Guk  membutuhkan bantuan  ayahnya untuk memperoleh informasi mengenai bonsai yang sulit didapat tersebut. Ayah Ming Guk yang merupakan pemilik dari perusahaan multinasional nasional di Korea Selatan jadi tidak sulit untuk mendapatkan informasi mengenai bonsai tersebut.

Farras yang  tersengat cemburu. Mendesiskan ucapannya, “Aku jadi semakin tertarik untuk memilikinya. Sepertinya kau belum mengakhiri hubunganku dengannya?”

“Untuk apa aku melakukannya?”

“Aku bisa menghabisinya detik ini juga.”

Seoul memunculkan kilat merendahkan tapi dengan lekuk bibir yang melebar sempurna. “Om tidak mungkin bisa melakukannya.” Orangtua Ming Guk bukan orang sembarangan. Dia pasti melindungi anaknya dengan baik. Sekali Farras mencoba mengganggunya, akan ada serangan mematikan yang meluluh lantakkan kejayaan keluarga Thahir. Farras terlalu berani melontarkan kalimat yang mungkin bisa langsung meruntuhkan perusahaannya kalau paman Jang tahu tentang ini.

Farras menghancurkan keyakinan Seoul dia akan berujar kembali namun Munculnya Aksa di belakang Seoul   membuat dia mengurungkan niatnya. “Memangnya apa yang tidak bisa ayahku lakukan?” ungkap Aksa meneliti kedua ekspresi keduanya yang nampak tegang.

Seoul menetralkan setiap kekesalannya pada Farras. Dia ingin menyahut, tapi Farras dengan tangkas mendahuluinya dan mengambil satu gelas yang berisi jus dari nampan Seoul. “Papa ingin mengajaknya tinggal bersama kita  agar dia tidak merasa kesepian. Tapi dia tidak mau, dan Papa sedikit mendesaknya dengan mengatakan kalau dia akan tinggal bersama kita dalam waktu dekat. Papa akan melakukan apapun untuk membuatnya pindah, tapi dia meremehkan Papa dengan mengatakan kalimat yang kau juga dengar barusan.” Kemudian dia mengayunkan kakinya menjauh  dari Seoul dan anaknya tanpa peduli dengan tanggapan Aksa.

Selepas kepergian ayahnya. Dapur itu menyisakan kecurigaan bagi Aksa. “Apa itu benar?” tanyanya.

“Tentu saja benar.” Mendukung kebohongan Farras. Sayangku, ayahmu benar-benar membuatku jengkel. Sungutnya membatin.

Seoul kalau menghidangkan minuman untuk anaknya dan Remi. Mengerjakan tugas kelompok mereka hingga tuntas. Selepas itu mereka makan malam dan Seoul memasak untuk mereka. Dia memanfaatkan moment itu untuk membuat makanan untuk putra tersayangnya, sudah lama dia tidak memasak untuk Aksa. Dia merasa itu seperti makan malam keluarga. Ada Aksa, Farras dan  Remi sebagai tambahan.

Meski dia sangat kesal pada Farras tadi, tapi makan malam ini seperti makan malam bersama yang menjadi rutinitas mereka dulu. Tapi dia harus mengusir kenangan itu, dia hanya ingin fokus pada Aksa saja. Dia adalah jantung hatinya. Buah hati satu-satunya yang selalu dia tempat di tempat tertinggi.

Seusai itu mereka pulang dan Seoul mengantarkan hingga ke depan pintu.

Waktu bergulir ...

Satu minggu kemudian  Fika datang kembali ke sekolah. Seoul sudah meminta ayahnya untuk berinvestasi di perusahaan tempat ayah Fika bekerja. Ayah Fika bekerja sebagai Direktur Pemasaran di perusahaan yang bergerak di bidang jasa itu. Pemilik tempat ayah Fika bekerja menekan ayah Fika untuk menuruti kemauan investor dan ancaman dari orang kepercayaan ayah Om sukses membuat ayah Fika tidak punya kekuatan untuk membantah.

Ayah Fika berbicara empat mata dengan utusan ayah Seoul, walau diawal ayah Seoul sempat tersinggung karena pria bermata sipit itu mencampuri urusan pribadinya.  Tapi tekanan  dari Pemimpin perusahaan dan ancaman dari pria bernama Ah Hyu Jun –tangan kanan tuan Im—kalau dia bukan hanya bisa menendangnya keluar dari perusahaan tapi juga membuatnya tidak bisa bekerja dimanapun. Itu membuatnya gentar dan menandatangi perjanjian hitam di atas putih untuk mengikat ayah Fika secara hukum untuk tidak memindahkan Fika ke sekolah lain dan Agra dia memberlakukan Fika secara baik dan tidak boleh menyakiti anaknya lagi.

Fika masuk ke dalam kelas mendapati tatapan sinis dari hampir seluruh siswa laki-laki di kelas. Mereka sudah tahu tantang apa yang menimpa Seoul dan tidak suka jika gadis pujaan mereka menjadi korban kekerasan.

Salah satu  siswa laki-laki menimpuk Fika dengan remas kertas. “Ngapain loe balik lagi? Gue enggak rela yah satu kelas sama cewek bar-bar kayak loe.”

Remi yang tadinya duduk di belakang. Lekas pindah dan duduk di kursi lain di seberangnya. Dia tidak sudi duduk dengan gadis itu.

Yang lain ikut nimbrung. “Gue juga.”

“Ngapain loe di sini? Loe mau nyakitin Seoul lagi, Hah!”

Seoul yang tidak tega segera menjadi tameng untuk melindungi Fika dari bola-bola kertas yang mulai menghujani gadis yang tetap duduk diam di belakang dengan tetap diam tanpa sinar ketakutan sedikitpun walau hatinya sedih menerima penolakan teman-temannya.

Semua orang berhenti  menimpuki Fika. Mereka terkejut dengan perbuatan Seoul.

Aksa yang memantau Seoul dari tempat duduknya dengan rasa sebal karena masih mau membantu Fika. Begitu pula dengan Remi yang tidak setuju dengan pembelaan Seoul.

Johan dan kawan-kawannya agak jengkel tapi juga tidak mampu menatap Seoul berpura-pura tidak terjadi apa-apa dan mengobrol seperti biasa. Dia tidak mau ikut campur kalau gadis itu sudah turun tangan. Mereka masih menyayangi nyawa mereka.

“Fika itu temanku,” katanya tegas. “Kalian yang berani mengganggu dan menyakitinya akan berurusan denganku.”

Remi menyergah, “Tapi Seoul dia ...”

“Itu hanya kesalahpahaman, Remi,” selanya tiba-tiba. “Jadi, lebih baik kau tidak mengungkitnya lagi. Kau masih ingin berteman denganku, kan?”

Remi mencebik lucu. “Tentu saja aku mau. Kenapa kau tega sekali berbicara seperti itu padaku.”

Seoul yang tergelitik dengan bibir manyun Remi dan sudah menyayanginya seperti adiknya  sendiri itu  ingin menepuk kepala namun suara gebrakan meja dari Aksa yang sudah berdiri itu membuat tangannya melayang di udara dan mereka menoleh ke Aksa.

Ruangan mendadak hening.

Semua mata tertuju pada Aksa yang tatapan tampak tajam.

Aksa cemburu. Seoul tahu itu.






Wanita yang Ku Cintai (End) Where stories live. Discover now