Bab 20

42 4 2
                                    


Makasih buat @KhazanahCahaya09 dan yang lain yang masih mau mampir ke lapak pokokya thanks to buat kalian ❤️❤️😍😍😍😍


Happy reading ....

Pukul 06.00 WIB.

Aksa membuka matanya. Bangun lalu menoleh ke tempat tidur lain yang kosong.

Kerut di dahinya terlihat samar. Semalam dia yakin ayahnya sudah bersiap untuk tidur sebelum dia merayap ke alam mimpi. Tapi pagi ini dia tidak menemukan ayahnya di ranjangnya. Apa dia sedang mandi? Atau mungkin sedang mencari udara segar di luar?

Dia beranjak dari tempat tidur lalu membuka pintu kamar mandi di ujung lorong kecil yang searah dengan tempat tidur ayahnya. Namun, ketika dia membuka pintu, tidak ada siapapun. Dia kemudian menutupnya kembali. Berjalan mendekat ke nakas mengambil ponselnya dan berupaya untuk menghubungi ayahnya. Tapi, ketika dia mencari panggilan kontrak ayahnya di log panggilan terakhir, dia  mengurungkan niatnya dan mengembalikan kembali ponsel itu ke meja samping tempat tidurnya itu. Dia tidak ingin menunjukan bentuk perhatian nya pada ayahnya dengan mencarinya. Ayahnya pria dewasa yang bisa menjaga dirinya sendiri. Jadi untuk apa resah? Nanti juga kalau ayahnya akan kembali. Mungkin ayahnya sedang ingin berjalan-jalan.

Dia lalu bergerak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Satu jam kemudian ... Dia telah mandi dan merubah pakaiannya dengan celana chino dan kaos panjang hitam polos. Dia lalu meninggalkan kamar seusai menekan kode dan membawa kartu yang dia masukan ke kantong celana juga tas yang seluruh pakaian yang ada di dalamnya sudah di pindahkan ke lemari pakaian.

Dia turun ke lobby, di sana menjumpai Remi dan anak-anak yang lain. Setelah berbaris sebentar untuk mengumumkan kegiatan mereka hari ini Pak Ardy  memerintahkan mereka untuk sarapan yang dengan berbagai macam menu yang telah tersediakan di meja-meja prasmanan. Remi yang sudah berbaris di depan Aksa, celingak celinguk mencari sang gadis pujaan. Tapi dia tidak mendeteksi keberadaan Seoul. Dia lalu menengok ke Aksa. “Ka, loe tahu Seoul di mana? Kok gue cari dari tadi enggak ada.”

Ini kebetulan atau tidak, ayahnya menghilang sedari tadi dan Seoul juga tidak ada. Biasanya gadis itu akan datang lebih awal dan menuggu kehadirannya setelah itu dia akan menempel padanya tiada henti. Sekarang, mereka terlihat dalam pandangannya. Apa mereka sedang berada di tempat yang sama? Rasanya itu mustahil. Ayahnya bukan tipe orang yang akan berlama-lama dengan gadis muda seperti Seoul. Kemarin mereka juga terlihat tidak akrab. Seoul akan lebih sering bercengkrama dengan Remi atau sesekali dengan dirinya yang tidak akan menggubrisnya. Jadi tidak mungkin mereka menghilang untuk untuk bertemu. Remi mulai mengeluh. “Kok gue ngerasa hampa banget enggak ada dia? Gue mau nyari tapi bentar lagi kita bakal pergi,” katanya mendramatisir. “Coba gue telepon dia.” Mencabut ponselnya di saku lalu mengetuk layar, “siapa tahu dia masih di kamar.”

Tidak di angkat. Remi mengulang panggilan. Tapi tidak juga mendapat jawaban. “Nyambung. Topi dia enggak angkat. Eh apa perlu gue susul ke kamar.”

“Susul dan kau akan kehilangan waktu sarapanmu,” tanggap Aksa tanpa sekenanya tanpa kepedulian. Remi berdecak. Lalu dia tanpa segaja melihat  teman sekamar Seoul yang berbaris di urutan paling belakang. “Gue yakin Bunga atau Mentari pasti tahu dia mana malaikat cantik gue,” cetusnya sok. Bersegera menuju ke dua gadis yang tengah bercakap-cakap saat berbaris.

Aksa mengawasi Remi yang bergerak ke arah mendatangi mereka. Dia jadi tertarik menghubungi ayahnya, tangannya merogoh saku dan membuat panggilan. Dalam waktu enam detik panggilan terhubung. “Papa di mana?”

Di rumah sakit.”

Jantung Aksa menegang. “Papa sakit?” tanyanya dengan rasa khawatir yang terdengar halus. Suara kekehan terdengar di ujung sana. “Kau mencemaskan Papa? Papa pikir kau tidak akan peduli meski papa sekarat sekarang.”

Wanita yang Ku Cintai (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang