Bab 7

72 5 0
                                    

Pukul 23.00 WIB.

Farras yang sudah menukar pakaiannya dengan piyama masuk ke dalam kamar tidur Aksa yang temaram hanya satu lampu tidur di nakas yang menyala memberi pencahayaan seadanya.

Selimut Aksa sudah melorot hingga ke pinggang, tidur dengan posisi membelakangi nya. Farras membenarkan selimut tebal Aksa hingga ke bahu anaknya. Mengusap kepala putranya lembut kemudian membawa langkah kakinya keluar untuk menyelesaikan pekerjaannya yang dia bawa dari kantor sore tadi dan menutup pintu kamar.

Aksa yang sebenarnya belum terlelap itu kini bangun dan duduk bersandar.

Dia menyadari kedatangan ayahnya tadi dan dia hanya menutup matanya agar ayahnya tidak mengkhawatirkannya. Dia tahu jika ayahnya itu sudah berusaha keras mencoba selangkah lebih dekat dengannya. Ayahnya itu berupaya untuk mengambil peran ibunya yang tinggal di alam keabadian. Dia berusaha memberi perhatian lebih dan menomerduakan pekerjaan yang selalu jadi prioritas nya selama ini. Semasa ibunya masih hidup dia sering sekali pulang telat untuk lembur di kantor. Dia tidak pernah menyentuh dapur dan ibunya yang akan selalu mengurus urusan dapur dengan dibantu asisten rumah tangga mereka. Tapi setelah orang yang mereka cintai itu pergi ayahnya mengambil dua peran sekaligus dan dia menghargai itu. Tapi dia tidak bisa memiliki kedekatan yang smaa seperti ibunya. Dia tidak terbiasa mencurahkan segala hal pada ayahnya seperti ketika dia bersama ibunya. Tidak ada rahasia apapun yang dia simpan pada ibunya. Sikap lemah lembut ibunya membuatnya nyaman dan dia tidak ragu untuk berbagi cerita tentang sekolahnya, bahkan hal yang berbau pribadi seperti keinginannya yang tidak ingin jatuh cinta pada gadis manapun sebelum dia lulus kuliah. Keinginannya untuk fokus sekolah dan menjadi anak yang berprestasi yang bisa dibanggakan oleh ibu juga ayahnya.

Aksa tidak bisa tidur, dan dan tidak tahu kenapa?

Dulu ... Kalau dia kesulitan memejamkan matanya, dia akan meminta ibunya untuk menemaninya tidur di kamarnya. Walau ayahnya akan mandadak muram karena harus tidur sendiri. Tapi, ibunya akan membisikan sesuatu yang bisa membuat ayahnya luluh dan membiarkan ibunya untuk tidur dengannya.

Ibunya selalu bisa menenangkan ayahnya kapanpun itu. Dia tidak pernah marah atau menuntut perhatian ayahnya lebih kalau ayahnya itu lebih sering mengurus pekerjaan kantor. Bahkan saat ayahnya dulu sulit dihubungi ketika ibunya mengalami keguguran, ibunya akan memberi pengertian padanya yang saat itu kesal karena ayahnya selalu sibuk dengan pekerjaannya. Dia selalu bisa memaklumi sikap ayahnya yang selalu lebih mementingkan pekerjaan itu.

Sekarang tidak ada ibunya. Tidaka da yang menberi dekapan hangat ketika dia tidak bisa tidur.

Dering ponsel di nakas mengalihkan perhatiannya. Dia melihat nomer asing yang terpampang di layar.

"Hallo."

"Kau belum tidur?"

Muka Aksa langsung keruh. Si gadis pengganggu.

"Ini sudah mulai larut malam. Kenapa belum tidur?"

Kalau kau tahu ini mulai larut? kenapa masih menganggu!

Aksa memutus sambungan dan memblokir nomer tersebut. Selang beberapa detik dia menemukan notifikasi pesan dari nomer yang asing lain. Dia membuka pesan WhatsApp tersebut. Dia kembali di serang rasa jengkel.

0813746XXXXX
Tidur terlalu malam bisa membuatmu tampak lebih tua. (Im Seoul)

Gadis itu benar-bener banyak akal. Dia menggunakan nomer lain untuk mengirim pesan. Dia memblokir nomer itu. Menyimpan ponselnya di laci nakas lalu dengan kesal mengubur dirinya di bawah selimut.

....

Pukul 01.00 WIB.

Seusai selesai menuntaskan pekerjaannya, Farras kembali ke kamar. Dia mendudukkan diri di tepi tempat tidur berukuran king size itu.

Farras melepas kacamatanya, menempatkan nya di nakas. Lalu mengambil figura seorang wanita yang tengah menoleh ke arahnya dengan background pantai di sirami Suanda sore yang anginnya berhembus ke wajah wanita itu. Ada lengkungan senyum lembut singgah di bibirnya.

Itu adalah potret yang dia abadikan empat tahu yang lalu. Ketika mereka berlibur ke pulau Sumba. Aksa saat itu tengah ada di resort jadi mereka memilih datang ke bibir pantai berdua. Menghabiskan waktu tanpa Aksa yang lebih memilih istirahat di tempat penginapan.

Mereka menikmati keindahan sunset. Duduk berdua di pasir yang sesekali ombak-ombak kecil menjilati kaki mereka. Dengan kepala wanita itu bersandar di pundaknya dan dia merangkul pinggangnya.

Kenangan yang mengiris kalbu. Mengantarkannya pada deru kerinduan yang selalu bersembunyi dalam sanubari.

Tangannya menyentuh kaca pelapis pada bagian wajah. "Milady ... "

Ada getar kesedihan di sana.

"Anakmu tadi mencoba mengetesku. Dia bilang dia mengizinkanku untuk menikah tapi dia juga mengancam ku akan pergi dari rumah kalau aku mengambil wanita lain sebagai istriku." Mengeluarkan kepedihan yang kembali menggelayuti nya. "Aku kehilangan sebagian jiwaku ketika kau pergi. Jadi bagaimana mungkin aku punya keinginan untuk mengencani wanita lain. Aku hanya ingin engkau, sayang ...

"Ternyata mengambil dua peran itu tidak semudah yang aku bayangkan, dan membesarkan putra kita tanpamu cukup sulit untukku. Anakmu itu seperti teka-teki yang tidak mudah kau pecahkan. Dia seperti labirin yang membuatku harus bergerak terus untuk menemukan jalan keluar. Kau tahu ... " bisiknya sedih. "Berurusan dengan klien yang sulit didekati jauh lebih mudah dibanding mendekatkan hati anakmu pada hatiku. Dia berubah sejak sepeninggalmu dan aku selalu berharap kalau ini tidak nyata. Aku selalu berharap kalau kau tengah pergi kesuatu tempat di mana ada waktu di mana nanti kau kembali. Kembali pada kami lagi."

.....

Di tempat lain seseorang berdiri di dinding kaca menyuguhkan panorama malam kota.

Dia mengenakan kaos putih selutut berlengan panjang. Mengamati suasana larut malam kota dengan kesendirian.










Wanita yang Ku Cintai (End) Where stories live. Discover now