4. Arfandi Bagaskara

300 262 91
                                    

"Penasaran adalah awal mula lahirnya sebuah rasa."

- Arfandi Bagaskara

****

“Lo kemana aja bro? Daritadi gue chat ga dibales.” Cerca Adam, teman satu kosnya.


“Ada urusan. Biasalah orang sibuk kayak gue mana sempet tiduran di kos” Arfan melirik pakaian yang dikenakan Adam. Kaos warna abu-abu yang sudah kumal dengan celana boxer di atas lutut.

“Sialan lo.” Maki Adam menonjok bahu Arfan pelan.

Arfan masuk ke dalam kamarnya diikuti dengan Adam. Adam itu teman dari awal ia berkuliah, saat itu ia yang belum mendapat tempat penginapan akhirnya ditawari oleh Adam untuk satu kamar kos dengannya, dan kebetulan juga kakak tingkat yang satu kos dengannya sudah lulus jadi ia tidak perlu satu kamar dengan Adam. Karena bagaimanpun satu kamar diisi dua orang kurang nyaman menurutnya, dan Adam pun tidak mempermasalahkan hal tersebut.

“Ngapain lo nyari gue? Kangen lo?” tanya Arfan.

“Bosen gue, di kos sendirian.” Curhat Adam yang kini sudah berbaring di atas kasur.

“Pake alesan bosen sendiri lo. Bilang aja mau minta makan kan?” Adam langsung ketawa karena alasannya datang ke kamar Arfan memang untuk mencari makan.

Akhir bulan memang menjadi penderitaan buat anak rantau yang kehidupan ekonominya menengah ke bawah seperti Adam. Walaupun jika minta orang rumah uang untuk makan pasti dikasih, tetapi semakin dewasa akan muncul pemikiran sungkan jika apa-apa harus minta.

Arfan sendiri yang selalu ada persedian mie instan satu kardus langsung menyuruh Adam untuk mengambilnya sendiri, dan menyuruh Adam untuk membuatkan untuk dirinya sekalian. Beruntung orang tua Arfan paham jika anak kos sering mengkonsumsi mie instan selalu mengirimkan satu kardus mie instan dan bahan-bahan makanan lainnya setiap bulannya. Jadi ia tidak pernah merasa kekurangan makanan setiap akhir bulan.

Arfan mencari kontak Danilla, mempertimbangkan ingin mengirimkan pesan atau tidak. Setelah menuliskan pesan ia hapus kembali, begitu terus hingga akhirnya ia memutuskan untuk menyapanya saja.

Dari: Arfan
Danilla, ini Arfan.

Arfan menggeram, kenapa sesulit ini untuk mengirimkan pesan kepada Danilla. Setelah hampir seharian bersama dengan Danilla, ia sedikit tahu kalau Danilla hanya keras di luar, selebihya ia hanya tidak tahu bagaimana cara berkomunikasi dengan orang baru.

Dua jam sudah, tetapi pesan yang ia kirim tidak mendapat balasan. Bahkan mie instan yang tadi dibuat oleh Adam sudah habis sampai Adam sendiri sudah meninggalkan kamarnya, Danilla masih tidak kunjung membalas pesannya dan hanya membacanya saja tanpa ada niat membalas pesannya.

Arfan jelas kesal. Apakah pesona seorang Arfandi Bagaskara masih kurang menawan? Padahal sudah hampir seharian mereka bersama, ya walaupun tidak banyak menciptkan obrolan. Tapi kan mereka sudah bersama hampir seharian, bukankah sudah seharusnya pesan darinya harus dibalas? Tanda baca sudah terlihat, tapi masih belum ada tanda-tanda dari Danilla akan membalas pesannya.

Dari: Arfan
Dan, kenapa gak dibales? Pesanku bukan koran ya, jangan dibaca doang kali.

Lagi. Arfan mengirimkan pesan kepada Danilla. Sudah setengah jam namun tidak kunjung dibaca. Hari juga belum terlalu malam, jam dinding di kamarnya saja masih menunjukkan jam 9 malam.

Akhirnya Arfan menelepon ke nomer Danilla, tetapi tidak kunjung juga diangkat. Arfan tersadar akan kelakuannya, akhirnya memutuskan sambungan telepon. Mengapa dirinya sebegitu inginnya dibalas pesannya oleh Danilla, sedangkan dirinya saja baru mengenalnya tadi pagi.

Merasa bosan karena tidak ada kegiatan, Arfan akhirnya mengambil jaket dan kunci motornya. Mencari angin tidaklah buruk, sembari menikmati kopi ditemani suara penyanyi jalanan. Karena besok dirinya tidak ada jadwal kuliah, malam ini ia bisa menghabiskan waktunya di angkringan pinggir jalan. Tidak lupa menghubungi Sandi dan teman futsalnya yang memang sudah sering minum kopi disini.

“Akhirnya dateng juga, Fan. Sudah lama kamu wes gak pernah kesini.” Ucap Danil, cowok berpenampilan nerd tetapi kelakuannya jauh berbeda dengan penampilannya. Arfan hanya tertawa menanggapinya.

“Bang, kopinya jossnya satu ya.”

Kopi Joss adalah kopi yang penyajiannya dengan mencelupkan arang kedalam gelas kopi yang akan kita minum. Arang yang telah membara di dalam tungku api, diambil dan diketuk-ketuk untuk memastikan debu-debu tersingkir dan aman untuk dicelupkan pada kopi. Kopi akan terus meletup-letup ketika arang dicelupkan, hingga bara dalam arang telah mati.

“Pantes awakmu susah tidur, Fan. Minumnya kopi terus gitu kok” sindir Sandi, disambut tertawa Arfan.

“Pusing gue, San.” Keluh Arfan.

“kenapa? Patah hati nih muka-mukannya?” Ejek Danil.

Arfan hanya diam tidak ingin menanggapi candaan teman-temannya. Bergelut dengan pikirannya, apakah seorang Arfan sedang patah hati saat ini hanya karena pesannya tidak dibalas oleh gadis yang baru dikenalnya.

“Wah, bener nih kayaknya. Siapa nih ceweknya?”

Rupanya semakin ia tidak ingin menjawab celotehan dari temannya, maka teman-temannya pun tidak akan berhenti mengganggunya dengan candaan yang semakin membuatnya pusing. Niat hati ingin menenangkan pikirannya mengenai alasan mengapa Danilla tidak membalas pesannya, justru yang ada hanya semakin menambah beban pikirnya dikarenakan temannya ini yang tidak memahami isi hatinya.

Suwun, Mas.” Setelah kopi pesanan Arfan ditaruh di atas meja.

“Udahlah. Masalah cewek gausah dipikir terlalu ribet, Fan. Mabar aja, yuk!” Ajak Danil.

Arfan mengiyakan ajakan temannya itu, masalah Danilla bisa dipikirkan nanti saja. Sekarang saatnya ia bersenang-senang dengan temannya sampai hari berganti. Kapan lagi santai menikmati hidup tanpa bayang-bayang tugas di semester tua ini, pikirnya.

Dari: Danilla
Kenapa?

Melihat notifikasi di sela-sela permainannya, seketika ia langung keluar dari game dan membalas pesan yang sedari tadi ditunggunya. Jam di ponselnya sudah hampir menunjukkan tengah malam dan Danilla baru membalasnya.

Sesibuk itukah Danilla disana, sampai tidak sempat ada waktu membalas pesan Arfan. Pesan saja tidak kunjung dibalas apalagi perasaannya. Eh, Arfan belum menyukai Danilla ya.

“Elah, ngapain keluar lo, Fan?” Maki Sandi.

“Hampir menang nih, bego.”

Arfan menutup telinga, menganggap angin lalu segala makian dari temannya. Menghabiskan sisa kopi di gelasnya yang tinggal sedikit dan memakai jaketnya. Baginya berbalas pesan dengan Danilla lebih penting dari bermain game dengan temannya saat ini. Karena percuma saja, pikirannya sudah tidak fokus sedari tadi menanti balasan dari Danilla yang sangat lama. Dan ketika yang ditunggu selama berjam-jam akhirnya tiba, ia memutuskan untuk menghentikan pelampiasaan sesaatnya itu.

“Balik duluan gue, nyokap nelepon.” Dusta Arfan. Tanpa memperdulikan panggilan dari teman-temannya yang meneriakkan namanya, ia melanjutkan kegiatannya memasang helmnya dan melajukkan motornya ke kosannya. Sebelum itu melambaikan tangan ke teman-temannya tanpa melihat tatapan kesal yang dilayangkan kepadanya.

_____

Arfan bukannya langsung membalas pesan terakhir dari Danilla, justru mengetik kemudian dihapuskannya. Begitu terus membuat ia sendiri bingung harus membalas bagaimana pesan Danilla. Inginnya ya langsung menelpon karena gadis dengan sikap cuek di seberang sana yang membuat Arfan kebingungan mengatasi sifatnya.

Dari: Arfan
Lama banget, Dan balesnya.

Lagi-lagi Danilla tidak membalas pesannya. Dan Arfan cukup tau diri untuk tidak mengirimkan pesan kembali karena hari juga akan berganti. Sebagai gantinya, Arfan uring-uringan di dalam kamar kostnya dan tidak bisa tidur hingga fajar datang.

****

Hai, bagaimana cerita Arfan dan Danilla kali ini?

Terima kasih buat teman-teman yang sudah berkenan membaca cerita saya.

Demak, 11 Februari 2021

Melawan ArusWhere stories live. Discover now